15

1.4K 228 123
                                    

Catatan Penulis: Aku masih ada acara lagi setelah ini, jadi aku tidak bisa lama-lama memberi catatan. Jadi, untuk mempersingkat saja, selamat datang kembali! Aku mohon maaf karena ketidakaktifanku luar biasa lamanya.

Kalau ada yang mengikuti sosmedku yang lain di sini, atau ada yang membaca statusku di sini satu-satu, mungkin kalian sudah tahu, 'tapi kuperjelas lagi saja. Aku sempat ada permasalahan pribadi, dan kesibukan akhir kuliah menyerang bertubi-tubi setelah itu. Aku baru bisa mulai menulis lagi beberapa lama yang lalu, dan untuk mendorong inisiatifku lagi, DyanasthasiaRin akhirnya memutuskan untuk membuka komisi menulis berbayar agar aku terdorong menulis.

Aku masih belum merasa pace-ku sudah kembali, 'tapi berhubung aku sedang bisa bernapas, aku memutuskan untuk kembali ke sini.

Aku belum bisa rutin membuka Wattpad lagi karena keterbatasan memori di ponsel dan karena aku akhirnya mulai mengerjakan skripsi (magangku sudah usai, yay!), bahkan nanti tanggal 8 Agustus ini aku bakal seminar proposal untuk ujian 3 bab pertamaku. Semoga tidak ada masalah nanti!

Jadi, aku belum bisa menjanjikan update rutin selama dua bulan ke depan. Namun, aku bakal usahakan bisa mampir ke Wattpad lagi sesekali dan tidak mengabaikan akunku yang ini.

Setelah nyaris setahun, aku kembali.

Semoga tulisanku masih belum terlalu berantakan. Aku mohon maaf lagi karena menghilang selama ini.

Selamat membaca!

***

[DUA TAHUN SEBELUM KEMATIAN.]


KEMUNGKINAN KEDUALAH YANG ternyata jadi nyata.

Aku sendiri agak kaget mendengarnya. Ternyata Oom Indra benar-benar kesulitan mencari jadwal penerbangan yang cukup dekat dengan tanggal keberangkatannya jika dia harus mengundur reservasinya, yang artinya dia tidak punya pilihan selain tetap berangkat ke Perancis—tanpa membawa kalungnya.

Aku baru tahu ini setelah pulang keesokan harinya. Entah bagaimana, aku berhasil menemukan titik yang cukup terselubung di bawah pohon, dan tidak ada yang menemukanku di sana sampai pagi. Aku berganti baju di toilet, lalu malamnya tidur beralaskan baju kotorku di atas pasir. Laut pasang tidak menyentuhku sama sekali. Aku tidak tahu harus merasa bagaimana soal itu.

Begitu pagi menjelang—atau setidaknya begitu tubuhku bisa merasakan cahaya matahari naik lagi—aku bangun. Tanpa berkata-kata atau berpikir apa-apa, aku langsung bangun, membersihkan baju berpasirku yang kugunakan sebagai alas, mengembalikannya ke dalam tas, dan meraih ponselku yang mati. Aku menimbang-nimbang ponselku sejenak. Aku tahu bahwa aku harus pulang. Aku juga tahu bahwa jika aku pulang, aku akan dihukum tanpa ampun. Aku tidak mau dihukum.

Akhirnya, sebagai jalan tengah, aku mencabut kartu SIM ponselku sebelum menyalakannya lagi. Jika aku perlu menghubungi Pak Sur nanti, itu urusan gampang. Aku ingat beliau pernah bilang bahwa keluarganya punya kebiasaan bangun di jam Subuh untuk salat dan tidak tidur lagi.

Sekarang baru jam enam lewat seperempat. Kalau aku langsung berangkat, aku masih bakal punya cukup waktu untuk ke sekolah, walaupun aku tetap akan terlambat. Itu kalau aku memilih ke sekolah.

Yah, dan kebetulan aku membawa seragam putih-biru untuk hari Selasa. Aku juga tidak tahu apa yang kupikirkan kemarin.

Oh, dan ada ... puluhan panggilan terlewat dari Bapak dan Ibu. Dan dari Oom Indra. Paling banyak dari Ibu, tetapi kalau sampai Bapak sudah menelepon ... yah, aku tidak akan selamat sampai di rumah.

Ragnarökr Cycle: Dark RaidersWhere stories live. Discover now