Chapter 9

378 76 306
                                    

Griffin

AMANDA membantuku mengenakan kemeja, kali ini aku menolak dia mengerah sapi-sapiku di kedok persegi tepat di luar.

Semuanya beres. Topi Stetson sudah berada di kepala. Aku memutar pinggul, menarik topi lebih rendah sehingga menutupi mata dan alis, Amanda melangkah mundur. Dengan mantap, dia berkata, "Aku tidak percaya pekerjaan ini mudah sekali."

"Jangan bangga diri," ketusku. "Kau hanya tamu di sini."

Amanda mengangguk, dan memutar bola mata.

Di pintu utama, begitu aku melompat keluar menuju ruang perlengkapan aku mengambil beberapa perkakas: tang dan pemotong rumput. Pagi ini Charlie disibukkan berjaga di pantai tanpa sarapan. Dia melewatkannya. Selalu. Seperti tiga tahun lalu. Setiap Charlie pulang, terkadang dia menggandeng wanita ke dalam rumah untuk bersenang-senang—tentu aku melarang dia bercinta di rumah kesayangan kami. Kuingat kali terakhir adikku membawa Julia, yang merupakan adik dari Wayne Woods. Aku jijik menyebut namanya. Tidak dengan Charlie yang tampak tak peduli apa dan siapa dia.

Setelan koboi melekat manis di tubuh Amanda Phoenix. Jins pendek dan kemeja flanel dibaluti kaus putih tak berkancing, meninggalkan kalung perak jatuh menggantung ke dadanya. Amanda menarik Horsie keluar dari kandang dan sedikit memaksa sampai harus menyeret karena Horsie sulit bergaul.

Karena belum mengenalnya, maka itulah tanggapan Horsie kepadanya.

Amanda terjatuh. Bokong mendarat di tanah. Dia bangkit berdiri, menepuk pantatnya berdebu selagi memandang sinis Horsie. Untuk apa dia memelototinya sedangkan Horsie pada dasarnya tidak suka diatur orang asing.

Mengabaikan wanita itu menggerutu, terus berupaya agar kudaku mau mengikutinya. Aku melompati kedok persegi di depanku, lalu menarik dingklik kecil di bawah pohon dan duduk. Lalu, memeras susu yang akan dikirim ke kota.

Gambino, pelanggan setia kami. Dia biasanya datang kemari seminggu sekali. Atau bahkan tiga kali dalam seminggu. Tergantung jika tokonya tidak terlalu ramai. Gambino salah satu teman keduaku setelah Charlie. Dia berbadan besar. Gemuk. Berambut agak kribo. Keturunan Meksiko.

Memindahkan ember penuh oleh susu, aku berteriak memanggil Amanda. Ketika berbalik, kulihat dia sedang menarik Horsie dengan tali di lehernya, dan kuda itu enggan bergerak. Tapi, ekornya menyibak. Malah, menyentakkan kepala menjauh lalu mendorongnya, lagi dan lagi.

Amanda menggerutu. Tersentak setelah aku menepuk bahunya. Berbalik, "Ada apa, Griff?"

"Bisakah kau bawa ember susu ke dalam peternakan?"

"Tentu," jawabnya. "Kalau tidak keberatan bertanya; untuk apa?"

Aku mendengus, "Aku akan membuat keju. Setelahnya, Gambino akan kemari dan membawa bahan-bahan untuk dijual."

Bahkan tidak tahu jawabanku mengejutkannya. Seperti jawabanku adalah sesuatu paling membanggakannya. "Wah, selain penunggang kuda ternyata kau juga memproduksi keju dan susu dan dijual? Itu keren, Griff."

Entah respons apa harus kulakukan, satu-satunya hal tersingkat adalah menegak bahu.

"Aku tahu kau tak bisa berkata apa-apa," kata Amanda, kedengaran mengejek. "Katakan saja. Aku pasti akan membantu."

"Harus," balasku. "Bukan berarti tinggal di rumahku tanpa melakukan pekerjaan apapun. Kau bisa mampir ke sini pagi-pagi sekali atau sore atau setidaknya sampai kau bisa."

Aku membelalak saat Amanda Phoenix mengerling. Dan, terkikik aku tidak bisa menanggapi apa-apa. "Akan kulakukan apapun yang kau inginkan, koboi."

"Persetan, Phoenix," gumamku, menatap dalam mata cokelatnya. Satu tangannya bergerak ke pinggang sampai keduanya bertemu di dadaku, dia sedikit berjinjit.

Menjauhkan tangannya dariku, aku berbalik dan pergi.

Klakson truk nyaring di belakang. Segera kubalikkan tubuh dan melihat Gambino dengan gagah keluar dari truk. Sambil menutup pintu, kepalanya memutar ke depan—tersenyum saat aku mendekati pria itu. Kedua tangan besar Gambino menyambutku. Tubuh rasa-rasanya mulai remuk. Dia terlalu besar dan kuat.

"Kau tak ingin aku mati dengan tulang belakang remuk seperti ikan pari, bukan begitu?" kataku.

Gambino tertawa. "Oh, Sobat." Kami tos. Tersenyum lebar satu sama lain. "Bagaimana pagimu?"

Menarik—memutar topi Stetson agak ke kiri, masih menatapnya. "Ya. Lumayan. Bagaimana tokomu? Tidak ada hal membuatmu ingin mati seperti Billy The Kid, kan?"

"Sial, cukup omong kosongmu, Redford." Lengan Gambino melewati leher ke bahuku. Menarik diriku ke sisinya sehingga membuat bahu kami berhantaman. Masih menyeringai, kami berjalan menuju rumah peternakan di mana Amanda membantuku membuat keju dan susu ke dalam botol-botol. "Bicara tentang tadi, aku lebih baik mati karena S'more lokal hebat buatanku dicuri Julia Fuerréz." Gambino memutar bola mata, berpaling. "Cewek itu menjengkelkan. Kuakui S'more buatannya benar-benar membunuhku."

"Kukira Julia Woods."

Gambino tertawa pendek. "Dia di Puerto Rico untuk mencari jati diri."

"Menegangkan."

Di depan pintu rumah peternakan, aku mundur meninggalkan Gambino di dalam bersama Amanda yang sedang mengisi susu-susu sapi ke dalam puluhan botol berjejer rapi di permukaan lantai kayu.

Jadi, aku melepas kancing kemeja. Terasa sesak/sumpek pada sorot matahari yang selalu membakar kulitku. Mengeluarkan Hereford. Kali ini aku akan mengajaknya berkeliling di sekitar Lakewood, tentu tidak ke kota. Deputi sherif pasti akan menyita hewan ternakku, yang kemudian dibawa ke Caracas.

Kemeja flanel terkibar angin. Memperlihatkan otot-otot di tubuh mengilap terpantul cahaya matahari di atas kepala. Hereford mendengus. Berlari setelah mengentak-entakkan kaki di tanah. Matanya tajam dan tegas, langsung memusatkan perhatian ke depan. Charlie memasang cincin ke hidung banteng liar Colorado Springs. Saat sudah melewati jalan setapak, kami memasuki hutan.

Jalannya berkelok-kelok. Sempit. Berbahaya. Para penunggang kuda mencari kesempatan berbuat curang di sini terutama Wayne Woods. Dia tidak pernah bermain secara bersih. Selalu menyogok juri dan pembawa acara dan penonton agar mereka terpukau. Apalagi dalam pelelangan yang selalu diadakan setiap setahun sekali, Wayne selalu mencari gara-gara padaku. Berupaya keras agar semua orang tidak tertarik apa yang kumiliki.

Baik, dia keparat tangguh. Semua wanita Colorado mendambakannya. Kabar beredar Wayne meniduri lima wanita Seattle usai memenangkan kontes ketahanan tiga tahun lalu. Saat itu, aku tidak selera mengikutinya. Dia berhasil mendapat dua belas ribu dan kue pie anggur gratis buatan Colorado. Tampangnya bejat menjadi suatu hal menarik bagi setiap wanita. Namun, saat Amanda dan Wayne bertemu kupikir keduanya mulai tertarik satu sama lain. Justru Amanda memukul hidung pria bajingan itu. Di depan seluruh orang yang ada di tempat. Aku sendiri dibuat kaget olehnya. Bagaimana bisa dia mempelajari teknik pukulan mengerikan yang mulai membuatku bernapas senang.

Aku menggeram kepada Hereford. Bantengku menambah kecepatan lebih tinggi. Aku sudah mengatur kecepatan banteng ini karena tidak ingin paru-parunya terluka atau bermasalah. Bobotnya satu ton, daratan terguncang olehnya. Dan, berhasil keluar selamat dari hutan, kukendalikan Hereford lebih kalem.

Menemukan padang pasir, kupukul pelan badan Hereford dengan tumit kakiku. Di sana dia tidak bisa tenang. Hewan ini sangat membutuhkan tenaga lebih kuat. Charlie hampir menyerah mengurus Hereford. Meminta Amanda menangani banteng liar ini masalah jadi bertambah besar.

Colorado DesireOnde histórias criam vida. Descubra agora