Berbeda

1.1K 121 93
                                    

Rasanya, hari ini berlalu begitu lambat bagi Refa. Ia tak menikmati setiap detik memakan waktu. Ia tak henti-hentinya merenungi kejadian kemarin yang membuatnya begitu sakit hingga membekas.

Seperti biasanya, Refa datang paling pagi, bahkan hari ini lebih pagi.

Ia pun menulis buku diary-nya.

Untukmu di sana yang sedang bersamanya

Aku begitu malang mengagumimu yang bahkan mencintainya.

Aku begitu bodoh menyukaimu yang tak peka terhadap perasaanku.

Namun, apa daya?
Hati ini yang bertindak.
Hati ini yang merasakan.
Hati ini yang kesakitan pula.

Aku menyesal telah menyukaimu.
Aku menyesal menyia-nyiakan waktuku hanya untukmu.

Aku bertekad untuk menjatuhkan diri dari harapan yang telah kubangun untukmu selama ini.

Semoga aku mendapatkan seseorang yang membalas perasaanku.

Tiba-tiba air mata menelusuri pipi halusnya. Refa menangis dalam diam, menelusupkan kepalanya ke dalam rengkuhan tangannya.

Ia merasa kehilangan sahabat sekaligus cinta pertamanya, mungkin?

Ia menengadahkan kepalanya kemudian merogoh sakunya untuk mengambil sapu tangan yang diberi Samuel kemarin.

Ia mengusap matanya pelan-pelan. Setelah dirasa cukup, Refa memperhatikan sapu tangan itu dengan saksama. Di ujung sapu tangan tertera tersebut terdapat huruf R.

“R? Siapa?” Refa mencoba berpikir.

“R? Mamanya? Papanya?” Refa mencoba mengumpulkan berbagai opini yang berkeliaran di kepalanya.

Saat sibuk memperhatikan sapu tangan, Samuel pun datang.

“Hai, Ref!” sapanya ramah.

“Hai, Sam!” Refa tersenyum, berusaha menyamarkan mata sembapnya.

Sekeras apapun usaha Refa, Samuel tetap menyadarinya. “Kamu nangis?”

Farel dan RefaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang