"Buket Bunga"

6.8K 269 1
                                    

Cinta itu seperti bunga. Indah sekali, tapi suatu saat bisa layu kalau kau biarkan.

☕☕☕

Ridan baru saja sampai dengan aman di rumahnya setelah bersama dengan Vanny. Soal Ribka, dia tidak tahu. Dia tidak suka kalau gadis itu terlalu berlebihan, karena mereka memang bukan sepasang kekasih. Menurut Ridan, sifat Ribka tadi itu sangat mengganggu.

Vanny adalah salah satu anggota cheers yang dekat dalam hal berteman dengan Ridan, dan memang begitu adanya. Jangan sampai Vanny berpikir yang lain soal Ribka. Memang sifat Ribka saja yang menyebalkan.

Lelaki itu menoleh ke arah jam tangannya, baru saja sampai tapi dia ingat tentang janjinya kepada Natalie sepuluh menit lagi. Dia memasuki rumah dan menemui ibunya ada di sana.

Lena tersenyum ketika anak lelaki saru-satunya itu sudah pulang. Dia berniat akan menceritakan soal rencana belajar bersama dengan gadis yang tadi. Ribka.

Ridan membalas senyum ibunya lalu menuju ke dapur, membuka lemari es, menuangkan air dingin ke gelas sembari duduk di kursi meja makan. Kala ia menikmati air dinginnya, Lena datang dan menyapa anaknya.

"Ridan"

Lelaki itu sempat tersedak, namun langsung baikan. Dia melirik Lena yang kini duduk di salah satu kursi yang berseberangan dengannya. Ridan tahu kalau ibunya akan membicarakan suatu yang cukup penting. Tampak dari senyum dan air wajah Lena.

"Iya ma?"

"Gimana kerja kelompok sama Ribka?" tanyanya.

"Maksud mama apa?"

"Ribka itu pintar." kata Lena. "Cantik, baik, sopan, terus ga banyak gaya lagi."

"Okay ma, Ridan makin ga paham." Ridan mengernyit.

"Mama minta dia jadi teman belajar kamu."

"Apa?" Ridan terbelalak.

Matanya membulat bagai singa yang siap menerkam seekor rusa di padang rumput. Seolah-olah matanya akan jatuh ke lantai dan menggelinding. Dia hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan ibunya.

"Mama bisaan banget bercandanya." tawa Ridan namun sangat kuatir.

Mukanya seketika pucat pasih, karena dia tidak terlalu menyukai Ribka dan sifatnya. Yang ia harapkan adalah tawa ibunya dan menyatakan kalau Lena sedang bercanda saja.

"Engga!" sergah wanita itu. "Mama serius, dan kamu harus nurut sama mama."

"Kita punya Nata ma, Ridan bisa belajar sama Nata."

"Kalian beda jurusan sayang!" Lena berdiri. "Papa sama mama pasti bangga kalau nilai kamu sedikit lebih bagus daripada semester kemarin."

Mendadak, Ridan ingin membenturkan saja kepalanya ke dinding. Melihat ibunya membawa kalimat "Papa sama mama pasti bangga...". Artinya ini serius dan bukan bercanda. Padahal, baru saja lelaki itu menghusir Ribka, memulai untuk tidak mengasihani Ribka, bahkan menjauhi gadis itu.

Gawat!

Ridan melirik jam tangannya sekali lagi, mungkin sebaiknya dia berangkat menemui Natalie. Tapi kenapa badannya serasa berat? Sekarang dia ingin mencair saja daripada harus menghadapi kenyataan.

Siapa yang tidak tahu sifat Ribka? Jalan bersama Ridan selama lima detik saja dia sudah melompat-lompat sambil berteriak kepada semua orang, apalagi belajar bersama. Bisa-bisa dia mengumumkannya dengan toa ke seluruh anak sekolah.

Dia berdiri, sembari menyeret kaki, lelaki itu berusaha secepat mungkin keluar dari rumah. Lari dari kenyataan yang kejam baginya. Sesampainya di luar, dia menaiki motor kesayangannya lalu keluar dari rumah. Melewati rumah Nata dan rumah Revin. Sungguh terlalu dekat kalau mereka berjanji di rumah Natalie saja.

Mr. Ice (END)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ