"Rahmat Homo?"

6.2K 245 2
                                    

Jika kita dipertemukan, kuharap Tuhan juga akan menyatukan.

☕☕☕

Hal yang paling terkutuk bagi Natalie saat ini adalah, bunyi bel istirahat kedua. Tidak membuatnya bahagia, karena yang ada hanya koridor yang akan kotor lagi karena pijakan kaki murid yang tidak tahu diri.

Dia mengeluh, lalu segera melihat ke arah jam tangannya. Seharusnya bel sudah berbunyi beberapa detik yang lalu, karena Nata adalah orang yang menghargai waktu. Maksudnya, apalagi yang membantunya untuk menghindari hukuman terlambat dari Pak Johan selain menyetel jam tangannya agar tidak kelewatan walau satu detik saja.

Gadis itu menatap Haydar dan Revin yang kini tengah mengganti air di ember yang sudah kotor. Kalau soal pekerjaan mereka, jangan ditanya lagi.

Semua koridor kelas sepuluh dan sebelas sudah selesai disapu --dengan cara mengepel yang asal-asalan-- Namun ternyata itu cukup membantu, kalau saja mereka mengepel dengan sungguh-sungguh, mungkin mereka tidak akan bisa sedikit lebih tenang sekarang.

Dari keran air yang letaknya agak dekat dengan pos satpam, Natalie bisa melihat lorong kelas sebelas IPS yang sudah bersih dengan hanya melirik kecil. Dan sebenarnya pikiran gadis itu bukan di sana, tetapi tentang kapan bunyi bel berbunyi dan mereka bisa masuk ke kelas dengan aman.

Sesaat setelah Nata berpikir begitu, bunyi bel terdengar sangat lantang. Mungkin lebih lantang daripada seorang pemimpin upacara mengatakan "HORMAT GRAK!"

Teeeeeettttttttt.....

Haydar dan Revin bertatapan, lalu menoleh ke arah Natalie bersamaan saat Natalie menaikkan bahunya. Dari raut wajah mereka, bisa dikatakan ada rasa kecewa, kesal, marah, dan malas.

Dalam hitungan ketiga di dalam hati Natalie, dia bisa merasakan embusan napas murid-murid yang mulai berlari ke luar kelas dan satu hal yang membuatnya emosi, mereka tega sekali menginjakkan kaki di lorong kelas dengan mantapnya.

Mereka bertiga ternganga, dari tempatnya, ketiga manusia itu bisa melihat betapa bahagianya mereka bisa menginjakkan kaki di luar kelas, menghirup udara segar, dan bermain ria.

Selain itu, beberapa anak yang baru keluar akan menginjakkan kaki di lapangan atau taman dan kembali dengan lumpur di kaki mereka. Memindahkan kotoran itu dari luar ke teras.

Tidak mudah meninggalkan pekerjaan ini. Mereka tidak bisa lari dan membiarkan koridor separah ini, pasalnya Pak Johan pasti akan menyerbu mereka dengan kata-kata super menyebalkan. Siapa yang mau diserang lelaki buncit itu?

"Well, not bad!" kata Natalie akhirnya, sedang kedua lelaki itu masih terpaku.

"Gue harap lo ga nyesel udah ikutan bareng kita Haydar!" Revin tertawa kecik sembari menutup keran air.
Haydar tersenyum miring, "Kalau lo pada kesel sama hukuman dari Pak Johan, gue bisa kok bilangin sama dia biar kita istirahat."

Natalie terhenyak, bisa-bisanya Haydar mengatakan itu semudah membalikkan telapak tangan. Lagian, siapa yang yakin kalau dengan cara itu maka Pak Johan akan memberi dispensasi untuk mereka? Dan kalau mereka minta ampun pada si buncit, jangankan keringanan sedikit saja, bisa-bisa kerjaannya dilipatgandakan.

"Gila lo Dar!" pekik Natalie.

"Impossible kalau lo bisa buat hati Pak Jihan iba ke kita,, maksud gue ke gue sama Revin. Lah lo kan ga kena hukuman, lo bisa ke kelas sendiri."

"Betul tuh. Lagian gue ga keberatan kalau lo pergi, malah gue jadi aman kalau sepupu gue yang tercinta ada di sini." Revin menaikkan sebelah alisnya.

Mr. Ice (END)Where stories live. Discover now