Autumn Leave : 16

11.4K 1.6K 142
                                    

Tidak ada lagi Park Jimin si pembuat onar di sana, tidak ada lagi Park Jimin yang selalu menjadi yang paling rajin saat latihan pagi. Tidak ada lagi, Park Jimin yang selalu datang ke ruang kesehatan dengan luka kecil minta diobati.

Semua berjalan biasa, semua kembali normal. Kecuali untuk Jungkook, Yoongi dan Taehyung. Dalam hatinya, Jungkook merasa bersalah, Jimin pergi karena dia. Meski Jungkook pernah menyakiti hatinya, tapi Jimin malah melindunginya. Yoongi sama merasa bersalah juga, tidak bisa melindungi adiknya. Tidak bisa membuat Jimin tetap berada di sana. Membiarkan Jimin pergi lagi darinya. Dan Taehyung, hari - hari yang dia lalui rasanya sangat sepi tanpa Jimin, tidak ada suara lembut Jimin yang menyemangatinya. Tidak ada sosok Jimin yang tidur di ranjang sebrang. Ranjang itu kosong, dan Taehyung merasa kamar itu terasa sepi.

"hyung,  kenapa ?" Tanya Jungkook pada Yoongi yang dari tadi hanya mengacak - acak makan siangnya tanpa minat.

"Tidak apa - apa." Jawab Yoongi sekenanya.

Jungkook memperhatikan, belakangan ini sikap Yoongi jadi aneh. Pendiam, tidak tersenyum, kalaupun tersenyum, seperti dipaksakan. Apa karena Jimin ? apa karena Jimin pergi, dia jadi sedih ? apa sebegitu kehilangannya Yoongi ?

"Karena Jimin ?"

"Jungkook, bukankah dia lebih tua darimu ? tidak bisakah kau menambahkan kata 'hyung'  untuknya ?" Yoongi menggenggam sumpitnya erat. Dia bukan bermaksud memulai pertengkaran dengan Jungkook. Tapi setiap yang keluar dari mulut Jungkook tentang Jimin, selalu tidak enak didengar dan itu lama - lama membuat Yoongi kesal.

"hyung sebegitu kehilangannya ya,  sampai - sampai tidak menyadari adiknya sendiri ada dihadapannya." Jujur,  Jungkook merasa diacuhkan.

Yoongi menghela nafasnya,  "Jungkook,  bisakah kau berhenti untuk cemburu pada Jimin.  Kau cemburu dengan orang yang salah."

Jungkook mendengus,  ikut mengacak - acak makanannya.  Selera makannya hilang,  bersama rasa bersalahnya pada Jimin.  Rasa cemburunya jauh lebih besar dari pada rasa bersalahnya.  "Dasar pembohong,  dia bilang dia tidak akan mengambil apa yang bukan menjadi miliknya.  Tapi, saat dia sudah pergi dari sinipun hyung  tetap memikirkannya."

Cukup,  Yoongi sudah tidak tahan lagi. Dan menggebrak meja kerjanya adalah salah satu cara untuk menyalurkan emosinya,  karena dia tidak mungkin memukul adiknya sendiri,  walau ingin.  Tidak lagi,  cukup sekali Yoongi menampar Jungkook, dia tidak mau melakukannya lagi.

"Begitukah caramu berterima kasih pada orang yang sudah melindungimu?" suara Yoongi mulai meninggi,  "Kalau bukan karena Jimin, mungkin sekarang kau sudah tidak ada di hadapanku lagi!"

"Apa aku berhutang nyawa padanya,  sampai - sampai aku harus berterima kasih?!  Tidak kah hyung berpikir kalau memang dia yang sengaja melakukannya?  Dia merencanakan ini semua untuk menjebak ku?!" sebenarnya,  Jungkook sama sekali tidak berpikir sampai ke sana.  Di dalam hatinya,  dia tahu Jimin tidak mungkin seperti itu,  tidak dengan tatapan tulus yang selalu Jimin berikan padanya.  Tapi lagi - lagi,  egonya mengalahkan logika dan hatinya.

"Dia tidak mungkin melakukannya!"

"Kenapa?!  Kenapa dia tidak mungkin melakukannya?  Apa hyung sangat mengenalnya?! Apa hyung lebih mengenalnya dari pada aku,  adikmu sendiri?!"

"Jimin tidak mungkin menyakiti adiknya sendiri!" Yoongi tidak perduli dengan larangan Jimin.  Yoongi hanya ingin meluruskan semuanya,  Yoongi hanya ingin Jungkook tahu bahwa dia sudah salah besar selama ini mengenai Jimin.

"A-apa maksudmu hyung?"

"Pemuda yang kau bilang pembuat onar itu,  pemuda yang kau sebut yatim piatu itu,  pemuda yang...  Rela dikeluarkan dari kampus untukmu.  Dia Park Jimin,  dia adik ku.  Dia anak ibuku yang ditinggalkan 12 tahun lalu. Dia kakakmu, Jungkook."

Autumn Leave ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang