Sebuah Jawaban

205K 3.2K 341
                                    

"Evelyn, maukah kau menikah denganku?"

Pertanyaan yang meluncur dari bibir Ben membuat Evelyn terpaku. Terlebih saat melihat cincin yang bertahta dengan manis di dalam kotak itu. Bukan, bukan karena Evelyn gila akan perhiasan. Ia hanya merasa terkejut, heran sekaligus bingung menghadapi situasi seperti ini.

Menikah? Tentu Evelyn ingin menikah. Bahkan hampir setiap hari sebelum tidurnya, ia membayangkan dirinya duduk di pelaminan dengan mengenakan gaun yang indah. Tetapi, bukan dengan Ben.

Billy. Sepanjang malamnya, Evelyn selalu membayangkan bahwa suatu hari nanti, dirinya akan bersanding di sebelah kekasihnya yang tampan itu.

"Kau tidak perlu takut, kata Ben dengan cepat, saat menangkap keraguan pada wajah cantik itu. Pernikahan ini bukan untuk selamanya. Pernikahan ini hanya sebatas... Ben menghela napas sesaat sebelum akhirnya melanjutkan, "usia Angel.

Evelyn terperanjat seketika. Bahkan tangannya nyaris bergerak menekap mulutnya. "Maksudmu... Angel..."

Ben mengangguk, seolah dapat membaca pikiran perempuan itu. "Ya, Eve. Hanya dalam lima bulan. Jika selama itu aku belum mendapatkan donor jantung yang sesuai untuk Angel, maka aku harus merelakannya...."

Ben terlihat tegar, namun Evelyn dapat mendengar suaranya bergetar.

"Aku pasti akan berusaha mendapatkan donor jantung untuk putriku. Dan jika aku sudah mendapatkannya, apapun hasil operasinya nanti, entah itu berhasil ataupun gagal, kau boleh pergi," lanjut Ben kemudian.

Evelyn terdiam. Berbagai pikiran berkecamuk dalam kepalanya. Sesaat ia teringat wajah Angel. Wajah polos yang selalu menatapnya dengan binar keceriaan. Apakah Evelyn setega itu, menolak anak yang tengah mati-matian berjuang melawan penyakitnya?

Lalu, beberapa detik kemudian ingatannya berganti pada Billy. Haruskah ia mengkhianati kekasih tercintanya? Dan kalaupun Evelyn mengatakan hal yang sejujurnya pada Billy, akankah lelaki itu mau mengerti?

Evelyn menghela napas. Bingung harus memilih siapa, bingung harus bagaimana.

Ben berdehem, membuat Evelyn tersadar dari lamunannya. "Eve, aku memang memohon padamu, tetapi aku tidak memaksa. Kalau kau memang tidak bersedia, tidak apa."

"Mm..." Evelyn menggigit bibir, benar-benar merasa bingung. "Maaf, tetapi aku tidak bisa memberikan jawaban sekarang. Ini terlalu cepat, juga terlalu mengejutkan untukku."

"Ya, aku mengerti. Aku juga minta maaf telah mengejutkanmu, aku hanya... Yah, kau pasti tahu bagaimana perasaan seorang ayah yang memiliki seorang anak dengan vonis penyakit yang cukup parah. Aku hanya ingin Angel bahagia. Dan kalaupun saat terburuk yang tidak pernah kuharapkan itu terjadi, aku ingin tidak ada penyesalan untuknya, juga untukku. Aku ingin membuatnya merasakan bagaimana memiliki seorang ibu."

Untuk kesekian kali, Evelyn mendengar nada kesakitan dalam suara Ben. Lelaki itu kini menunduk, seolah melihat bayangan Angel pada lantai di bawahnya, kemudian memejamkan mata, seolah merasa perih karenanya.

"Aku akan memikirkannya," kata Evelyn kemudian. Membuat Ben seketika mengangkat wajah dan menatap padanya. "Seperti yang kukatakan, ini terlalu mengejutkan untukku. Tetapi, aku akan mencoba memikirkannya. Dan ketika aku sudah menemukan jawaban nanti, aku akan segera menghubungimu, Mr. Brown."

Perlahan, senyum di bibir Ben merekah. Setidaknya, Evelyn tidak menolak tawarannya mentah-mentah, dan setidaknya harapan itu masih ada. "Terimakasih, Evelyn," ucapnya, "Dengan kau mau memikirkannya saja sudah merupakan suatu kehormatan untukku. Aku akan menunggu, apapun jawaban darimu."

***

Evelyn merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Ben baru saja pergi, dan kini tinggallah dirinya sendiri. Dengan benak penuh kecamuk, penuh pertanyaan atas apa yang harus ia lakukan. Sungguh, Evelyn benar-benar merasa terkejut melihat kedatangan Ben. Terlebih kala mendengar tujuan dari kedatangan lelaki itu.

Unexpected WeddingWhere stories live. Discover now