The Truth

57.8K 1.7K 207
                                    

Transplantasi jantung Angel berhasil. Sungguh, tidak ada hal yang lebih membahagiakan bagi Ben selain mendengar kabar itu. Bagaikan mengangkut beberapa karung beras sekaligus, membuatmu berulang kali terjatuh, lalu tiba-tiba saja karung-karung tersebut diangkat. Bagaimana perasaanmu setelahnya? Sangat ringan dan melegakan. Ya, itu yang dirasakan oleh Ben.

Dan kehadiran Evelyn membuat kebahagiaan Ben kian sempurna. Memang, Evelyn belum memberi jawaban atas perasaannya. Tetapi cukup dengan kehadirannya saja sudah membuat Ben merasa bahagia. Terlebih, perempuan itu selalu menemani Ben melalui hari-hari tersulitnya. Ya, Evelyn telah banyak membantu. Termasuk menyalurkan ketenangan pada hati Ben selama penantiannya.

Waktu terus bergulir dan tanpa terasa seminggu sudah berlalu sejak dilakukannya transplantasi itu. Bahkan pada hari kelima setelahnya, Angel sudah diperbolehkan pulang. Tentu saja, dengan catatan agar kedua orangtuanya tetap mengawasi serta mengontrol keadaan sang malaikat kecil.

"Dia sudah tidur?" tanya Ben. Lelaki itu tengah berdiri di ambang pintu kamar Angel. Mata elangnya mengarah pada Evelyn yang tampak sedang membelai lembut puncak kepala putri kecil mereka.

Evelyn mengangguk. Pelan-pelan ia mengangkat tangannya dari kepala Angel, merapikan selimutnya, kemudian melangkah keluar dari kamar itu.

"Kau mau pergi?" Evelyn menelusuri penampilan Ben yang tampak rapi. Lelaki itu mengenakan celana jeans hitam dengan kaus polo berwarna putih yang membuatnya terlihat santai, namun tetap tidak mengurangi ketampanannya.

"Ya," sahut Ben seraya mengikuti langkah Evelyn ke dapur. "Aku akan bertemu Frans. Tidak akan lama, hanya berbincang-bincang saja."

Evelyn tampak mengangguk. Tangannya terulur mengambil bahan-bahan makanan dari lemari es, bersiap untuk memasak makan siang. "Pergilah," katanya kemudian.

Ben nyaris akan beranjak meninggalkan Evelyn, tetapi langkahnya mendadak terhenti. Ia berbalik dan mendekati perempuan itu. Lalu tiba-tiba saja, sebelum Evelyn sempat menyadarinya, Ben sudah mengecup keningnya.

"Masak yang enak, oke? Aku akan makan di rumah," kata lelaki itu. Dengan cepat ia melengang dari sana, meninggalkan Evelyn yang terpana.

Evelyn mematung sejenak, lalu berdecak kemudian. Merutuki jantungnya yang mendadak berdebar tidak karuan akibat perlakuan Ben.

***

"Bagaimana? Kau sudah berbaikan dengan Evelyn?" pertanyaan dari Gerald, sahabatnya, membuat Billy terdiam. Lelaki itu menghela napas dan mengalihkan wajah. Membuang pandangan ke luar, melalui jendela kamar Gerald yang terbuat dari kaca.

"Entahlah," jawabnya singkat. Ia meraih sekaleng coke dingin yang dibawakan Gerald untuknya.

Kedekatan Ben dan Evelyn membuat Billy merasa terasing berada di apartemen kakaknya. Itu sebabnya lelaki itu lebih suka menginap dan menghabiskan waktu di rumah Gerald. Seperti hari ini.

"Entahlah? Jawaban macam apa itu? Kau harus memperjelas semuanya, Bill. Apakah kau sudah pernah menanyakan bagaimana perasaan Evelyn padamu saat ini?"

Billy kembali terdiam, tampak berpikir. Ya, ia sudah pernah menanyakan perasaan Evelyn padanya. Tetapi perempuan itu belum menjawab. Belum sempat tepatnya, sebab pada saat itu, pada saat Evelyn nyaris menjawab pertanyaannya, tiba-tiba saja Ben menghubungi Evelyn dan mengabarkan bahwa Angel sakit. Billy masih mengingat dengan jelas bagaimana paniknya Evelyn kala itu. Ia bahkan melupakan Billy yang tengah berdiri dengan wajah penuh harap di hadapannya.

"Pernah, tetapi... belum ada jawaban darinya," sahut Billy kemudian.

"Kalau begitu kau harus menanyakannya lagi, Bill. Kau harus memperjelas semuanya. Bila perlu, minta Evelyn untuk memilih antara kau dan Ben."

Unexpected WeddingWhere stories live. Discover now