Promise

60.3K 1.7K 73
                                    

Billy merasakan hatinya sungguh bahagia. Lega luar biasa. Penjelasan Monica siang tadi sudah mengungkapkan semuanya, dan kini Billy merasakan kesedihannya semalam menguap begitu saja.

Ternyata Evelyn menerima lamaran untuk menikah dengan Ben karena Angelica, yang tak lain adalah keponakannya. Bukan karena cinta seperti dugaan awalnya. Dalam hati, Billy justru menyesal telah membentak dan menyalahkan Evelyn. Padahal perempuan itu sudah berkorban begitu banyak. Bahkan mengorbankan cinta mereka yang nyaris di ambang kehancuran, jika saja Billy tidak menemui Monica. Dan Billy benar-benar mengagumi Evelyn, kekasihnya

Billy melangkah menuju apartemen Ben dengan riang. Bahkan langkahnya terasa seringan kapas. Tidak ada lagi kepedihan, tidak ada lagi beban. Yang ada hanyalah keinginan yang begitu menggebu untuk bertemu dengan Evelyn, lalu memeluk perempuan itu. Meluapkan rindu yang telah lama dipendamnya. Rindu yang tak sempat terlampiaskan karena kemarahannya kemarin.

Akhirnya, Billy sampai di depan apartemen milik Ben. Setelah menarik napas sejenak, lelaki itu mengangkat tangannya, memencet bel yang ada di dekat pintu. Tak butuh menunggu lama, sebab beberapa detik kemudian pintu terbuka. Dan diambangnya, berdiri seorang perempuan yang begitu dicintai, juga dirindukan olehnya. Evelyn.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Billy segera merengkuh tubuh mungil itu. Memeluknya seerat mungkin, dan menenggelamkan wajah pada helaian rambut panjangnya. Seketika harum shampoo buah-buahan merasuki hidung Billy, membuat rasa rindunya kian membuncah.

Dulu, Billy sangat menyukai aroma rambut Evelyn. Bahkan Billy menyediakan shampoo beraroma serupa di kamar mandinya. Dan menghirup aroma shampoo itu adalah hal yang kerap dilakukannya, setiap kali rasa rindunya pada Evelyn mencapai level tidak tertahankan.

Evelyn yang dipeluk dengan tiba-tiba oleh Billy hanya mampu terpaku. Matanya melebar dengan sempurna, merasa terkejut dan tak menyangka Billy melakukan itu padanya. Bukankah kemarin lelaki itu marah besar? Bukankah ia membenci Evelyn? Sungguh, Evelyn merasa kaget melihat perubahan Billy. Bahkan terlalu kaget, hingga tangannya tidak sempat membalas pelukan lelaki itu.

"Maafkan aku, Eve. Maaf kemarin aku sudah membentakmu. Maaf karena aku sudah marah-marah padamu." Billy mendesis frustasi, tepat di telinga Evelyn.

"Maaf...?"

"Ya. Aku sudah mengetahui semuanya. Kau menikah dengan Ben hanya demi Angel, bukan? Seharusnya kau tidak perlu menyembunyikan semuanya dariku, Eve. Kalau saja sejak awal kau berkata jujur padaku, aku pasti akan mempercayaimu."

Evelyn mematung. Bagaimana bisa Billy mengetahui ini semua? Batinnya bertanya-tanya.

Lalu, Billy mengurai pelukannya. Ditangkupnya pipi Evelyn dengan kedua tangannya, ditatapnya sepasang mata hazel itu dengan seksama. Dengan segenap hati dan perasaan.

"Aku akan menunggumu, Evelyn. Aku akan menunggu hingga kesepakatanmu dengan kakakku berakhir. Aku mencintaimu," desis Billy. "Kau juga mencintaiku, bukan?"

Evelyn terdiam, tidak mampu menjawab. Hingga detik ini, ia masih bingung dengan perasaannya. Bahkan setelah Billy memeluk dan mengucapkan kata cinta padanya sekalipun, semua terasa biasa saja. Tidak ada getaran pada hatinya. Tidak ada debaran hebat pada jantungnya. Semua terasa datar, juga hambar.

"Eve, mengapa kau tidak menjawab? Kau juga masih mencintaiku, bukan?" tanya Billy lagi. Ia menatap dalam, tepat pada manik cokelat madu milik Evelyn.

Evelyn menarik napas sejenak. Hampir saja bibirnya akan melontarkan jawaban untuk Billy, ketika ponsel dalam sakunya tiba-tiba bergetar. Dengan segera Evelyn meraih benda itu dan menatap layarnya.

Ben Calling...

Evelyn terdiam, merasa bingung sekaligus heran. Tidak biasanya Ben menghubunginya. Jika Ben melakukan hal itu, pasti karena ada sesuatu yang terjadi. Tidak ingin menerka-nerka, Evelyn segera menjawab teleponnya. Belum sempat Evelyn menyapa, terdengar seruan panik dari seberang.

Unexpected WeddingWhere stories live. Discover now