The Wedding Day

181K 1.8K 90
                                    

Tanpa terasa, waktu terus bergulir begitu cepatnya dan hari pernikahan itu pun tiba. Ben benar, ia mengatur semuanya dengan baik. Bahkan begitu baik. Ben juga menghadirkan ayah Evelyn dalam acara itu, membuat perempuan itu benar-benar merasa terharu. Evelyn tidak berpikir ayahnya akan datang, sebab sejak lelaki itu menikah lagi, hubungan mereka berubah menjadi begitu renggang.

Tidak hanya itu, Ben juga mengundang beberapa teman dekat Evelyn. Ya, hanya beberapa sebab memang pernikahan mereka tidak dipestakan secara megah. Hanya segelintir kerabat terdekat yang diundang, serta para kolega bisnis Ben. Namun tetap saja, meski tidak dapat dikatakan megah, pesta yang dilangsungkan di ballroom The Pierresalah satu hotel ternama yang berlokasi di Upper East Sidetersebut tetap berlangsung dengan mengesankan dan mengagumkan bagi para undangan. Entah itu dari sisi tata dekorasi ruangan, makanan yang disajikan, dan berbagai hal lainnya. Diam-diam, Evelyn menyimpan kagum untuk Ben karena kelihaiannya menyiapkan pesta pernikahan mereka.

Evelyn masih tidak menyangka jika saat ini ia tengah duduk di sebuah pelaminan. Bersanding di sebelah seorang lelaki tampan dan seorang anak perempuan kecil nan cantik yang duduk di antara mereka. Jika saja Evelyn mencintai Ben, tentu hari ini akan menjadi hari yang tidak terlupakan seumur hidupnya.

"Apakah Mommy merasa bahagia?" Angel tiba-tiba bertanya, seraya mendongak menatap wajah Evelyn.

Evelyn tersenyum. Tangannya terulur, membelai pipi yang bersemu kemerahan itu dengan lembut. "Tentu, Sayang. Mommy sangat bahagia."

Angel menyengir senang. Ia lalu mengalihkan wajah, berganti menatap ayahnya. "Daddy, apakah Daddy bahagia?"

Ben menatap putrinya sesaat, lantas mengacak puncak kepalanya dengan sayang. "Bicara apa kau, Malaikat Kecil? Tentu saja Daddy sangat bahagia. Sekarang, apakah Angel merasa bahagia?"

Angel mengangguk dengan cepat. "Rasanya, aku tidak butuh permen lagi..."

Dan ucapan gadis kecil nan cantik itu membuat kedua orangtuanya tertawa bersamaan.

***

Evelyn mengitarkan pandangan ke segenap ruangan apartemen milik Ben yang kini menjadi tempat tinggalnya. Untuk kedua kali, ia kembali mengagumi selera lelaki itu. Apartemen bergaya minimalis dengan sentuhan warna cokelat lembut di setiap sudut. Ditambah beberapa perabotan kayu yang ditata sedemikian rupa, membuat hunian tersebut terasa sangat nyaman. Evelyn tersenyum dalam hati, tidak pernah terbayangkan olehnya akan tinggal di tempat secantik ini.

"Sedang apa, Eve?"

Evelyn terlonjak kaget. Saat ia menolehkan kepala, tampak Ben tengah berdiri dengan tatapan lurus mengarah padanya.

"Uhm, aku ... sedang melihat-lihat. Rumah ini bagus. Seleramu juga," sahut Evelyn kikuk.

Ben tersenyum tipis. "Terima kasih."

Maaf, bisakah kau menunjukkan dimana kamarku? tanya Evelyn kemudian. "Aku sudah tidak nyaman dengan gaun ini."

Ben menelusur tubuh Evelyn yang masih terbalut gaun pengantin dengan pandangan mata. Ya, perempuan itu terlihat sangat tidak nyaman. Terbukti dari tangannya yang sejak tadi tak henti mengangkat sisi gaunnya yang menjuntai.

Ben berdehem sejenak. Hampir saja ia melupakan perjanjian mereka. Sesuai kesepakatan yang telah dirundingkan, Evelyn dan Ben tidur di kamar yang berbeda.

"Mari, ikut aku," kata Ben akhirnya seraya berbalik dan melangkah menuju suatu arah. Buru-buru Evelyn mengekor di belakangnya. Dalam hati, perempuan itu sedikit merutuki gaun panjangnya nan menjuntai, yang membuatnya kesulitan berjalan.

"Ini kamarmu," ucap Ben, ketika akhirnya mereka sampai di depan salah satu kamar yang terletak di dekat ruang keluarga.

Evelyn mengangguk. "Terima kasih," sahutnya kemudian.

Unexpected WeddingWhere stories live. Discover now