Happiness

59.9K 1.4K 28
                                    

Evelyn merebahkan tubuhnya di atas ranjang, hendak melepaskan rasa letihnya. Ya, seharian ini ia cukup lelah akibat kejutan resepsi dari Ben. Namun meski demikian, hatinya sungguh merasa bahagia.

Ben. Lelaki itu begitu sempurna. Ia tampan dan mapan. Dan jauh lebih penting dari semua itu, Ben adalah lelaki yang baik dan begitu menghargai perempuan. Kini, lelaki sempurna itu telah menjadi milik Evelyn seutuhnya, dan menyadari hal itu membuat benak perempuan itu dipenuhi oleh rasa syukur yang tidak terhingga.

"Kau lelah?" tanya Ben yang tampak baru saja keluar dari kamar mandi. Sesampainya mereka di apartemen tadi, Ben bergegas membersihkan dirinya. Sedangkan Evelyn, karena masih merasa lelah, memilih menunggu lelaki itu selesai untuk berganti kemudian.

Evelyn tidak menjawab karena perlahan rasa kantuk sudah menyerang matanya. Melihat itu, Ben tersenyum. Perlahan ia melangkah mendekati perempuan itu.

"Jangan tidur dulu, cantik." Bisiknya lembut, tepat di telinga Evelyn. Membuat perempuan itu seketika membuka mata tersenyum mendapati sosok Ben di sela kerjapannya. "Mandilah, aku susah selesai," lanjut Ben kemudian.

Evelyn mengangguk. Perlahan ia bangkit dari ranjang, lalu melangkah menuju kamar mandi.

***

"Rasanya, aku tidak melihat Angel sejak tadi. Dimana dia?" tanya Evelyn pada Ben yang tengah membaca majalah bisnis di atas ranjang. Perempuan itu tampak sudah lebih segar dalam balutan setelan piyama berwarna merah. Tangannya bergerak mengelap rambutnya yang basah dengan sebuah handuk kecil.

Ben menoleh menatap Evelyn. "Angel sudah tidur," sahutnya kemudian sembari menutup majalah dan meletakkannya di atas nakas. Lelaki itu meraih sebuah cangkir dari sana dan mengangsurkannya pada Evelyn. "Aku sudah membuatkan teh untukmu. Minumlah, agar tubuhmu terasa lebih segar."

Evelyn menerima cangkir tersebut seraya tersenyum. "Terima kasih."

"Tidak perlu berterima kasih, Sayang," ucap Ben dengan membalas senyum perempuan itu. Mendengarnya, membuat wajah Evelyn kontan merona. Meski masih merasa malu, Evelyn menyadari bahwa dirinya harus mulai terbiasa mendengar panggilan 'Sayang' dari Ben.

"Kemarilah." Ben menepuk-nepuk ranjang di bagian sisinya, demi meminta Evelyn duduk disana. Perempuan itu menurut. Perlahan ia bergerak naik ke atas ranjang dan mengambil posisi duduk tepat di sebelah Ben.

"Berbaringlah disini, kau pasti lelah." Ben meletakkan sebuah bantal di atas pahanya, lantas meminta Evelyn merebahkan kepalanya di atasnya.

Sejenak, Evelyn menatap bantal itu dengan ragu. Ia tidak pernah sedekat ini dengan lelaki manapun sebelumnya, selain Billy. Dan saat dirinya harus berdekatan dengan lelaki lain, sekalipun itu Ben, tetap saja ada rasa canggung dalam hati Evelyn.

Ben yang menyadari keraguan dalam tatapan Evelyn kemudian tersenyum. Senyum yang begitu hangat, seakan meyakinkan perempuan itu untuk menuruti ucapannya. Lelaki itu kembali menepuk bantal di atas pahanya seraya mengangguk lembut, dan melihatnya membuat kecanggungan dalam diri Evelyn pelan-pelan mencair. Perlahan tetapi pasti, ia berbaring dan merebahkan kepalanya di atas bantal yang ditunjuk oleh Ben.

"Maafkan aku sudah merepotkanmu seharian ini," ucap Ben sembari membelai puncak kepala Evelyn. Merasakan kelembutan helaian rambut perempuan itu pada kulit tangannya.

Evelyn menggeleng perlahan. "Tidak. Justru sebaliknya, Aku ingin berterima kasih padamu," katanya kemudian. "Terimakasih untuk hari ini, Ben. Aku benar-benar merasa bahagia."

Ben tersenyum. Mata elangnya menatap dalam, tepat di kedua manik hazel milik Evelyn. "Kau tahu, sepantasnya aku yang berterima kasih padamu. Sejak kau hadir dalam kehidupanku dan Angel, semua menjadi terasa lebih mudah dan menyenangkan. Kau malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan untuk menjadi pelengkap dalam hidup kami, Eve."

Unexpected WeddingWhere stories live. Discover now