ASTA'S | 14

175K 11.1K 117
                                    

Kening mulus cowok itu nampak berkerut. Cowok itu menaikan satu alisnya, menunduk menatap layar handphonenya lalu kembali menatap seseorang disampingnya.

"Terus?" Tanyanya yang disambut cengiran ceria dari gadis disampingnya.

"Setelah download aplikasinya, kakak buka. Tulis nama kakak, buat dunia baru, dan tinggal setting. Di dunia kakak itu bisa malem atau enggak." Nary terdiam sebentar. Sedikit mendekatkan diri kearah Asta dengan raut wajah yang serius. "Kalo malem-malem biasanya keluar zombie-zombie, skeleton, creeper, laba-laba raksasa, dan yang lainnya. Dan disitu kakak bisa milih, main metode creative atau survival. Kalo kakak milih creative, bahan-bahan semua udah tersedia. Tinggal terserah kakak mau bangun apa dan zombie-zombie dan sekutunya gak akan nyerang kakak. Tapi kalo milih survival, kakak harus nyari bahan-bahan sendiri. Dan itu susah. Dan lagi, kalo para zombie dan sekutunya yang udah aku sebutin tadi liat kakak, mereka bakal serang kakak!"

Asta sedikit terkekeh melihat hebohnya gadis itu menjelaskan tentang game ini. Sebenarnya pemuda itu tidak begitu tertarik dengan game yang dijelaskan gadisnya itu. Tapi saat ia melihat gadis itu nampak serius memainkan handphonenya, mau tak mau ia bertanya. Nary langsung antusias melihat kedatangannya pun langsung meminta dirinya untuk mendownload aplikasi permainan itu dan memintanya untuk bermain bersama. Dan inilah yang terjadi. Gadis itu sibuk menjelaskan secara terperinci tentang game itu dengan semangat yang menggebu-gebu.

Asta menggeleng sambil mendorong pelan kening Nary. "Gue bukan minta penjelasan. Maksud gue, emang manfaatnya apa gue main?"

Reaksi Nary ketika Asta bertanya langsung berubah. Ia mencuatkan bibirnya, "Ya biar kita mabar gitu kak! Jadi aku bisa masuk ke world kakak. Caranya sih gampang. Kakak tinggal buka hotspot kakak dan sambungkan ke wi-fi aku. Tenang.... gak makan kuota kakak kok. Kakak bisa matiin data seluler."

"Game ini cocoknya dimainin sama anak kecil. Kenapa lo yang jadi tergila-gila sama ni game? Masih sakit?" Asta menempelkan punggung telapak tangannya di kening Nary. Pemuda itu menghela napasnya pelan sambil menurunkan tangannya dari kening gadis itu.

"Masih anget. Jangan main lagi." Sela Asta ketika Nary ingin mengangkat suara. Asta mengambil handphone Nary lalu mematikannya.

"Mau ke kantin?" Nary menggeleng. Ia menatap Asta yang kini sedang sibuk membaca bukunya dengan kesal. Melihat wajah Asta yang begitu tenang, perlahan rasa kesalnya berkurang. Ia memang paling tidak bisa jika berlama-lama untuk marah kepada cowok yang bernotabene kakak kelas sekaligus pacarnya itu.

Nary mendongak. Menatap langit yang biru sambil berpikir. Bingung ingin melakukan apa. Handphonenya sudah disita Asta. Tanpa handphone, ia tak tahu harus berbuat apa. Lagi pula pemuda itu kembali sibuk dengan buku bercover dark, dan tebalnya mampu menyaingi novel Harry Potter.

"Kak,"

"Hm?"

"Kapan ajarin aku matematika?"

Jari Asta yang hendak membalik lembar berikutnya terhenti. Ia melirik Nary yang memandang kedepan dengan tatapan bosan.

"Mau kapan?"

Dengan wajah berbinar Nary menoleh. "Hari ini aja!"

Namun wajah berbinar Nary perlahan lenyap ketika mendapat gelengan dari Asta. "Kenapa lagi? Kakak punya urusan?" Kesal Nary sambil membuang muka.

Asta kembali menggeleng walaupun tidak dilihat Nary. Ia menatap Nary yang sedang merajuk sambil tersenyum tipis. "Lo masih sakit."

Nary melirik sinis, "Alasan macam apa itu?"

"Lo emang masih sakit. Bentar pulang sekolah di rumah aja. Jangan keluar-keluar, istirahat dulu. Besok kalo lo udah sembuh baru gue ajarin."

"Kakak belakangan ini suka ngoceh ya?" Kata Nary tiba-tiba membuat Asta mengerutkan keningnya, lagi. Wajah Nary sudah kembali ceria, tidak ada ekspresi merajuk dari wajahnya.

Menghiraukan wajah bingung Asta, Nary kembali membuka suara. "Ya dulu kakak pendiam banget sih. Tatapannya datar, walaupun kelakuan kakak bikin baper sih..." tiba-tiba Nary langsung meringis, "Lupakan kalimat yang terakhir. Hm. Tapi belakangan ini kakak suka ngomong panjang lebar. Ya walaupun pas aku sakit kemaren sih. Bikin gemes." Nary kembali terserentak, lalu menatap Asta sambil mengibaskan tangannya perlahan. Rona dipipinya terlihat samar. "Lupain lagi kalimat akhirnya."

Asta kini tertawa renyah, membuat pipi Nary semakin bersemu. "Ngomong apa, hm?"

Nary gelagapan. Dengan refleks ia mendorong pelan bahu cowok di sampingnya itu, menutupi salah tingkahnya. "Lupain deh."

"Jangan sakit lagi." Nary menegakkan punggungnya, lalu perlahan menoleh kearah Asta. Dilihatnya Asta yang menatap lurus kedepan lalu menghela napas. Asta menoleh, menatap manik mata Nary dalam. "Jangan buat gue cemas lagi. Itu nyusahin."

Bahu Nary perlahan merosot. Lalu mengangguk lemah. "Hm."

Entah kenapa, mendengar pintaan Asta dengan suara yang sedikit lirih itu mampu membuat hatinya sedikit sakit. Nary pun baru tahu jika pemuda itu sangat mencemaskannya kemarin.

Isil sempat mengatakan padanya jika kemarin, Isil-lah yang memberitahu Asta kalau dirinya sedang berada di UKS. Tapi tanpa berkata apa-apa dan dengan wajahnya yang tanpa ekspresi, cowok itu melangkah pergi, membuat tanda tanya besar muncul di benak Isil melihat sikap pacar sahabatnya.

"Aku gak bermaksud buat kakak cemas...." entah kenapa mendadak suaranya hilang. Yang mampu untuk dilakukannya sekarang hanya menunduk dalam. "...maaf."

Sebuah tangan menepuk pelan pucuk kepalanya. "Ngapain bilang maaf kalo gak punya salah. Gue gak nyalahin lo."

Nary mendongak, menatap Asta yang kini tersenyum tipis untuknya. "Maksud gue, makan yang baik, istirahat yang cukup. Jangan sakit lagi, nanti gue cemas." Sambungnya lalu menepuk kembali pucuk kepala gadisnya sebelum menarik kembali tangannya untuk turun.

Mata Nary mengerjap pelan beberapa kali lalu memilih membuang muka. Hanya diperlakukan begini saja mampu membuatnya baper sampai-sampai didalam dirinya ingin meledak. Gadis itu menarik napas lalu menghembuskannya. Stay calm, Nary. Batinnya.

"Kita udah berapa lama ya disini? Nanti bisa terlambat lho masuk kelasnya." Nary kembali menunjukkan cengirannya membuat Asta diam-diam tersenyum lega. Cewek itu memang pencair suasana yang sangat handal.

"Mau bolos?" Tawar Asta yang langsung disambut pelototan horor dari Nary.

"Kakak udah gila? Ya kali murid teladan kayak aku bolos?" Sahutnya yang langsung disambung kekehan Asta.

"Setidaknya otak lo masih jalan walaupun lagi sakit."

Asta bangkit dari duduknya. Mengulurkan tangan yang langsung diterima oleh Nary dengan wajah cemberutnya.

"Emang aku bodoh apa?" Sahut Nary tidak terima sambil berjalan disisi Asta.

"Menurut lo?"

"Enggak lah ya. Gini-gini aku masuk lima besar peringkat kelas."

"Iya iya."

"Kakak gak percaya?" Nary kembali melotot.

Karena tak mendapat jawaban selama beberapa detik, Nary menggoyang-goyangkan tangan Asta gemas, "Ihhh jawab.... kan! kembali cueknyaa!!!!"

Asta dan Nary berjalan menuruni tangga, meninggalkan atap sekolah dengan mulut Nary yang tidak berhenti mengoceh.

.

.

.

.

A/N :

Nary emang orangnya suka ngerasa bersalah dan baper. Kayak authornya /ciahh/

Okd. See you.

ASTA'S ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang