51. Step Closer

1.6K 314 57
                                    

Elois menggenggam telapak tangan dingin itu, gadis itu tersenyum dalam pejaman matanya. Ia telah berada disisinya untuk waktu yang lama, membuat rasa simpatinya berubah jadi rasa kasih.

Bahkan pada hari ini. Hari terakhir di mana kewajibannya untuk menemani gadis itu usai.

Suara isak tangis memenuhi ruangan tersebut. Pada akhirnya Rose kalah melawan penyakitnya. Ia sudah tidak bisa lagi bertahan dan gadis itu seolah tahu kapan waktunya akan berakhir. Semalam, ia meminta Elois tetap berada di sisinya untuk menemani hingga pagi menjelang dengan harapan masih bisa menatap wajah tampan itu mungkin untuk yang terakhir kalinya.

Tapi, Tuhan berkehendak lain.

Semuanya telah usai.

Mr. Turner menghampiri Elois yang masih duduk di samping ranjang rawat Rose sambil menggenggam tangan putrinya. Pria paruh baya itu menepuk lembut bahunya.

"Terima kasih karena telah melakukan yang terbaik, Elois." Ucapnya tulus.

Elois menganggukkan kepalanya. Sementara tamu-tamu dari keluarga dekat mulai berdatangan termasuk Max dan Mikaela yang datang karena keterlibatan putra mereka.

"Saya turut berduka cita."

Mikaela menjukkan belasungkawanya dengan sopan. Max melakukan hal yang sama sementara para dokter yang telah berupaya itu memerintahkan para perawat untuk menutupi wajah Rose.

Merasa ada remasan dibahunya, Elois melepaskan tangan dingin dalam genggaman itu dan mendapati ayahnya berdiri di belakangnya. Max menunjukkan sikap yang tenang dan Elois beranjak dari kursinya, membiarkan keluarga Turner berduka di sisi Rose.

"Aku sangat menghargai semua yang Elois lakukan untuk putriku." Ucap Mrs. Turner tulus.

Mikaela balas tersenyum, "Semoga anda dan anggota keluarga lainnya diberikan ketabahan."

Butuh sekitar satu jam sampai akhirnya Elois mengikuti kedua orangtuanya untuk pergi meninggalkan rumah sakit dan menunggu kabar pemakaman selanjutnya. Mereka perlu berganti pakaian.

Max duduk di kursi kemudi, di dampingi oleh Mikaela sementara Elois duduk di belakang sambil memandang keluar jendela mobil.

Sekarang ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap berada di New York. Ia harus memulai langkah pertamanya untuk sebuah lembaran baru. Selama ini ia hanya bertahan di tempat tanpa mengambil tindakan apapun. Ia hanya terus melangkah mundur dan menghindar tanpa melakukan atau mengatakan apapun.

Sekarang, aku harus memperjelas semuanya.

Mobil itu terus melaju, membawa sebuah keluarga kecil itu menuju kediaman mereka yang mewah.

**

"Kau mabuk!"

Luke berusaha melepaskan kedua tangan Chris dari lehernya. Sayangnya gadis itu enggan. Meski berulang kali Luke menghempaskan tangan itu, ia terus melakukan hal yang sama hingga Luke merasa kesal. Ia memang menyukai gadis itu namun ia tidak akan mengambil keuntungan dari ketidaksadaran Chris.

"Christina, berhentilah. Kau tahu aku ini lelaki, 'kan? Jangan sampai rasa nyaman membuatmu lemah." Ucap Luke pelan.

Chris mendengus, melepaskan tangannya lalu menarik Luke untuk bersama duduk di sebuah sofa yang ada di ruang tengah. Ia tidak sepenuhnya mabuk. Ia hanya sedang stres dan butuh pengalih perhatian. Seperti biasa, Luke selalu muncul di saat yang tepat.

"Kau tidak lelah?" Tanya Chris.

"Lelah?"

"Menjagaku seperti bayangan tanpa aku peduli padamu. Kau tahu perasaanku dan kepada siapa aku mendamba." Ucap Chris sambil memainkan jemari dalam genggamannya, milik Luke.

Closer [END]Where stories live. Discover now