Bab 72. Part Special

130K 11.7K 542
                                    

Lucas menatap bingung pada Melisa yang sedang melamum di atas ranjang. Dia terlihat murung dan pandangannya kosong. Tidak biasanya Lucas melihat Melisa serapuh ini. Istrinya itu selalu terlihat anggun dan angkuh. Dagu di angkat tinggi dan nada yang dilontarkan tenang namun menghayutkan bagai riak di tepi air terjun.

Lelaki itu mendekat perlahan. Sebuah figura berada dalam dekapan Melisa. Dia menghela nafas berat. Pemilik foto itu merubah raut wajah Lucas dalam sekejap.

"Ma..." Lucas memanggil istrinya.

Melisa mengerjap, salah tingkah karena ketahuan sedang melamun. "Iya, pa? Ada apa?" Tanyanya mencoba menetralkan suara seperti biasa.

Lucas kembali menghela nafas berat. "Mama merindukan Aeera?" Melisa mengangguk pelan. Dia menatap figura itu dan mengelus-elus wajah gadis di dalamnya. "Papa juga sangat merindukannya." Lanjut Lucas putus asa.

"Pa," Melisa memanggil suaminya pelan. Lucas menoleh dan memandang Melisa lembut. "Mama merasa sangat bersalah." Ucapnya sedih. "Apa yang kita lakukan selama ini salah." Isaknya.

"Ma, tenangkan diri mama." Lucas membawa wanita itu ke dalam dekapannya. Mengelus-elus punggung istrinya lembut. Meskipun selama ini Lucas keras dan mereka terlihat seperti sepasang suami istri yang tidak harmonis. Lelaki itu masih bisa bersikap lembut pada Melisa, terutama di saat keadaan istrinya rapuh begini.

"Mas..." Lucas berhenti mengelus punggung Melisa. Sudah sangat lama sekali Melisa tidak memanggilnya seperti itu. Berkisar hampir dua puluh dua tahun yang lalu, Melisa selalu memanggilnya papa. Mengikuti panggilan Aeera pada lelaki tersebut.

"Ada apa denganmu, ma?" Tanya Lucas pelan.

"Aku merasa tertampar dengan ucapan papa mas kemarin." Lanjut Melisa. "Aku menyia-nyiakan anakku selama ini." Isaknya. "Aku mendukung kamu untuk menjodohkan Aeera pada lelaki yang tidak dikenal. Dulu dia masih sangat belia, dia masih semangat belajar, bermain dengan teman-temannya dan dia..." Melisa tidak sanggup melanjutkan lagi.

"Sudah berlalu. Jangan di ungkit lagi!" Rahang Lucas mengetat. Tidak suka jika mengingat masa lalu yang menyakitkan. Tetapi Melisa menggeleng, sampai kapan pun dia tidak akan pernah lupa pada kejadian tersebut.

"Aku nggak bisa melupakannya, mas." Katanya. "Aku berdosa, tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan anakku." Melisa mengapus air matanya yang mengalir. "Aku begitu egois membiarkannya sendiri, tidak pernah memahami apa kemauannya."

"Melisa, apa yang kamu inginkan?" Lucas bertanya.

Melisa menggeleng, "Aku sedih, mas." Ucapnya berat. "Nggak seharusnya Aeera pergi secepat ini."

"Dia sudah memilih jalannya, Melisa!" Lucas tetap bersikukuh.

Melisa menggeleng tidak setuju. "Aku seorang wanita, mas." Cicitnya. "Seharusnya aku membelanya. Aku seharusnya mendengarkannya"

"Melisa!" Lucas meninggikan suaranya.

Namun Melisa tetap tidak berhenti. Dia sesegukan, menahan nafas agar emosinya terkontrol. "Aku juga dijodohkan dengan mas. Harusnya aku tahu bagaimana menyakitkannya perjodohan itu dengan orang yang nggak dikenal." Lucas diam, membiarkan Melisa mengeluarkan emosinya. "Aku tahu Aeera mencintai lelaki lain, tapi aku menutup semua akses kepedulianku. Aku..., aku ingin Aeera menikah. Menyetujui rencana keluarga mas." Melisa kembali berhenti. "Jika aku menghentikan perjodohan itu, Aeera nggak akan lari sama lelaki itu. Nggak akan keguguran dan meninggalkan kita semua."

Lucas kesal. "Sekarang apa mau kamu, Melisa?!" Tanyanya. Lucas tahu semua kejadian dulu, tetapi dia tidak suka mengungkit masa lalu yang menyakitkan. Dia pengecut untuk membuka hatinya yang terluka.

EX [TERBIT]Where stories live. Discover now