Jogging

1.8K 179 12
                                    

Aku terbungkam saat Malvin mengatakan kalau ia sedang patah hati. Wanita mana yang bisa memutuskannya? Maksudku, kurang apa Malvin itu? Ia tampan, cukup atletis, berasal dari keluarga kaya, masuk kelas internasional sepertiku juga, dan IPK nya juga cukup bagus karena di atas 3,50, ia juga punya kepribadian yang menyenangkan, bukankah dia itu tipe pria idaman sekali? Tentunya tidak lebih baik daripada Kevin. Hehe.

Aku yang penasaran lalu menanyakannya.

"Kenapa bisa putus?"

Malvin mendekat dan tampak serius. Baru kali ini ia sangat serius.
"Ada pihak ketiga. Dia lebih milih orang itu."

Aku tak percaya. "Bisakah alasan yang lebih rasional?" aku menghela napas. "Aku tak tahu bagaimana orang itu, tapi bahkan menurutku kau itu sudah sempurna Mal, hanya wanita bodoh yang memutuskanmu."

"Kenyataannya memang gitu, No. Alasan terbesarnya ya karena udah nggak cocok. Mau gimana lagi kalau udah mentok." Ia menghela napas dalam.

"Dan kamu belum bisa move on darinya?"

"Oh ayolah, No. Gue baru kemarin putus dan lo bilang move on? Hati nggak semudah itu kali, No." ia menyanggah.

"Emm, baiklah. Lalu, apa yang bisa aku bantu?" semoga permintaannya nggak merugikanku.

"Bantuin gue move on!"

"Gimana caranya? Kenapa kamu nggak nyari yang baru aja? Aku jamin pasti cepet dapetnya. Karena kamu itu paket komplit." Aku tersenyum. Ia menjitak kepalaku. "Sakit, Mal!" dengusku.

"Lu pikir gampang apa? Ini urusan hati, No. Nggak bisa dipaksain."

"Mal, sejak kapan kamu melankolis kayak gini?" aku makin tergelak dengan tingkahnya. Satu jitakan lagi di kepalaku. Benar-benar dia! Aku pun membalasnya. "Jangan asal jitak kepalaku dong, Mal. Aset berharga nih, penghasil IPK 4,00."

Ia nggak mau kalah dan memukulku dengan guling. Aku pun mengambil bantal dan membalas memukulnya. Akhirnya nggak jadi curhat, tapi malah asyik main pukul bantal. Hingga suara ketukan pintu terdengar. Aku yang sedikit terkejut berhenti dan mendongak ke arah pintu. Dan karena Malvin masih terus memukuliku akhirnya tubuh kami terjatuh sebab aku tidak mengimbanginya. Bersamaan dengan itu, mamaku yang mengetuk pintu masuk, dan melihatku yang sedang ditindih Malvin. Awkward banget sumpah. Mana mama senyum-senyum gitu lagi.
"Maafin mama yang ganggu kalian. Mama cuman pengen ngasih camilan sama jus ini aja. Sebenarnya mama mau minta episode 12 Love by Chance. Tapi karena kalian masih ada urusan, lanjutin aja, mama mintanya nanti aja." Mama langsung keluar dan nggak menghiraukan aku yang hendak menjelaskan.

Aku memutar bola mataku kesal dan beralih ke Malvin.
"Sampai kapan mau nindih aku kayak gini?" aku melotot.

Ia nyengir. "Sampek keluar." Aku spontan menjitak kepalanya. "Ah, ya ya." Ia bangkit dan kembali untuk duduk. Aku pun sama, membetulkan posisiku.

"No..." ia menggantungkan perkataaannya.

"Heum?" aku menoleh ke arahnya.

"No, gue penasaran." lanjutnya.

"Penasaran apa? Kalo kamu penasaran pengen nyoba begituan, cari yang lain. Gue udah ada yang punya." Aku menjulurkan lidahku.

"Jahat banget lo, No. Maksud gue kan bukan itu."

"Terus?"

"Gak jadi ah, pusing gue. Entaran aja jelasinnya. Gue mau cabut dulu." Ia berdiri dan mengambil kemeja dan tasnya.

"Ao?" aku hanya melongo melihat tingkah anehnya itu. "Itu nggak diminum dulu jusnya?" ia berhenti dan meminum jus yang dibawakan mamaku tadi dengan cepat.

Kevin and Rino [END]Where stories live. Discover now