Pecah

1.1K 122 3
                                    

Aku berlari keluar dari rumah Kevin. Aku tidak tahan dengan apa yang kulihat. Meskipun mungkin saja itu hanya bercanda, tapi tetap saja aku tidak bisa menerimanya.

Aku tak sadar telah menangis di sepanjang jalan pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tak sadar telah menangis di sepanjang jalan pulang. Saat aku sampai di depan rumah aku terhenti karena ada seseorang yang berdiri di depanku. Dia Malvin. Aku yang butuh dikuatkan pun akhirnya memeluknya cukup lama.

Aku masih sesenggukan. Ia hanya menepuk-nepuk pundakku pelan dan tak berkata apa-apa padaku.

 Ia hanya menepuk-nepuk pundakku pelan dan tak berkata apa-apa padaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kenapa rasanya bisa sesakit ini?

"Mal..." aku memanggilnya pelan ketika masih memeluknya. "Apa yang salah denganku? Kenapa rasanya bisa sesakit ini?" aku mengeratkan pelukanku. Malvin pun membalasnya.

"Nggak papa. Nggak ada yang salah sama lo. Tenangin diri lo dulu." Malvin mencoba menenangkanku.

"Tapi, Mal..." aku tak kuat menahan tangisanku. Aku melepas pelukanku dan menunduk. Malvin pun mengusap air mataku pelan.

"Nggak usah nangis. Mungkin lo cuman salah paham doang, kan?"

"Tapi sudah jelas aku tadi melihatnya bersama Ricky..."

"Rino, dengerin gue. Semua yang kita lihat, kadang itu manipulasi. Lo masih ingat tadi? Kevin ngira gue nyium lo padahal sebenarnya gue cuman niup kening lo. Penglihatan manusia kadang kayak gitu. Apa yang dilihatnya nggak mencerminkan kejadian sebenarnya. Makanya dalam ilmu filsafat diperlukan yang namanya bukti empiris, karena panca indera manusia itu terkadang bias." Malvin menjelaskan panjang lebar. Aku pun mendongak melihatnya sambil menahan agar air mataku tidak keluar lagi. Ia menyeka air mataku yang tersisa di pipi.
"Yaudah, sekarang lo masuk aja, tenangin diri dulu. Sebenarnya gue tadi ke sini mau ngomong sama lo tentang rencana baru. Tapi ternyata lo udah ke rumah Kevin duluan dan melihat yang semestinya nggak lo lihat. Gue tahu, pasti ini sulit buat lo. Tapi lo harus kuat." jelasnya lagi. Aku pun melewatinya dan masuk ke dalam rumah untuk menenangkan diri.

 Aku pun melewatinya dan masuk ke dalam rumah untuk menenangkan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sudah pukul sepuluh pagi tapi aku belum beranjak dari kamar tidur. Semalam aku tidak bisa tidur karena terus memikirkan kejadian itu. Mataku pasti merah, membengkak, dan wajahku pasti mengerikan. Aku tidak mau keluar dari kamar seharian ini. Aku tidak mau menemui siapa pun. Aku menoleh ke meja kamarku, ada segelas susu dan makanan. Pasti itu dari mama.

Perlahan aku duduk dan mengambil catatan yang ada di sana.

'Mama pagi ini pergi bersama mamanya Kevin untuk belanja mingguan. Mama nggak tega bangunin kamu karena kamu semalam melewati hari yang buruk, kan? Mama tahu dari Malvin. Kalau kamu sudah bangun, jangan lupa minum susu dan makan sarapanmu ini ya.'

Aku terharu. Mama benar-benar terbaik.

Ah, kenapa berlawanan dengan perkataanku kemarin? Tidak tidak, maksudku mama itu punya kelebihan dan kelemahan. Ya salah satu kelebihannya adalah ini. Dia begitu perhatian.

Aku pun meminum susu itu setengah lalu kembali ke tempat tidur. Mengambil bantal dan guling. Melenyapkan semuanya dalam alam mimpi. Ini merupakan pelampiasan yang aku suka.

***

Malam ini Kevin datang ke rumahku. Ia masuk ke kamarku. Tak ada kata-kata, ia hanya diam tak bersuara.

Aku pun hanya diam menunduk. Rasanya begitu canggung.

Pertama, ia marah karena mengira Malvin menciumku saat bermain basket sore itu.

Kedua, aku marah padanya karena melihat kejadian malam itu saat Kevin menindih Ricky.

Dengan itu, tak ada yang mau memulai pembicaraan atau meminta maaf terlebih dahulu.

"Kalau nggak ada yang mau kamu katakan, sebaiknya kamu pulang. Aku mau tidur." aku yang tak tahan dengan suasana keheningan seperti ini akhirnya mencoba mengakhirinya.

"Tunggu, aku cuman mau menjelaskan tentang malam itu." Kevin mengentikanku.

"Aku kira aku tak ingin mendengarkan penjelasamu sama seperti kamu yang tidak ingin mendengar penjelasanku sore itu karena lebih mempercayai indera pengelihatanmu yang terkadang bias itu." aku menjawabnya dengan cepat. Memang itulah yang kurasakan.

"Kok kamu gitu, No?"

"Bukannya kamu yang mulai?" aku mengelak.

"Aku hanya mempercayai apa yang kulihat."

"Lalu aku juga sama. Hanya mempercayai apa yang kulihat malam itu."

"Kamu jadi menyebalkan!" bentaknya. Aku tidak suka itu.

"Kamu juga!" aku tak mau kalah.
"Lebih baik kamu pulang aja kalau kamu masih egois sama diri kamu sendiri."

"Kamu yang egois! Baik, jadi kamu ngusir aku?" ucap Kevin mengerikan. Lalu ia bangkit dan menutup pintu kamarku keras.

Aku hanya mengacak rambutku gusar. Aku membenci suasana ini.

(OST. PART 2, K.Will - Beautiful Moment)

Aku harus pergi ke rumah Malvin untuk meminta saran padanya.

Sebenarnya ini salahku. Kenapa aku harus menyetujui rencana Malvin itu?

***
TBC

Kevin and Rino [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang