Arc 3 Ch 12 - Diakhiri dengan Inanna

240 23 5
                                    


"Bagaimana waktuku? Berapa lama?"

Emir langsung berteriak di belakangku.

Setelah kalah, Emir menjadi manja dan minta digendong. Yah, aku paham. Dia sudah kehabisan stamina. Aku pun menggendongnya di punggung. Meski aku belum pernah merasakannya dengan tangan, setidaknya, aku sudah merasakannya dengan punggung, lagi.

"Enam menit tiga puluh satu detik." Ibla menjawab dengan normal.

"Hehe, aku bukan juru kunci, kan?"

Aku menurunkan Emir di samping yang lain, di atas tanah yang telah ditutupi tikar. Ketika aku datang, mereka semua sudah duduk, berkumpul di atas tikar sambil makan camilan dan minum teh. Hanya Inanna yang tidak makan. Mungkin dia sengaja tidak mengisi perut sebelum beraktivitas berat.

Inanna melihat Emir dari atas. "Aku tidak tahu apakah waktumu termasuk cepat atau lambat. Tapi, kalau yang kudengar dari suara ledakan, kamu pasti terus melepas bombardir ke sumber aura haus darah dan niat membunuh Lugalgin, iya kan?"

"Eh? Kok kamu tahu? Iya benar," Emir tidak mengelak. "Dan kamu tahu, entah bagaimana caranya, Lugalgin tidak terluka sedikit pun. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa menghindari semua tembakanku."

"Hah..." Inanna menghela nafas. "Lugalgin tidak perlu menghindar. Dia hanya perlu berlari ke arahmu atau ke mana saja. Jarak antara kamu dan Lugalgin cukup jauh. Jadi, niat membunuh yang kamu rasakan adalah posisi Lugalgin beberapa detik sebelumnya. Dengan kata lain, kamu melepaskan tembakan ke lokasi yang sudah ditinggalkan Lugalgin."

"Eh? Tapi aku merasakan niat membunuh Lugalgin bergerak zig-zag, menghindari tembakanku."

"Tidak," Inanna menolak pernyataan Emir. "Dia pasti sengaja agar kamu berpikir demikian."

Inanna dan Emir melihat ke arahku. Aku hanya membuang pandangan sambil bersiul.

"Dan, gara-gara semua tembakan itu, Lugalgin bisa memperkirakan lokasimu dari sudut datangnya, kan? Itu lah yang membuat Lugalgin bisa menemukanmu dengan cepat. Kamu terlalu gegabah."

"Ah.... ternyata."

Emir merespon santai. Tampaknya, dia sama sekali tidak memiliki perlawanan terhadap semua ucapan Inanna. Ya, memang ucapan Inanna benar sih. Justru akan repot kalau dia menyangkal.

Inanna kembali bertanya, "Emir, berapa kali kamu menghadapi lawan dengan niat membunuh yang besar?"

"Sebelum tadi? Mungkin satu kali."

"Hah? Satu kali?"

"Iya, saat Kinum palsu itu menyerang, sehari sebelum aku ke Mariander."

"Lalu, sebelum-sebelumnya?"

"Aku adalah pengguna serangan jarak jauh. Aku tidak pernah merasakan niat membunuh atau aura haus darah. Lugalgin saja yang bisa kurasakan walaupun jarak kami begitu jauh."

Inanna terdiam. Dia melihat ke arahku dengan mulut tertutup dan terangkat sebelah. Matanya sedikit berkaca, menahan mata air.

Aku menghela nafas dan mengusap rambut Inanna.

"Sabar. Setiap orang memiliki keahlian yang berbeda."

"I-iya."

Aku paham perasaan Inanna. Untuk dapat membiasakan diri dengan niat membunuh seperti yang kupancarkan, normalnya, seseorang akan membutuhkan latihan intensif, rutin, dan berat. Dan, selama proses latihan, orang itu harus berkali-kali dipaparkan pada aura niat membunuh. Aku yakin Inanna juga melewati fase ini.

I am No KingOnde histórias criam vida. Descubra agora