Arc 4-3 Ch 6 - Tanggal, Tahun

168 17 14
                                    

seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================


"Aku pulang!"

"Jadi, ini calon istrimu yang baru?"

" ... Halo, bu."

Di balik pintu, berdiri sebuah sosok perempuan berambut panjang coklat dengan tangan menyilang di depan dada, ibu.

Aku sudah bisa merasakan aura keberadaan ibu ketika turun dari mobil. Jadi, aku tidak terlalu terkejut ketika melihat ibu. Bahkan, aku juga tahu kalau seluruh keluargaku, ditambah tante Filial dan Ninshubur juga ada di rumah. Namun, aku tetap terkejut karena mereka tiba-tiba datang. Ngomong-ngomong, tampaknya instingku semakin peka akhir-akhir ini. Atau aku baru sadar saja? Entahlah.

Di lain pihak, aku merasa kasihan dengan Emir dan Rina. Hanya mereka yang tidak bisa berkumpul dengan keluarganya lagi. Ya, mau bagaimana lagi. Tidak semua orang dilahirkan di keluarga ... normal? Tidak! Kalau aku pikir, keluargaku dan keluarga Inanna juga tidak normal, kami hanya sedikit lebih beruntung. Ya, sedikit lebih beruntung karena keluarga kami masih tahu diri.

"Oke, Rina, silakan masuk dan lewati proses wawancaranya."

"Hah? Wawancara?"

"Emir dan Inanna melalui hal yang sama. Jadi, akan tidak adil kalau kamu tidak melalui proses wawancara."

"Eh? Kamu tidak mengatakan apapun soal ini?"

" ... anggap aku lupa."

Aku mengabaikan Rina dan masuk, meninggalkannya dengan Ibu. Ketika masuk ke ruang keluarga, Ninlil dan Ninshubur menyambutku dengan riang. Selama Ninshubur di rumah, aku penasaran apa yang Ninlil katakan sampai dia tampak begitu senang setiap melihatku. Ya, aku tidak akan protes sih.

Ninlil, Ninshubur. Aku baru sadar kalau mereka memiliki nama yang hampir sama. Aku jadi penasaran apa yang terlintas di pikiran ibu dan tante Filial ketika memberi nama pada dua perempuan ini.

"Selamat datang, gin."

"Terima kasih, tante. Maaf, malah jadi merepotkan."

Tante Filial dan Inanna sedang memasak di dapur, menyiapkan makan siang. Hanya Emir dan ayah yang duduk di depan televisi.

"Tadi Emir ingin ikut memaksa juga. Jadi aku meminta om Barun untuk mengawasinya. Dia belum boleh banyak bergerak."

Aku tersenyum masam ketika melihat Emir yang tampak kesal.

"Kamu kelihatan capek banget, Gin."

"Ya, begitulah." Aku merespons Inanna lemas. "Aku mau tidur sebentar, ya."

"Gin!" Emir memanggil. "Kalau mau tidur sebentar, ke sini saja. Tidur di sofa sama aku."

"Hah? Ada ayah. Aku tidak mau."

"Sudahlah! Sini! Aku bosan tahu disuruh istirahat terus!"

***

Setelah aku paksa, akhirnya Lugalgin menurut. Dia tidur di sofa dengan menggunakan pangkuanku sebagai bantal. Baru 5 hari kami tidak bertemu, tapi wajahnya sudah tampak begitu lelah, penuh kerutan. Setiap malam dia memberi laporan kejadian, tapi aku tidak mendengar apapun yang bisa membuatnya kelelahan. Kemungkinan besar, mentalnya yang kelelahan.

Samar-samar, aku mendengar bu Yueni mencecar Rina dengan pertanyaan. Berdasarkan laporan dari Lugalgin, Rina hanya ingin pernikahan diplomatis berdasarkan kontrak. Aku dan Inanna sudah menyiapkan diri kalau dia memang benar-benar jatuh hati pada Lugalgin. Namun, tampaknya persiapan kami tidak diperlukan. Kalau ikatan Lugalgin dan Rina hanya sebatas pernikahan diplomatis berbasis kontrak, kami tidak perlu khawatir.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang