Arc 3-3 Ch 24 - Keakraban

175 24 5
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.


============================================================


"Jadi, Ukin, bagaimana menurutmu?"

"Terdapat probabilitas sebesar 90 persen Lugalgin akan kalah, bahkan tewas."

"Sudah kuduga."

"Eh?"

Aku dan Ukin berbincang-bincang santai. Seharusnya, aku berjaga bersama anggota Agade yang lain. Sebelum operasi dimulai, secara tidak sengaja, aku melihat ada dua titik di langit. Awalnya aku mengira burung. Namun, setelah memperhatikan agak lama dan tidak ada pergerakan, aku mengira dua titik itu bukanlah burung, tapi orang yang melayang.

Melihat keberadaanku tidak memiliki pengaruh, aku pun meminta izin pada Lugalgin untuk pergi, mengecek orang yang mengawasi. Lugalgin memberi izin dan aku datang ke sini. Untuk berjaga-jaga, aku membawa tiga lipan pedang sepanjang lima meter bersamaku.

Ketika sudah dekat, aku benar-benar terkejut dengan sosok yang menonton. Sosok itu adalah Ukin dan seorang perempuan berambut dan mata biru. Aku mengenal perempuan itu. Dia adalah teman Lugalgin, Maila. Mereka berdua mengenakan pakaian militer.

Maila menonton serangan Lugalgin dengan wajah runyam. Tidak terlihat sedikit pun senyum di wajahnya. Di lain pihak Ukin terus menunjukkan senyum

Ukin menyadari kedatanganku, tapi dia tidak menyerang. Dia membiarkanku mendekat begitu saja. Bahkan, ketika aku datang, dia memberi sebuah teropong monokuler, mengajakku menonton sambil mengobrol. Aku pun menurut dan menonton di sebelah kirinya sementara Maila di sebelah kanan Ukin. Dan, perbincangan kami pun dimulai dengan pertanyaan Ukin.

"Mulisu, bukankah kamu di pihak Lugalgin, kenapa kamu malah setuju dengan Ukin?"

Dia baru bertemu denganku tapi sudah menggunakan kamu? Yah, sudahlah. Aku tidak peduli juga.

"Tapi itu adalah fakta, tidak peduli berada di pihak siapa aku."

"Tapi, kenapa? Maksudku, bahkan, saat ini, dia membantai orang-orang keluarga Alhold itu dengan mudah, kan?"

Saat mendengar pertanyaan Maila, aku dan Ukin saling melempar pandangan. Tanpa mengatakan apa pun, kami seolah sepakat memberi satu respon.

"Karena Lugalgin adalah master gerilya, master bertahan. Dia bukan lah master menyerang."

Aku dan Ukin menjawab bersamaan.

"Tapi, itu-"

"Maila," Ukin menyela. "Seperti yang kami bilang barusan, Lugalgin adalah master gerilya. Aku sudah bilang kan kalau yang membuat dia setara dengan kami adalah strateginya, kan?"

"Namun, saat ini," aku menambahkan. "Lugalgin sudah memiliki dua kekurangan. Pertama, dia menyerang, bukan bertahan."

"Tapi, Ukin bilang, dulu dia sering berpartisipasi dalam pembersihan, kan?"

Seolah tidak mau kalah, Maila terus menyanggah pendapatku dan Ukin. Saat ini, aku justru penasaran, sebenarnya siapa yang berada di pihak Ukin dan siapa yang berada di pihak Lugalgin.

"Itu adalah alasan lain kenapa probabilitas Lugalgin akan kalah menjadi sangat besar." Aku menjawab sanggahan Maila. "Maila, sekali lagi aku tegaskan, yang membuat Lugalgin mampu diakui Lacuna dan bersanding dengan kami adalah strateginya. Namun, saat ini, dia tidak menggunakan strategi sama sekali. Dia mengetuk dari pintu depan."

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang