Arc 4 Ch 8 - Bukan Soal Tingkat Kepentingan

193 25 2
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================


"Hah?"

Entah kenapa, tiba-tiba saja, perasaanku tidak enak. Bahkan, perasaan tidak enak ini mampu mengalihkan kesedihan yang semalam kurasakan atau rasa bersalah yang tadi pagi muncul. Ada apa ini?

Teet Teet Teet

Tepat setelah perasaan tidak enak itu muncul, smartphoneku berbunyi sangat keras. Bunyi ini akan muncul secara otomatis ketika sistem keamanan rumah aktif.

Apa ini berarti Emir dan Inanna diserang?

Aku langsung membuka smartphone dan memunculkan proyeksi ke udara. Di udara, di depanku, terlihat 16 persegi menampilkan gambar yang berbeda. Namun, aku fokus pada kamera nomor dua dari kanan dan bawah. Di situ, aku melihat sosok Inanna yang tergeletak, tidak bergerak.

DI gambar itu, terlihat Inanna yang terluka. Bahkan, sebagian tubuhnya tampak hangus. Apa terjadi sebuah ledakan? Aku mengarahkan pandangan ke koridor pintu dan melihat tempat itu juga sudah hangus. Selain bekas ledakan, terlihat banyak sekali peluru berserakan di atas lantai.

Aku kembali mengarahkan pandangan ke Inanna. Tidak terlihat aliran atau genangan darah dari tubuh Inanna. Tampaknya, pakaian anti peluru yang dia kenakan menyelamatkannya. Namun, aku tidak bisa lega. Walaupun mengenakan pakaian anti peluru, dia tetap bisa terluka. Mungkin peluru itu tidak masuk dan bersarang ke dalam tubuh Inanna, tapi peluru yang ditahan oleh kevlar masih memberi efek setara dengan ayunan palu.

Tunggu dulu! Ini bukan waktunya untuk melakukan analisis dengan tenang! Aku harus segera bergerak.

Sebelum aku mematikan layar monitor, terlihat sebuah pergerakan. Di layar, Emir datang dan melepas baju Inanna dengan cepat, memeriksa tubuhnya. Aku sedikit bersyukur ketika dugaanku terkonfirmasi, tidak ada satu pun lubang peluru di tubuh Inanna. Meski demikian, aku masih marah karena kini tubuh Inanna penuh dengan lebam.

Setelah memastikan kondisi Inanna, Emir mengeluarkan telepon dari saku.

Sebuah alunan musik terdengar dari handphone. Panggilan ini hanyalah suara. Emir tidak melakukan panggilan video. Dia pasti menyadari aku sudah melihat kondisi rumah melalui kamera keamanan.

Aku mengangkat telepon. "Emir, bagaimana kondisi Inanna?"

[Antara baik atau tidak,] Emir menjawab. [Kita beruntung tidak ada satu pun peluru yang bersarang di tubuhnya. Namun, kini tubuhnya penuh dengan lebam. Dan, selain itu...]

"Selain itu?"

[....aku akan jelaskan nanti. Yang jelas, Inanna membutuhkan pertolongan secepat mungkin.]

"Baiklah. Aku tutup teleponnya."

[Terima kasih.]

Aku berjalan ke peti arsenal sambil membuat telepon lain.

[Gin?]

Selain suara Ibla, aku mendengar tembakan dan ledakan di latar.

"Ibla. Serangan di rumahku?"

[Saat ini, kami sedang berusaha melumpuhkan serangan mereka. Namun, sangat susah. Selain serangan langsung, mereka juga melancarkan serangan jarak jauh dengan menggunakan artileri dan mortar. Pergerakan kami pun terkunci. Dan, karena Inanna sudah tidak bisa bertarung, kami kesulitan menghentikan peluru mereka.]

I am No KingDonde viven las historias. Descúbrelo ahora