03. Pengakuan

2.5K 176 7
                                    

"Hei!" Seorang gadis berhidung bangir itu menyapa Juan dan duduk di sampingnya. "Minum dulu, nih." Ia menyodorkan botol minuman dingin untuk Juan yang sedang istirahat selesai menjalankan hukumannya.

"Thanks, Caitlin." Juan menyambut minuman itu. Kebetulan, ia benar-benar kehausan sekarang.

Gadis bermata cokelat terang itu menatap Juan yang sedang menenggak minumannya. "Masalahnya apa, sih, kok lo bisa sampai dihukum gini? Rumor yang gue dengar nggak mungkin bener, kan?" tanyanya memastikan. Ia mengenal Juan sejak duduk di bangku SMP. Tidak mungkin temannya itu melakukan hal tidak terpuji seperti itu.

"Nggaklah, Lin. Lo tau gue gimana orangnya," jawab Juan setelah selesai minum. Ia menyisakan seperempat air dalam botol tersebut. "Lo nggak ke kantin?" Juan bertanya balik.

Caitlin menggeleng. "Udah, tuh, beli minum." Ia menunjuk botol minum yang Juan pegang.

"Nggak makan?"

"Nggak lapar. Lagian gue buru-buru pengin ketemu lo. Kepo sama gosip yang beredar." Caitlin terus menatap Juan saat bicara. "Ya, gue kaget aja lo digosipin ngintip toilet cewek. Gila aja kali mereka!" lanjut Caitlin kemudian geleng-geleng. Ia benar-benar tidak mengerti mengapa gosip itu bisa muncul.

"Ada cewek gila yang nuduh-nuduh gue."

"Siapa?"

Caitlin, gadis berdarah Indonesia-Prancis itu tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Juan. Bola mata cokelat gadis itu hanya ada Juan di dalamnya. Namun, berbeda dengan cowok yang ia tatap. Pandangannya lurus pada lapangan basket yang kosong, tidak ada arti apa-apa di sana.

"Adalah. Nggak usah bahas dia. Males." Juan menoleh pada Caitlin kali ini. Ia ingin bicara, tetapi kemudian tertahan. Ia berkedip, lalu mengalihkan pandangan sembari memutar tutup botol. Kini air minum itu ludes.

"Juan," panggil Caitlin risau.

"Gimana kabarnya?" tanya Juan datar. "Lo udah dapat kabarnya dia?"

Hening sejenak. Caitlin bungkam. Serius, kali ini Juan masih membawa orang itu di tengah-tengah mereka? Tidak bisakah Juan hanya bicara dengannya tanpa membawa-bawa gadis itu? Tidak bisakah Juan hanya menjawab pertanyaannya dan bertanya balik tentang Caitlin? Bukan malah bertanya tentang kabar orang lain.

"Caitlin ...."

"Gue nggak tau. Gue juga nggak pernah dikabarin lagi setelah dia pergi." Caitlin mengalihkan pandangannya pada lapangan. Suaranya berubah datar tanpa tenaga. Tidak ada yang lebih buruk daripada berjuang, tetapi tidak pernah diperhitungkan. Orang lain tetap nomor satu di hati Juan, dan itu bukan dirinya.

"Kenapa?"

"Karena dia udah nggak mau ada lo lagi di hidupnya," ujar Caitlin tegas. "Sama kayak lo. Dia pergi tanpa kasih tau apa-apa juga ke gue. Gue udah bilang kayak gini berkali-kali, Juan."

"Lo yakin dia nggak mau ada gue lagi di hidupnya?" Juan terkekeh miris. "Ya, bagus. Itu tandanya dia baik-baik aja. Kalau tanpa gue lebih baik, ya, gue juga nggak masalah. Yang masalah itu kalau dia masih sakit ... atau bahkan kemungkinan lebih buruk."

Tiba-tiba Caitlin berdiri. Ia menepuk-nepuk bagian bokong roknya. "Gue mau ke kantin," ujarnya sebelum melangkah pergi.

Gesrek CoupleWhere stories live. Discover now