04. Balas Dendam

2.3K 149 3
                                    

Suasana kelas begitu ramai, ada yang bernyanyi tidak jelas, ada yang kejar-kejaran seperti kucing dan anjing, ada pula yang ngerumpi. Pelajaran sedang kosong dan sebentar lagi pasti bel istirahat berbunyi.

Seorang gadis dengan ekspresi masam hanya menopang dagu tidak ikut-ikutan membuat kegaduhan. Padahal biasanya ia adalah pemilik suara ternyaring saat ada kegiatan bernyanyi di kelas seperti ini. Apalagi kalau sapu sudah menjadi miknya, pasti gadis itu menjadi pusat perhatian murid sekelas.

“Gea, ada Juan di depan kelas nanyain lo."

Gea menoleh pada sumber suara. Kedua alis yang berkerut itu menandakan bahwa ia bingung. “Juan?” tanya Gea memastikan.

Tika—teman sekelas Gea—mengangguk. Ia baru saja dari toilet dan bertemu Juan depan pintu kelas. Tidak ingin belama-lama, Tika melenggang pergi dan duduk di bangkunya yang cukup jauh dari Gea.

“Ra,” panggil Gea, membuat sahabatnya itu menoleh. 

“Juan tau kelas gue dari mana?” tanya Gea, sedangkan Ara hanya mengangkat bahunya. Sepertinya Gea bertanya pada orang yang salah. Mana mungkin Ara tahu alasannya.

Dengan terpaksa, Gea bangkit dan berjalan ke luar menemui Juan. Ia menebak-nebak apa sebenarnya motif cowok itu menghampirinya di jam belajar seperti ini. Namun, yang terlintas di pikiran Gea hanya hal buruk. Apa pun yang berhubugan dengan Juan dan di dirinya, pasti bukan hal bagus.

“Tahu kelas gue dari mana?” tanya Gea to the point saat berdiri di ambang pintu kelas. Suaranya ketus, tidak ada yang berubah bahkan setelah tahu Juan tidak salah apa-apa.

Juan tersenyum meremehkan. "Jelas gue tau, gue punya mulut dan bisa tanya penghuni sekolah ini kelas lo di mana,” jawab Juan cerdik yang membuat Gea jengah.

Gea memutar bola mata malas. Seolah sosok tampan di hadapannya tidak menarik sama sekali. Iya, sih, tampan. Akan tetapi pertengkaran mereka beberapa hari terakhir ini membuat Gea kesal dengan cowok itu. Ya ... walaupun faktanya Juan tidak bersalah, tetapi rasa kesal kemarin-kemarin belum hilang. Apalagi saat merasa kehadiran Juan saat ini ada yang janggal.

"Ikut gue," ujar Juan sembari menarik tangan Gea, membuat semua pendangan tertuju pada mereka.

“Eh-eh! Apa-apaan nih, lo culik gue!”

Juan tidak memedulikannya. Cowok itu tetap mencengkeram pergelangan tangan Gea kuat, tidak akan membiarkan gadis tengil itu lolos.

“Lepasin, nggak?!” sentak Gea sembari menahan kakinya agar tidak melangkah, tetapi yang ada kakinya malah terseret karena tarikan Juan.

Gea tidak bisa diam bahkan saat mereka sampai pada tempat tujuan, yaitu lapangan basket. Juan melepaskan cengkeramannya dan menatap Gea tepat. Gadis itu menganggap tatapan Juan kali ini sebagai ancaman.

“Diam di sini! Tunggu perintah gue baru boleh melangkah.”

Walau bagaimanapun, Juan adalah laki-laki dan Gea perempuan. Kemarahan laki-laki tetaplah menakutkan bagi Gea yang terbilang berani.

Juan kembali dan menyerahkan alat pel pada Gea. "Bersihkan semuanya," perintah cowok itu dengan senyum sinis yang terlukis di wajah sawo matangnya.

"Apaan lo, ini semua 'kan hukuman lo," kata Gea tidak terima. Bagaimana bisa ia membersihkan lapangan sebesar ini sendiri? Walaupun lapangan indoor dan tidak panas, tetap saja Gea tidak sudi. Ini bukan tugasnya.

"Lo lupa kalau gue bukan cowok mesum yang ngintip cewek di toilet?"

Skak mat. Gea menatap tajam sosok cowok tampan yang kini lebih mirip cowok jadi-jadian di depannya. Bola mata gadis itu berputar jengah, ia kena perangkapnya sendiri. Hukuman Juan akibat ulah dirinya malah berbalik. Sial.

"Jadi lo dendam sama gue, gitu?" tanya Gea dengan suara tinggi, seolah ingin menjelaskan ketidaksukaannya dengan keputusan Juan. Sedangkan orang yang membuatnya emosi hanya menganggukkan kepala santai dengan senyum penuh kemenangan.

Juan menaik-turunkan alisnya sembari tersenyum mengejek. Lalu ia menarik tangan Gea, memaksa gadis itu menerima pel yang tadi ia berikan.

"Lo kok ngeselin banget, sih?" Gea menghentakkan kakinya kesal. “Lo itu cowok harusnya ngalah sama cewek!”

“Kalau ceweknya kayak lo, sih, malas banget gue ngalah. Lagian gue nggak nganggap lo cewek.”

“Sinting lo, ya!” maki Gea kesal. Ia menjatuhkan pel begitu saja mengundang suara berisik. Gadis itu muak, ia berbalik badan tanpa bicara lagi.

“Lo bersihkan lapangan ini atau gue kasih tahu Pak Mul kalau lo salah orang?!” teriak Juan yang mampu menghentikan langkah Gea. “Gue yakin seratus persen Pak Mul akan hukum lo lebih berat dari ini.” Tanpa Gea lihat, senyum kemenangan terukir jelas di bibir cowok itu.

Gea merengek pelan. Mau tidak mau ia berbalik, ekspresinya masam. Melihat Juan yang masih memperhatikannya, Gea berdecak.

Langkah Gea teratur kembali berjalan mendekati Juan. Gadis itu berjongkok untuk mengambil kembali pel yang sempat ia jatuhkan. Tatapan sinis Gea lemparkan pada Juan,  tetapi cowok itu malah menaikkan kedua bahunya tidak peduli.

"Gue pantau lo dari sana." Juan menunjuk tempat yang ia maksud. Setelah bicara seperti itu, ia berjalan ke arah tangga di sisi lapangan, di mana biasanya tempat penonton duduk.

Gesrek CoupleWhere stories live. Discover now