08. Festival

1.9K 120 16
                                    

Seakan tengah ditimpa masalah besar, cowok itu mondar-mandir di kamarnya. Kalau ia setrika, mungkin lantai kamarnya sudah licin. Sesekali cowok itu mendesah kesal atau menjambak rambutnya sendiri dengan frustrasi. Kalau ada yang melihat, pasti ia akan dikatakan gila karena tingkah tidak jelasnya itu.

BRUK

“Argh!” pekik Juan saat kakinya menabrak kaki kursi kayu. “Ngapain, sih, ini ada di sini? Kaki gue jadi nabrak!” Cowok itu menggerutu kesal. Wajah Juan merah seakan menahan amarah pada kaki kursi yang ia jadikan tersangka padahal tidak bersalah.

Sesaat kemudian, muungkin karena sudah lelah, Juan mengganti posisinya dan kali ini tidak kalah gila. Sekarang kaki cowok itu menempel di dinding kamar dengan tubuhnya yang berbaring di lantai.

"Apa gue dateng ke festival aja, ya?" gumamnya sambil menatap kedua kaki panjangnya di tembok.

Cowok jangkung itu melirik arloji hitamnya, pukul 08:32 pagi. Setelah melamun tujuh detik sambil berpikir, cowok itu dengan cepat bangkit. Tidak ingin membuang waktu lagi, ia buru-buru meraih kunci motor di atas meja belajar. Kemudian saat di pintu kamar, ia mengambil jaket hitam yang menggantung dan langsung mengenakannya.


****


Jeidan berjalan dengan wajah kesal menghampiri Juan yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu rumahnya. Weekend-nya terganggu karena cowok itu, padahal ia berencana bangun tengah hari. Kapan lagi coba Jeidan ingin malas-malasan.

“Ngapain, sih, lo datang pagi-pagi gini? Ganggu orang tidur aja,” ucap Jeidan serak khas suara bangun tidur. Wajah cowok itu masih muka bantal, matanya masih berat untuk terbuka lebar.

“Aneh lo, jam segini lo bilang masih pagi?” Juan menunjukkan jam tangannya ke dekat muka Jeidan, sudah pukul 09:05. “Biasanya juga lo berangkat sekolah paling pagi.”

“Ini ‘kan lagi libur, gue pengin bangun siang-siang!” omel Jeidan sembari mendusel di sofa memeluk bantal. “Emangnya mau ngapain, sih, lo ke sini? To the point aja, nggak usah basa-basi. Gue ngantuk, nih."

Juan mendengkus kesal mendengar respons sahabatnya itu. Ia menatap Jeidan yang terpejam. "Festival, yuk?" ajaknya, benar-benar to the point.

Tidak disangka, Jeidan langsung membuka kedua matanya lebar dan berbinar. “Wih, ada apa lo ngajakin gue ke festival?” tanyanya dengan nada menggoda. Ia menatap curiga pada Juan.

“Gue bete di rumah,” jawab Juan berusaha sebiasa dan sesantai mungkin.

“Alah, bilang aja mau ngikutin Gea, ‘kan? Udah jujur aja.” Jeidan menaik turunkan alisnya.

“Siapa juga yang mau ngikutin dia?” Juan mengalihkan fokusnya pada ponsel yang ia pegang. “Gue bete aja di rumah.”

"Oh ... jadi bukan karena Gea, nih?"

"Bukanlah!"

“Ngegas banger, anjir!” Jeidan menimpuk wajah Juan dengan bantal yang dari tadi ia peluk. "Oke, tunggu gue mandi bentar, ya. Gue mau dandan yang cakep, kali-kali aja ada cewek bening yang nyantol." Jeidan berlari ke kamarnya, sementara Juan mengembuskan napas lega karena bebas dari pertanyaan Juan yang tidak bisa ia benarkan.

Sudah lima belas menit setelah Jeidan pamit mandi. Juan sejak tadi hanya memainkan ponsel membuka Instagram-nya. Kini ia sudah bosan menunggu Jeidan, cowok itu mengecek jam berkali-kali.

"Lama amat, sih, lo!" Akhirnya teriakan kesalnya lepas juga. Rumah Jeidan kosong, papanya di luar kota, sedangkan Arvin—kakak Jeidan—sedang mengantar mamanya arisan saat Juan baru sampai tadi.

"Santai kali, Bro. Udah nggak sabar apa, ya, mau ketemu Gea?" Jeidan menuruni anak tangga dengan gaya sok cool-nya.

"Bacot lo. Ayo!"

"Ya elah, gitu aja ngambek lo. Kayak cewek lagi pms, tau nggak?" Jeidan menyusul Juan yang sudah lebih dulu keluar rumah.

Sekitar empat puluh menit kemudian, Juan dan Jeidan baru sampai di tempat festival. Dua cowok itu turun dari motor dan langsung memperhatikan sekitar yang sangat ramai.

"Rame juga, ya," gumam Juan, tetapi masih dapat didengar oleh Jeidan.

"Ya iyalah, rame. Namanya juga festival. Mau yang sepi, mah, sana lo ke kuburan," ucap Jeidan nyolot.

"Pedes banget mulut lo. Abis makan apa, sih? Yaudah ke sono." Juan menunjuk gerbang masuk.

Juan dan Jeidan berjalan masuk ke area festival dengan Jeidan yang masih berkomat-kamit tidak jelas.

"Suka kok banyak alesan," gumam Jeidan sangat pelan.

Juan yang tidak mendengar jelas gumaman itu berhenti dan menoleh pada Jeidan di belakangnya. "Ngomong apa?" tanyanya dengan ekspresi tidak suka.

Tidak peduli, Jeidan berjalan terus meninggalkan temannya itu, sedangkan Juan membuntuti saja.

"Eh ada Gea," kata Jeidan saat melihat gadis pemilik rambut sebahu itu dengan melirik teman di belakangnya. Sementara Juan yang dilirik langsung membuang muka.

"Loh, katanya nggak mau ke sini?" tanya Gea sedikit terkejut melihat dua cowok yang kemarin jelas ia dengar beralasan sibuk.

"Tau, tuh. Nggak konsisten." Jeidan berkata sambil melirik Juan yang masih di belakangnya. Ia pun menekan kata terakhir dari kalimat yang barusan ia lontarkan. Sedangkan Juan tidak menoleh, cowok itu mengusap tengkuknya sambil membuang napas berat.

"Kebetulan atau kebetulan, nih, ketemu di sini?" goda Dio. Ia menyiku Gea yang hanya terdiam. Ya wajar saja kalau ia merasa ini bukan kebetulan.

"Kebetulanlah. Ya kali disengaja ketemu sama dia," jawab Juan tersinggung sembari melirik Gea.

Dahi Gea berkerut. "Idih, siapa juga yang mau ketemu sama lo. Ngerusak momen tau nggak? Katanya kemarin nggak mau ke sini, taunya datang juga!" sahut Gea tidak kalah Judes.

"Udah-udah. Kok malah berantem, sih! Kita ‘kan ke sini mau happy-happy." Dio berusaha menengahi keributan dengan menyebut niat mereka.

"Nah, bener." Ara menambahkan setelah sejak tadi hanya diam.

"Ya udah kita bareng-bareng aja perginya, gimana?" kata Jeidan memberi saran, ia menatap Gea dan Juan bergantian sembari menaik-turunkan alisnya.

Tiga sekawan itu tidak menanggapi. Gea malah berkata, "Yuk, Ra, Yo." Gadis itu menarik tangan kedua temannya.

"Yah, malah pergi," ucap Jeidan, "kejar sana." Cowok itu mendorong bahu Juan yang diam saja. “Cemen banget lo jadi cowok alesan mulu kalau mau ketemu.”

"Lo apaan, sih?!" bentak Juan tidak terima. Mata cowok itu menatap kepergian Gea dan teman-temannya.

“Nggak. Udahlah. Ayo, kita nikmatin festivalnya,” ujar Jeidan. Toh, mau berbicara berapa kali pun, Juan juga tidak akan mengaku kalau ia ke sini karena Gea. Padahal Jeidan yakin seratus persen kalau Juan sudah mulai move on dari Diana ke Gea. Semoga saja.

Gesrek CoupleWhere stories live. Discover now