09. Cemburu

1.6K 129 3
                                    

Bagi Gea, hari ini lebih baik jika dibandingkan dengan semingguan kemarin. Perasaannya jauh lebih bahagia, tepatnya setelah pulang dari festival pada hari Sabtu. Mungkin karena hubungannya dengan Juan kian membaik? Ah tidak juga, ia tidak pernah merasa ada yang istimewa tentang cowok itu.

Sehabis upacara dan guru belum masuk, Gea hanya duduk di bangkunya. Ia menatap kosong ke luar jendela. Namun, lamunannya buyar saat suara Ara mengetuk gendang telinganya.

"Woi! Melamun sambil senyum, mikirin apa lo?" tegur Ara. Ia menyenggol lengan Gea dengan siku.

Gea berdeham beberapa kali sambil menghindari tatapan Ara. "Gue emang melamun, tapi nggak senyum," kilahnya.

"Alasan mulu! Eh, lo tau nggak?"

"Nggak tahu dan nggak peduli," jawab Gea cuek.

"Gue yakin lo bakal peduli kalau dengar apa yang mau gue bilang," ujar Ara yakin.

Gea memutar kedua bola matanya. "Banyak dosa gue temenan sama lo, gosip mulu."

"Gue tadi ‘kan ke kantor ngumpulin tugas, terus di koridor gue liat Juan sama cewek ... gandengan!”

Gea diam beberapa detik, tetapi kemudian ia menjawab, "Nggak peduli juga.” Ekspresi gadis itu datar, cuek.

“Dia dekatin Juan. Lo harus gercep, sih, menurut gue.” Ara terus bicara walaupun Gea tampak tidak acuh. Ia mengenal Gea dengan baik, gadis itu memang tidak pernah secara terang-terangan menunjukkan perasaan sukanya terhadap seseorang. Ia terlihat cuek mengenai sebuah hubungan.

“Lo tau dari mana? Jangan asal nyimpulin sendiri, deh, Ra.” Gea tidak menatap Ara, ia sibuk mengeluarkan buku paket matematikanya dari tas.

"Bukan nyimpulin sendiri, Ge. Jadi gini, kebetulan pas di kantor ada Jeidan. Terus, pas Jeidan keluar gue ngikut. Nah, gue tanyalah itu cewek muka bule siapa," jelas Ara semangat, "dan, Jeidan bilang itu cewek namanya Caitlin, dia emang nempel banget sama Juan."

“Ya udah, sih. Bukan urusan gue juga.” Gea membanting buku paketnya ke meja dari tas. Mood-nya tiba-tiba berubah buruk. Gadis itu diam, tidak memedulikan Ara yang masih saja mengoceh tentang cewek yang katanya berwajah bule itu.

Daripada mendengarkan Ara, ia malah sibuk dengan pikirannya sendiri. Gea membuang napas berat berkali-kali.

*****


Kring kring

Helaan napas lega menggema di ruang kelas XI IPA 2. Tiada kenikmatan di sekolah yang melebihi jam istirahat dan jam kosong.

Semua murid buru-buru menyimpan buku di meja sebelum menuju kantin. Ada juga yang tidak peduli dengan buku dan langsung berlari ke luar kelas. Sepertinya cacing di perut lebih penting daripada buku pelajaran.

"Udah ya, Gea Triplita Kurniawan, jangan manyun terus," kata Ara sambil membereskan bukunya.

Gea spontan mendelik pada Ara, membuat temannya itu nyengir takut.

"Udah, yuk, ke kantin. Dio mana?" tanya Ara mengalihkan topik.

"Ngapain nanya sama gue? Kan, biasanya dia nempel sama lo mulu."

Ara menoleh ke bangku Dio, tetapi teman gemulainya itu sudah tidak di sana. "Oh, mungkin jiwa atlet larinya keluar."

Gadis itu geleng-geleng, lalu ia keluar kelas disusul oleh Ara yang kebingungan. Mood Gea yang akhir-akhir ini sering naik turun membuat Ara repot juga, pasalnya ia jadi kebingungan untuk bersikap.

Keduanya berjalan ke kantin dalam keadaan sama-sama diam. Gea malas ngomong, sedangkan Ara takut kalau ngomong malah salah. Karena menghadapi Gea dengan perasaan yang sedang buruk memang serba salah.

Mereka baru saja sampai di mulut kantin, tetapi Ara sudah berisik di dekat telinga Gea.

"Eh, Ge, itu Juan." Ara menyiku Gea. Ia Menunjuk ke sisi kanan, meja paling sudut.

Kepala Gea menoleh otomatis. Namun ia tidak bisa bereaksi apa-apa saat melihat seorang gadis bergabung bersama Juan dan Jeidan di sana.

Gea merasa di dalam hatinya ada  sesuatu yang tidak bisa ia terima. Entah itu perasaan apa, yang jelas ia tidak suka melihat Juan bersama gadis berwajah pahatan bule itu.

"Udah. Nggak usah diliatin mulu," kata Ara lembut pada Gea yang sedari tadi pandangannya tidak pernah lepas dari Juan. Ia mengelus pundak temannya itu. "Jangan cemburu, jodoh nggak kemana."

"GUE NGGAK CEMBURU!" sentak Gea, tetapi ia masih mengontrol volume suaranya agar tidak didengar pengunjung kantin yang lain.

"Udah, ngaku aja," kata Ara gemas.

Mata Gea masih menatap Juan. Cowok yang hari Sabtu kemarin jalan beriringan dan tertawa dengannya di festival, kini melakukan hal yang sama dengan orang lain.

Dalam hati Gea merutuki dirinya sendiri yang terlalu cepat mengambil keputusan dari keadaan kemarin. Dia pikir Juan memang suka dengannya, ternyata tidak.

Juan dan Caitlin melewati bangku Gea begitu saja. Dia tidak menoleh sama sekali. Cowok itu seolah lupa bahwa di sekolah ini ada siswi bernama Gea yang pernah dia berikan boneka.

Kemarin-kemarin sebelum ada Caitlin, Juan dan Jeidan akan menghampiri bangku yang diduduki oleh Gea, Ara, dan Dio. Mereka akan menghabiskan waktu istirahat bersama, tapi hari ini Juan bahkan tidak menoleh  pada Gea sedikit pun. Jeidan juga tidak berkumpul dengan mereka, dia malah mengekori Juan dan Caitlin. Saat melewati Gea dan teman-teman, dia hanya meringis sambil melambaikan tangan.

******


Setelah keluar kantin dengan perasaan kesal sambil menghentakkan kaki, kini bibir gadis itu mencebik, wajahnya sudah sangat kontras dengan cerahnya langit siang hari ini. Mengingat bagaimana Juan berdampingan dengan Caitlin tadi sungguh membuat hati Gea mendadak panas.

"Emang, ya, cowok itu semuanya sama! Kalau udah ada yang bening dikit aja, langsung nempel!" kesalnya lagi.

Gea berjalan ke taman belakang sekolah setelah dari toilet. Kali ini kakinya tidak tahan untuk tidak menendang batu kerikil yang ada di depan kakinya. Sampai suara orang mengaduh membuat gadis itu mendongak, ia terkejut menemukan siapa korban dari ulahnya.

"Duh, Gea! Lo kalau kesel jangan sampe nendang batu juga kali!" sambar Ara yang entah sejak kapan duduk di bawah pohon rindang tidak jauh dari hadapan Gea. Gadis itu sendirian, tidak bersama Dio yang notabenenya senang mengekori Ara.

“Untung ini batu kenanya ke gue, kalau ke orang lain gimana? Mau tanggung jawab lo?!"

Hati Gea yang sudah diliputi kekesalan yang luar biasa semakin dongkol kala Ara justru menambah mood buruknya. Bukannya menenangkan, temannya itu malah marah tidak jelas.

Ya, kalau Ara mau menyalahkan seharusnya salahkan saja Juan yang seenaknya menerbangkan Gea ke langit, lalu menjatuhkannya lagi hingga dasar jurang. Memang, cowok tidak tahu diri!

"Lo kalau mau marah-marah jangan sama gue!" sentak Gea pada akhirnya. Rasanya, ia ingin memarahi siapa saja yang berada di sana. "Gue lagi nggak mood!"

Ara yang sadar sudah memperparah suasana hati Gea langsung merasa bersalah. Ia berjalan mendekat lalu mengelus pundak sahabatnya pelan. Sebagai sahabat Gea selama bertahun-tahun, sejatinya Ara sudah tahu bagaimana sifat Gea. Apalagi kalau sudah masalah percintaan seperti ini, pastinya akan lebih rumit dari pada permasalahan lainnya. Selain karena Gea tidak mudah jujur terhadap orang lain tentang perasaannya, gadis itu juga keras kepala.

"Maaf. Gue tau lo cemburu, tapi jangan kayak gini juga." Ara merangkul bahu Gea yang naik turun. "Mungkin aja Juan sama si Caitlin itu cuma tem—”

"Gue nggak cemburu!" pungkas Gea. Ia menepis tangan Ara yang berada di bahunya.

Sepertinya benar, Gea sungguh marah terhadap apa yang ia lihat tadi. Hanya saja gadis itu enggan mengakuinya.

"Gue nggak peduli Juan sama cewek bule itu. Kalo mereka pacaran pun—"

"Oke, kalau lo nggak cemburu, buktiin!" tantang Ara sedikit kesal sebab Gea tidak pernah mau jujur dengan perasaannya.

Spontan Gea menoleh. Menatap Ara dengan mata menyipit, terkejut dan tidak mengerti apa yang sahabatnya itu maksud. "Hah? Maksud lo?"

"Lo harus berani deketin Juan kalau emang lo nggak cemburu sama Caitlin."

Mendengar itu, Gea mendecih. "Lo aneh banget, sih? Gue deketin Juan?" Terdengar tawa yang begitu hambar dari mulut Gea. "Ogah banget!" tolaknya mentah-mentah.

"Bukan cemburu, ya? Tapi, lihat  mereka semeja dan ngobrol aja lo udah cabut dari kantin."

"Gue cum—"

"Cuma apa?" Alis Ara terangkat sebelah. "Cemburu? Atau jealous?"

Makin tersudut akan pertanyaan Ara, Gea memejamkan mata sesaat dengan tangan kanan yang mengepal kuat. "Iya, gue cemburu!" Napas Gea sudah tidak beraturan. "Cemburu karena Juan dan Caitlin dekat. Puas?!”

Senyum Ara merekah pada detik selanjutnya sebelum mengatakan, “Banget. Kalau gitu, lo harus perjuangin cinta lo, Ge!”

**

Bersambung ....

Vote dan komennya jangan lupa. 😋


Gesrek CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang