16. Momen

939 87 31
                                    

Sesampainya di kantin, Juan dan Gea segera memesan makanan dan memilih duduk berdua. Biarlah, mereka hanya ingin menikmati momen langka seperti ini di sekolah. Juan merasakan kenyamanan saat bersama dengan Gea, yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Gadis itu mampu membuatnya melupakan bayang-bayang Diana dari pikirannya.  Seperti saat ini, Juan melirik Gea yang sedang menghabiskan somay di piring gadis itu.

"Cewek Bar-bar, pelan-pelan kalau makan," tegur Juan, Cowok itu tersenyum tanpa sadar. "Eh, btw ... Kita bisa akur gini, adem juga, ya."

Gea menghentikan pergerakan sendok menuju mulut pedasnya. "Emang ... lo ngerasa kita akur?" Belum sempat Juan menjawab, Gea melanjutkan, "tapi iya juga, sih, tumben." Gadis itu nyengir, lalu lanjut makan.

"Bisa bahaya kalau gini terus."

Sebenarnya cowok itu mulai khawatir dengan perasaan-perasaan yang mungkin saja menghampirinya. Ia takut perasaan yang ia rasakan pada Gea dapat mengubah perasaannya terhadap Diana. Sungguh, dalam hatinya, Juan masih menunggu gadis itu.

"Bahaya kenapa?" tanya Gea, kedua alisnya terangkat. Masih mengunyah, ia menatap Juan tepat, menunggu jawaban cowok itu.

"Ya ... bisa bahaya, biasanya yang adem-adem bisa bikin nyaman. Nah, kalau udah nyaman susah, pokoknya bahaya," jelas Juan.

"Susah gimana? Bahayanya di mana?" Gea masih bingung dengan jawaban Juan.

"Susah lepas, dan itu bisa bahaya," jawab Juan enteng.

Gea terdiam mendengar jawaban serta penjelasan Juan, hal itu sukses membuatnya memikirkan sesuatu. Memikirkan perkataan Caitlin yang berusaha ia singkirkan. Sekali pun Juan sudah menjelaskan hubungannya dengan Diana yang batang hidungnya saja tidak Gea tahu itu, tetapi dalam hati, ia masih ragu. Ucapan Caitlin masih sayup-sayup terdengar di telinganya.

"Kenapa lo bisa bilang gitu?" tanya Gea lagi. Ia sengaja ingin memancing Juan.

Juan terdiam, berpikir sejenak. Benar kata Gea, kenapa ia bisa bilang begitu? Padahal, kata-kata sok benarnya itu mengalir begitu saja dari bibir tidak tahu dirinya.

"Lo ngomong kayak gitu karena lo udah ngerasain ...." Omongan Gea terdengar seperti pernyataan atau malah sindiran. Tidak tepat pastinya yang mana.

"Biasanya, sih, gitu." Juan tidak tahu harus menjawab apa.

"Aneh. Tapi kalau lo gini terus ke gue, gue juga bisa jadi repot," balas Gea, seketika suara gadis itu berubah ketus—seperti Gea yang biasanya.

"Repot kenapa?"

"Repot ngehindari lo!" jawab Gea. Gadis itu bergegas berdiri dari duduknya.

Bagaikan mendapat vonis, Juan sama sekali tidak bisa berkutik saat mendengar jawaban Gea. Ia tidak berpikir ada alasan untuk Gea harus menghindarinya, tetapi kenapa Gea malah ingin melakukan itu?

Juan menatap nanar punggung gadis itu yang semakin menjauh. Egonya berteriak meminta izin untuk bertindak. Ya, lelaki dan egonya adalah hal yang tidak terpisahkan.

"Lo nggak akan bisa ngehindari gue, Ge. Karena gue yang akan buat lo nggak bisa ngehindar dari gue, entah karena apa pun itu. Lo nggak boleh ngehindari gue," gumam Juan, seolah sosok yang ia bicarakan—masih—ada di depannya. Seolah sosok itu dapat mendengar yang ia ucapkan.

Tanpa keduanya sadari, ada seorang gadis yang memperhatikan mereka. Gadis itu duduk tepat di depan meja Gea dan Juan tadi. Interaksi Juan dan Gea itu membuatnya muak, seharusnya Juan dan Gea tidak akan pernah bisa akur seperti itu, pikirnya.

Cewek berambut cokelat ikal itu meremas roknya. Dadanya bergemuruh tidak terima. Juan, ia sudah menunggu cowok itu sejak lama. Ia sudah sabar walaupun Juan berakhir memilih sahabatnya sendiri, Diana. Namun, saat Diana sudah pergi, Juan masih juga belum bisa menerimanya. Ia tetap sabar dan yakin bisa mendapatkan Juan. Akan tetapi, langkahnya kembali dihambat oleh gadis lain.

Gesrek CoupleWhere stories live. Discover now