15. Cemburu

1K 93 10
                                    

Awan gelap yang menggantung seolah mendukung perasaan Gea pagi ini. Perlahan hujan rintik-rintik turun saat gadis itu masih di lapangan berjalan menuju kelasnya. Gea tidak mengerti mengapa ia harus merasa tidak enak hati hanya karena ucapan Caitlin kemarin. Padahal, ia tidak punya hak apa pun bahkan hanya untuk merasa kesal dengan fakta bahwa Juan sudah punya pacar.

Cowok itu hanyalah orang yang kebetulan masuk ke hidup Gea, sampai akhirnya mereka kenal karena keteledoran gadis itu. Sikap Gea yang terlalu cepat terbawa emosi memang tidak pernah baik dipelihara. Karena sifat itu, Gea sampai pada titik ini sekarang—merasa kesal atas apa yang tidak sepantasnya ia permasalahkan.

Saat langkah Gea mulai memasuki gedung, kepalanya yang sejak tadi hanya memerhatikan ujung sepatu kini terangkat. Langkah lebar bersama suara sepatu menghantam ubin itu berhenti di hadapannya.

Gea mendapati wajah panik cowok itu. Ia masih membawa tas, dadanya naik turun dengan napas memburu. Gea mengernyit, menatap kosong cowok yang sejak tadi ada di pikirannya, kini berdiri tepat di hadapannya.

"Lo nggak apa-apa?" tanya cowok itu, kedua tangannya memegang bahu Gea. Merasa tidak puas, satu tangannya berpindah ke dagu, menggerakkan wajah bulat itu ke kiri dan ke kanan seolah mencari sesuatu.

Tangan itu terlempar saat Gea menepisnya kasar. "Lo kenapa, sih?" tanyanya ketus. Perasaan panas yang kemarin meliputi hati Gea karena ucapan Caitlin ternyata belum padam. Baru saja Juan membuka mulut, Gea sudah beranjak pergi.

Namun, bukan Juan namanya kalau membiarkan gadis itu pergi dengan mudah setelah meninggalkan tanda tanya besar. "Ge, jadi karena itu lo kemarin keliatan kesel sama gue? Karena Caitlin?" Cowok itu kembali mensejajarkan posisi berdirinya dengan Gea.

"Lo tau dari mana?" tanya Gea, penasaran.

"Anak-anak pada nyeritain. Jeidan juga bilang sama gue tadi." Suara cowok itu merendah. Tangannya kembali memegang dagu Gea, ia memerhatikan pipi kiri gadis itu.

Juan menyelipkan rambut Gea di balik daun telinga, setelahnya ia mendesah. "Kenapa lo nggak bilang sama gue?" tanyanya setelah melihat ada sedikit biru di pipi gadis itu. Sedikit saja, tetapi Juan mendapatkan kebenaran dari ucapan Jeidan tadi—Caitlin menampar Gea kemarin di kelas.

"Buat apa gue bilang? Gue mau ngomong apa pun nggak akan merubah apa-apa, kan?!"

"Ge, gue tau lo gampang marah. Tapi, please, kalo itu berhubungan sama gue yang lo dengar dari orang lain, lo tanya dulu ke gue kebenarannya." Suara rendah dan ditekan itu terdengar memohon. Juan melanjutkan, "Gue emang nggak tau apa yang Caitlin bilang ke lo sampe lo marah ke gue. Tapi apa pun itu, gue rasa pasti ada jalan keluarnya."

"Jalan keluar untuk apa?" tanya Gea sarkas.

"Untuk gue dan lo," jawab Juan, "untuk kita. Lo pasti paham ke mana arah pembicaraan gue."

"Kita?" Gea terkekeh. Bagaimana mungkin cowok yang sudah punya pacar bicara seperti itu? "Jangan bercanda. Gue tau lo udah punya pacar, dan nggak ada jalan keluar untuk itu."

Gea melenggang pergi, sedikit berlari. Namun, kali ini Juan membiarkannya pergi dengan mudah. Cowok itu terpaku di tempat. Kepalanya menerka-nerka apa yang sudah Caitlin ucapkan pada Gea.

Apa Caitlin memberi tahu Gea bahwa ia sudah punya pacar? Apa Caitlin memberi tahu Gea bahwa pacarnya adalah Diana?

"Sial!" umpat Juan. Cowok itu menendang udara kosong di depannya. Ia mengacak rambut, lalu memilih pergi dari sana karena bel masuk sudah berbunyi.

Gesrek CoupleWhere stories live. Discover now