07. Taman

2.1K 136 12
                                    

Kedua cowok itu masuk ke taman disambut dengan keramaian dan banyak wajah-wajah glowing. Jeidan dengan wajah merekah menarik Juan masuk, sedangkan Juan memasang wajah malas.

Padahal tadi Juan sudah menolak keras, tetapi Jeidan kukuh mengajaknya ke taman yang katanya baru dibuka ini. Juan juga sudah bilang hendak ke toko roti ibunya, tetapi Jeidan tetap keras kepala. Dan di sinilah ia sekarang, hanya menoleh kanan-kiri yang dipenuhi remaja sebanyanya. Banyak yang masih memakai seragam sekolah seperti mereka.

"Tuh ‘kan, udah gue bilang banyak cewek cantik," kata Jeidan berbangga diri karena apa yang tadi ia katakan pada Juan sebelum ke sini benar. "Jangan galau lagilah. Banyak di sini yang lebih cantik daripada Gea."

"Bego!" umpat Juan. "Siapa juga yang galauin itu orang."

Jeidan mencibir, tidak percaya dengan temannya itu. Ditepuknya bahu Juan. "Gue ke sana dulu, Bro." Ia menunjuk pada kumpulan gadis berseragam sekolah kotak-kotak abu-abu, berbeda dengan yang mereka kenakan. "Lo cari mangsa sana. Move on! Udah bertahun-tahun. Mending lo sama Gea aja udah," ledeknya lalu dibubuhi tawa dibuat-buat.

Juan membuang napas berat. Ucapan Jeidan masuk ke otaknya, apa memang sudah saatnya melupakan gadis pucat itu? Diana, perempuan satu-satunya yang bisa membuat Juan berubah jadi cowok romantis. Cowok paling nyablak di sekolah bisa berubah jadi panikan dan langsung serius jika tahu gadisnya kambuh lagi.

Juan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Memikirkan Diana memang tidak ada habisnya. Sudah hampir tiga tahun ia mencari jawaban dari teka-teki yang gadis itu buat, tetapi Juan tidak pernah menemukan jawabannya. Cowok itu masih tidak mengerti mengapa dirinya ditinggalkan tanpa satu isyarat pun. Padahal ia mengenal Diana dengan baik, gadisnya tidak seperti itu. Ia adalah perempuan baik yang paham betul perasaan Juan. Karena itu, sampai sekarang Juan tidak bisa berhenti menebak-nebak kabar Diana.

Saat pikirannya sibuk mengingat-ingat wajah gadis yang meninggalkannya itu, matanya malah menangkap wajah tidak asing akhir-akhir ini. Ia adalah gadis yang memiliki sifat bertolak belakang dengan Diana. Cewek tengil yang Juan temui karena kesalahpahaman. Cewek bar-bar yang mudah tersulut emosi tanpa mau mendengarkan penjelasan orang lain. Jauh sekali dengan Diana yang selalu tenang dan pendengar yang baik.

Wajah gadis itu tidak terlihat karena ia menunduk, tetapi rambut pendek sebahunya membuat Juan mengerutkan kening. Tidak asing. Seragam putih dan rok abu-abu yang ia kenakan menunjukkan bahwa dirinya adalah pelajar. Ia sedang duduk dan bermain ponsel di bangku taman.

Kaki Juan tertarik mendekat, memastikan dugaannya memang benar. Hanya beberapa langkah, Juan sudah menghapus jarak mereka.

Dan ... benar dugaannya.

Tanpa banyak kata, Juan langsung duduk di samping gadis itu.

Ia mengangkat wajahnya dan menoleh pada Juan. Matanya sempat membulat melihat cowok itu, tetapi cepat-cepat ia mencoba biasa saja.

"Ngapain lo di sini?" tanya Gea. Ah, ini semua karena Ara. Dan sekarang sahabatnya itu tidak kembali-kembali padahal ia bilang hanya ingin membeli minuman.

Juan menoleh, ekspresinya dibuat sedatar mungkin. "Dasar, cabe!" bentaknya dengan suara tinggi. “Ngapain lo mangkal di sini?”

"Bukan urusan lo!"

"Sama siapa lo?!" Kali ini Juan tidak bisa mempertahankan wajah datarnya. Ekspresi kesal sudah tergambar jelas di wajah cowok itu.

Gesrek CoupleWhere stories live. Discover now