10. Nasihat

1.6K 116 10
                                    

Seorang gadis berbaring di kasurnya. Sejak tadi ia berguling-guling tidak jelas. Boneka putih sudah tergeletak di lantai karena ia lempar. Gea membuang napas kasar, kini ia telentang menatap langi-langit kamarnya.

"Juan, Berhenti lo lari-lari di plafon kamar gue!" gerutunya sebal.

Gea mendengkus keras, lalu mengacak-acak rambutnya. Gadis itu tidak habis pikir dengan perasaannya sendiri. Bisa-bisa ia suka dengan cowok menyebalkan seperti Juan.

Tolong digarisbawahi kata ‘suka’. Iya! Gea juga tidak menyangka dengan hatinya yang jatuh sembarangan.


****


Kantin adalah tempat yang selalu dikunjungi setelah bel istirahat berbunyi. Kini murid-murid sedang berhamburan di kantin untuk mengisi perut yang sudah keroncongan meminta makan.

Begitu pula Gea, ia bersama Ara dan Dio ke kantin. Namun sebelum itu, mereka ke perpustakaan terlebih dulu untuk menemani Ara mengembalikan novel.

Dampak yang mereka dapat karena tidak lekas ke kantin saat istirahat adalah tidak mendapatkan meja kosong. Peminat murid ajaran baru mendaftar di SMA Integritas Bangsa setiap tahunnya meningkat, sehingga inilah yang terjadi.

Tiga sekawan itu sudah sampai di mulut kantin, Gea berdecak malas karena lagi-lagi harus menghadapi ini. Berdesak-desakan, panas, dan berisik. Ditambah ia pasti harus berhimpitan untuk duduk saat makan nanti.

“Penuh banget,” ujar Gea kesal. Ya, walau bagaimana pun ia tidak bisa menyalahkan siapa pun.

"Ada Juan, Ge," kata Dio menyenggol lengan Gea.

Ara menjentikkan jarinya dan berkata, “Nah, kesempatan. Lo mesti deketin Juan.”

“Apaan, sih, malas gue,” tolak Gea mentah-mentah. Ia bukanlah tipe perempuan yang berani gerak lebih dulu.

"Ih, nggak boleh nyerah," kata Ara memberi semangat. "Ayo ke sana." Ara menarik paksa lengan sahabatnya itu, dan diikuti oleh Dio.

Akhirnya, di sinilah mereka sekarang. Ara, Gea, dan Dio ikut duduk satu meja dengan Juan, Jeidan, dan Caitlin. Suasana langsung menjadi canggung. Juan dan Gea duduk bersampingan, sedangkan Caitlin duduk di depan Juan.

Juan membahasi bibir bawahnya, kemudian melirik Caitlin yang cemberut. Caitlin adalah gadis yang terang-terangan mengungkapkan perasaannya. Kalau kesal, ia bisa mengungkapnya langsung, dan saat ini Juan berharap dalam hati agar sahabatnya itu bersabar sebentar. Apalagi Juan tahu kalau Caitlin tidak menyukai Gea.

"Eh, ayo mau pesen apa?" Tiba-tiba Jeidan bersuara. Ia tidak tahan dengan atmosfer di sekitar mereka yang tiba-tiba berubah mencekam.

"Gue kenyang."

"Gue kenyang."

Gea dan Juan menjawab bersamaan. Juan menatap Gea tidak percaya. Untuk beberapa detik, mereka saling lempar tatap.

“Lo ngapain, sih, ngikutin Juan mulu? Lo suka sama Juan?” Pecah sudah pertahanan Caitlin. Suaranya menggelegar di penjuru kantin.

Juan memijat pelipisnya. Cowok itu menunduk. Mulai sudah peperangan. Apalagi Caitlin dan Gea sama-sama gadis keras kepala.

“Maksud lo apa nuduh gue gitu?! Lo nggak ngaca lo yang buntutin Juan mulu ke mana-mana? Kayak ekornya Juan aja lo!” balas Gea tidak kalah nyaring.

Hal tersebut membuat orang-orang yang ada di kantin menatap mereka. Penasaran apa yang sudah terjadi di meja tersebut.

Caitlin berdiri dan memukul meja makan. Ia menatap Gea tepat dan penuh amarah. “Heh, gue sahabatan sama Juan udah lama. Sebelum lo kenal Juan juga gue udah ke mana-mana sama dia!”

Gea berdecak. Tidak ingin kalah, ia pun berdiri. “Lo nggak liat meja di kantin penuh semua? Gue di sini karena nggak ada tempat lain,” elak Gea.

Sadar akan perhatian orang-orang pada mereka, Ara menarik tangan Gea. Ia meminta sahabatnya itu sabar dan kembali duduk. Namun, bukan Gea namanya kalau menurut.

“Dan lo tadi bilang apa? Gue suka sama Juan? Asal lo tau, ya, perasaan gue nggak ada hubungannya sama lo!”

Juan mendongak menatap Gea di sampingnya yang berdiri. Ia tidak menyangka gadis itu akan menjawab seperti tadi, ia pikir Gea akan mengelak keras.

“Oh, jadi maksud lo—”

“Udah-udah.” Juan berdiri dan menginterupsi ucapan Caitlin. Tangan cowok itu ia luruskan di antara Caitlin dan Gea.

Kedua gadis itu saling lempar tatap penuh permusuhan. Mata Caitlin yang lebih lebar jelas lebih menakutkan. Namun, Gea tidak takut, ia malah membalas tatapan Caitlin telak.

“Diliatin orang-orang kalian nggak malu apa?”

“Ni cewek, nih, yang semestinya malu udah datangin lo dan duduk di samping lo!” Caitlin menunjuk Gea. Ia tersenyum sinis, merasa menang karena sudah mempermalukan Gea di depan orang banyak. “Satu sekolah juga udah tau gimana dia buat Juan dihukum padahal—”

“Lin, udah—”

“Apanya, sih, yang udah?!” tanya Caitlin, ia memutus ucapan cowok itu. “Gue nggak suka, ya, lo deket-deket sama dia. Jelas banget dia itu suka sama lo, Juan!” Amarah Caitlin sudah ada di puncak. Merasa kehilangan Juan beberapa hari yang lalu karena cowok itu dihukum bersama Gea ternyata berakar sampai saat ini.

“Lo nggak usah teriak-teriak. Gea nggak suka sama gue,” jawab Juan pelan dan lembut. Caitlin, gadis itu tidak bisa dibalas dengan kasar pula. Juan sudah hafal setelah bertahun-tahun mengenalnya.

Caitlin melipat tangannya di depan dada. Ia menatap Gea. “Oh, iya? Coba lo tanya langsung sama orangnya biar jelas.”

“Udalah, nggak penting.” Juan keluar dari sela kursi dan meja. Ia sudah tidak tahan menjadi fokus orang banyak.

Cowok itu keluar, menarik serta tangan Caitlin. Gea menatap kepergian keduanya, di mana tangan Juan menggenggam tangan Caitlin erat.

Bisik-bisik di kantin tidak terelakkan lagi. Gea beberapa kali menangkap tatapan aneh dari murid-murid lain. Gadis itu mendesah berat. Perutnya menjadi benar-benar kenyang.

“Gue ke kelas duluan,” ujar Gea pada teman-temannya. Tanpa menunggu jawaban, gadis itu beranjak pergi dari kantin.

Gesrek CoupleWhere stories live. Discover now