04

4.9K 655 11
                                    

"IBU!!!"

Jimin terbangun dengan keringat dingin membanjiri keningnya. Napasnya tersengal dan degup jantungnya tidak beraturan. Jimin menarik napas dalam dan membuangnya perlahan, sebelum melihat sekelilingnya.

Kamar.

Hela napas berat lolos dari celah bibir tebalnya. Jimin mengusap wajahnya, memejamkan matanya cukup lama. Sebelum menghela napas dengan kasar.

Sudah lama ibunya tidak muncul dimimpinya, dan sekarang datang lagi dengan kalimat yang sama.

Sudah belasan tahun. Bagaimana Taehyung sekarang? Bagaimana hari yang dia lalui? Bagaimana sekolahnya?

Apa dia bahagia?

Jimin selalu bertanya pada dirinya sendiri. Apakah Taehyung bahagia? Karena, jika Taehyung bahagia, itu berarti pilihannya tidak salah membiarkan Taehyung pergi bersama wanita itu. Atau apakah Taehyung terlalu bahagia sampai tak sekalipun menghubunginya untuk mengatakan sendiri bahwa dia baik-baik saja?

Apa dia diperlakukan dengan baik? Apa dia punya saudara yang baik? Yang menyayanginya seperti saudara sedarah?

Jimin juga ingin tau semua itu. Namun semua terasa sulit tatkala dirinya tak tau bagaimana mencari jawabannya. Dia tidak tau sama sekali keberadaan Taehyung. Yang dia tau, Taehyung adiknya, hidup dengan sangat berkecukupan dalam sebuah keluarga terpandang. Dengan nama barunya. Kim Taehyung.

Jimin melirik jam yang menggantung di dinding kamarnya. Astaga! Jimin segera turun dari ranjangnya dan berlari ke kamar mandi yang sebenarnya ada di ruangan yang sama.

Jimin hanya tidak mau terlambat dan berakhir dengan dipecat dari pekerjaan yang susah payah ia dapatkan. Mengingat bagaimana susahnya mencari selembar won di kota metropolitan Seoul dengan cara yang baik.

***

Hiruk pikuk kota seketika menyambut Jimin begitu langkahnya keluar dari gang sempit pemukiman rumahnya. Jimin menghampiri halte terdekat untuk menunggu bus tujuannya. Duduk di bangku yang disediakan bersama beberapa anak sekolah dan pegawai kantor.

Sambil menunggu, ia sesekali bersiul dan mengayun kakinya yang menggantung. Ini adalah rutinitasnya setiap pagi, jadi Jimin tidak akan bosan jika harus menunggu bus agak lama.

Tak berlangsung lama yang ditunggu datang, dan seketika kerumunan orang-orang itu berbondong menaiki bus yang akan membawa mereka ke tempat tujuan. Jimin memilih bangku paling belakang, dia suka berada di sana.

Bus baru melaju beberapa meter saat samar Jimin mendengar suara dari belakang meneriaki bus untuk berhenti. Jimin menengok, dan mendapati seorang pemuda berseragam sekolah berlari dengan tangan yang dilambaikan pada seseorang di dalam bus. Siapapun, asal bisa membantunya menghentikan laju bus terakhir yang bisa membawanya ke sekolah.

Jimin tergerak, ia beranjak dan berdiri di tengah pintu bus yang terbuka, mengulurkan tangannya untuk pemuda yang mulai kepayahan itu.

"Ayo!"

Pemuda itu menatapnya, sedikit tersenyum, sebelum berlari lebih cepat dan menggapai tangan Jimin, lalu melompat ke pintu dan langsung masuk begitu Jimin menariknya. Mereka duduk berdampingan dengan deru napas memburu dari pemuda itu. Jimin memperhatikannya sebentar, sebelum mengambil ranselnya dan mengeluarkan botol air minumnya.

"Ini... Minumlah"

Pemuda itu memandang Jimin dan botol yang disodorkan padanya bergantian. Sementara gerakan tangannya yang tengah menyeka keringat terhenti. Ia menyunggingkan senyum sebelum menerima pemberian Jimin.

✔ MOONCHILD | Park JiminWhere stories live. Discover now