11

4.2K 547 19
                                    

Jimin baru menapaki halaman rumah saat mendengar suara keributan dari dalam rumahnya. Jimin mempercepat langkah, memeriksa apa yang ayahnya lakukan sampai menimbulkan keributan yang mungkin sudah mendapat umpatan dari para tetangga.

"Ayah?"

Jimin membuka lebar pintu masuk yang terbuka sedikit. Di sana, Jimin mendapati dua pria bertubuh kekar tengah memperdebatkan sesuatu dengan sang ayah. Sebelum akhirnya salah satunya menjatuhkan tubuh ayahnya ke lantai.

"Ya!" Jimin menarik mereka menjauh dengan panik, memastikan tidak ada sesuatu yang terjadi pada sang ayah sebelum berbalik menghadap dua orang itu. Membiarkan dirinya jadi tameng untuk sang ayah.

"Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan?!"

"Kau yang siapa bocah? Kami tidak punya urusan denganmu!" Pria berkepala plontos itu mengacungkan telunjuknya, menatap Jimin dengan nyalang.

"Dia ayahku. Apa urusan kalian dengannya?"

"Oh, jadi kau anaknya? Baguslah" Si rambut ikal berujar, terlihat melakukan sedikit peregangan otot. "Ayahmu berhutang pada bos kami dan hari ini adalah jatuh temponya," jelasnya.

"Hutang?"

"Ya, ayahmu berhutang. Dia bilang uang itu untuk dia pakai berjudi dan...." Pria itu tersenyum miring. "Sedikit bermain dengan para jalang"

"Tidak mungkin! Jaga ucapan kalian! Ayahku tidak seperti itu!" Jimin meninggikan suaranya. Bahunya bergerak naik turun seiring napas memburunya.

"Kau tidak percaya bocah?" Si kepala pelontos tersenyum miring. "Kalau begitu tanyakan saja pada ayahmu itu." Dagunya menunjuk pada ayah Jimin yang masih bertahan dalam posisinya. Menunduk.

"Sekarang berikan uangnya pada kami. Kami tidak punya banyak waktu untuk meladeni kalian. Ada banyak yang harus kami tagih hari ini" Si rambut ikal melipat tangannya di depan dada.

Jimin membasahi bibirnya yang terasa kering. "Tapi... Aku belum punya uang—"

"Kalau begitu, bagaimana jika rumah ini jadi gantinya?"

"Jangan!" Air mukanya perlahan melunak, tatapannya penuh permohonan. "Tolong, jangan"

Jimin memejamkan matanya, menahan denyut nyeri dikepalanya. Belum sempat ia mengerti dengan Taehyung yang berubah sikap, sekarang ia dihadapkan pada kenyataan yang membuat kepalanya serasa ingin pecah. Jimin hanya tidak mengerti, kenapa masalah ini harus terjadi secara bersamaan. Jimin pikir, ayahnya sudah berubah.

Jimin meraup wajahnya sebentar. "Aku... Aku pasti akan bayar," sahutnya. "Tapi tolong beri aku sedikit waktu," mohonnya.

Dua pria itu melakukan perundingan, cukup lama, sampai kemudian salah satunya menjawab.

"Baiklah. Kami beri waktu sampai minggu depan."

Jimin sedikit bernapas lega. Setidaknya, dia dan ayahnya tidak akan menjadi gelandangan dalam waktu dekat.

"Tapi jika sampai minggu depan kau tidak bisa membayar, segera tinggalkan gubuk ini sebelum kami yang melempar kalian keluar. Mengerti?!"

Jimin mengangguk paham.

"Ingat itu bocah!" Mereka lalu keluar setelah mendorong bahu Jimin pelan.

Suasana berubah hening setelah itu. Jimin hanya memandang kosong lantai di bawahnya, sementara Park Jun Seok yang kini sudah beranjak masih betah mempertahankan kebisuan di antara mereka. Tak ada yang bisa ia katakan, tidak ada pembelaan diri. Dia memang bersalah. Yang dilakukannya sudah melewati batas. Dan dia tau bahwa semua ini semakin menambah beban yang dipikul Jimin. Rasa bersalah dan menyesal mulai menggerogoti hatinya, dan rasanya sesak.

✔ MOONCHILD | Park JiminOnde histórias criam vida. Descubra agora