22 [END]

9.6K 751 126
                                    

Bertemu ayah dan ibu adalah yang selalu Jimin inginkan dalam hidupnya. Meskipun hanya mimpi, Jimin tidak apa. Sekarang, impian itu terkabul. Ibu dan ayahnya benar-benar ada di hadapannya. Dengan senyum lebar dan tangan terbuka siap memeluknya.

"Jiminie..."

Jimin berjalan mendekat. Setiap langkahnya terasa begitu ringan. Seolah beban yang selama ini hinggap di pundaknya hilang begitu saja.

Matanya memanas, seiring langkahnya yang semakin dekat pada dua sosok yang sangat dirindukannya. Sampai saat ia mendapat pelukan hangat dari mereka, air matanya tumpah tanpa bisa ia cegah.

"Aku merindukan kalian"

Rasa sesak akan rindu yang selama ini ia tahan seketika lenyap meski Jimin tau ini hanyalah mimpi. Setidaknya keinginan untuk bisa bertemu dengan mereka bisa terwujud sekarang. Keinginan untuk bisa merasakan bagaimana rasanya hidup seperti saat ia masih menjadi Jiminie kecil yang tidak tau apa-apa.

Pelukan itu terlepas, kemudian tangan lembut sang ibu menangkup wajah Jimin, menghujaminya dengan banyak kecupan diwajah dan puncak kepalanya. Bersamaan dengan ayahnya yang juga mengusap kepalanya pelan.

Pandangannya beralih pada sang ayah yang memandangnya sendu. Air matanya kembali jatuh kala memori dalam ingatannya hari itu kembali berputar dikepalanya.

"Ayah, maafkan Jimin."

"Bukan salahmu, Jim. Jika bukan karena ayah, kau tidak akan mengambil jalan seperti itu. Iya, 'kan?"

Jimin menggeleng keras. "Ayah tidak salah. Jimin yang salah"

Jimin bergerak memeluk sang ayah dengan sangat erat. Disaat ayahnya mengatakan ini bukan kesalahannya, maka saat itu rasa bersalah semakin menghimpit dadanya dengan kuat.

"Apa ibu boleh bergabung?"

Suara sang ibu menyadarkan keduanya. Mereka tertawa kecil lalu beralih memeluk sang ibu dengan senyum yang mengembang bahagia.

***

Sejak saat ia menapaki ruangan ini, bahkan hingga nyaris satu hari ia habiskan duduk di sana. Yang terdengar ditelinganya hanyalah alat pendeteksi detak jantung yang bunyinya beraturan. Tidak ada suara lain, tidak pula pergerakan dari sosok yang ia tunggui untuk segera bangun dari tidurnya.

Matanya terasa semakin berat mengingat ini sudah lewat tengah malam. Tapi ia bahkan tidak bisa untuk tertidur barang sebentar saja. Ia tidak akan bisa tidur sebelum sosok itu bangun dari tidur nyenyaknya.

Awalnya seperti itu, tapi semakin lama rasa kantuk semakin mengambil alih dirinya, hingga pada akhirnya mata itu terpejam dengan tangan yang masih menggenggam erat tangan sosok itu.

***

"Bagaimana? Apa ada perkembangan?"

Wanita itu menatap penuh harap pada salah satu suruhannya yang baru saja memasuki ruangannya. Mata dengan garis lingkar yang kentara, juga wajah yang pucat tanpa polesan make up membuatnya terlihat berbeda dari dirinya yang anggun seperti biasa. Memperlihatkan bahwa sejak kejadian itu, dirinya tidak memiliki waktu hanya untuk sekedar memoles diri.

"Pelakunya sudah tertangkap." sahut pria dengan setelan jas lengkap dan kacamata berlensa yang bertengger dihidungnya dengan mantap.

Kim Yoon Ha menarik sudut bibirnya. Perasaan lega sedikit membuatnya merasa tenang. Orang itu akhirnya tertangkap setelah satu minggu ia menanti kabar baik dari anak buahnya.

Rasa bersalah yang membelenggunya sedikit membebaskannya. Ya, hanya sedikit. Karena semua ini belum benar-benar berakhir.

***

✔ MOONCHILD | Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang