06

4.4K 609 28
                                    

Bel yang menggantung di pintu masuk berbunyi saat Jimin melangkahkan kakinya memasuki minimarket Paman Kang. Jimin tersenyum pada orang-orang di sana, namun siapapun tau wajahnya menekuk tidak semangat.

Paman Kang menghampiri Jimin yang tengah meletakkan ranselnya di loker khusus pekerja.

"Jim, bagaimana urusanmu? Sudah selesai?"

Jimin menggeleng pelan dengan bahu merosot. "Belum, Paman."

Paman Kang menepuk pundak Jimin memberi semangat. "Berusahalah. Kalian akan bertemu"

Jimin membalas dengan anggukan, sebelum Paman Kang berlalu untuk membiarkan Jimin melakukan pekerjaannya.

Paman Kang sudah mengetahui permasalahan salah satu pekerjanya itu. Bahkan beliau sudah mengetahuinya sejak lama, atau lebih tepatnya setahun terakhir, ketika Jimin mulai mengambil izin hampir setiap hari.

Paman Kang memaklumi, tentu saja. Karena bagaimana pun. Jimin melakukan hal benar, dan lagi, Jimin adalah salah satu pekerja yang ingin selalu ia pertahankan.

Seorang pemuda memasuki minimarket dengan agak terburu-buru. Membawa langkahnya pada salah satu rak dan mengambil beberapa cemilan dan juga susu pisang. Lalu membawanya ke meja kasir.

"Tolong hitung dengan cepat," pintanya, lalu kemudian ia melihat siapa yang berdiri di balik meja kasir itu.

"Kak Jimin?"

Jimin mendongak, mendapati si pembeli yang terburu-buru itu adalah Kim Jungkook, pemuda yang ia temui di bus selama dua hari terakhir. Jimin benar-benar tidak tau siapa saja pelanggan-pelanggan yang datang. Dia bahkan tidak punya cukup waktu untuk mengenali wajah orang lain.

"Jungkook" Jimin menyunggingkan senyum. "Sendiri?" tanyanya saat sudah selesai menghitung dan menyerahkan kantung belanjaannya pada Jungkook.

"Tidak. Aku dengan kakakku." Jungkook menyahut seraya meletakkan beberapa lembar uang di atas meja.

Jimin menelisik setiap sudut tempat, namun sepertinya tak berhasil menemukan seseorang yang kiranya sedang menunggui Jungkook. "Dimana?"

Jungkook tertawa pelan. "Dia di mobil, Kak. Jangan berharap bisa melihatnya, dia itu alergi dengan manusia."

Entah hanya candaan atau bukan, tapi Jimin merasa lucu dengan jawaban Jungkook. Pasti maksudnya kakaknya itu tidak suka keramaian.

"Ah, sayang sekali. Padahal aku ingin berteman dengannya juga"

"Ku rasa akan sangat sulit. Bahkan denganku pun dia tidak begitu dekat. Aku lebih suka menyebutnya batu"

Jimin tertawa renyah. Sedikit mengobrol dengan Jungkook bisa mengembalikan mood-nya. Mungkin lain kali, jika dia mulai merindukan Taehyung, dia akan mengingat pertemuannya dengan Jungkook.

"Aku pergi dulu ya, Kak? Jika terlalu lama, bisa-bisa batu itu akan membuangku ke kandang buaya nanti."

Jungkook melambaikan tangannya sembari berjalan cepat keluar dari minimarket, sedangkan Jimin hanya membalasnya dengan senyum. Sampai Jungkook tidak terlihat, senyumnya perlahan luntur.

***

"Kim Jungkook, kau ini beli susu di depan atau di Kutub Utara, sih? Kau tau berapa lama aku menunggu?"

Sudah Jungkook duga, kakaknya selalu saja seperti itu. Jungkook sampai tidak mengerti kenapa dia bisa memiliki kakak seperti manusia batu di hadapannya.

"Iya, maaf. Tadi aku mengobrol sebentar dengan teman baruku," sahut Jungkook seraya memasang sabuk pengaman, kemudian mobil mulai berjalan perlahan.

"Teman baru yang mana? Ku lihat kau selalu punya teman baru setiap hari," ujar sang kakak tanpa menengok, fokusnya berpusat pada jalanan.

"Itu karena aku ramah pada orang lain, makanya aku selalu punya teman baru," sahut Jungkook dengan bangga. "Tidak seperti Kakak," cibirnya seraya memicing ke arah Taehyung yang mulai memasang ekspresi yang menurut Jungkook sama sekali tidak enak untuk di pandang.

"Tuh, 'kan? Denganku saja Kakak seperti itu." Jungkook mengambil susu pisangnya dan meminumnya.

"Siapa nama temanmu?"

Jungkook hampir tersedak atas pertanyaan itu, memandang sang kakak tidak percaya. Sejak kapan kakaknya menanyakan hal yang dia sendiri bilang tidak penting untuknya?

Jungkook keheranan sendiri, tapi dia tetap menjawab.

"Park Jimin"

Untuk sesaat pemuda yang tengah menyetir itu mematung, tapi kemudian segera mengembalikan raut wajahnya seperti semula.

"Kakak mengenalnya?" tanya Jungkook begitu merasa ada yang berbeda dari sang kakak.

Pemuda itu menggeleng.

"Kak Taehyung yakin?" tanya Jungkook sekali lagi. Dan jawabannya tetap sama.

Kim Taehyung, kembali menggeleng menjawab pertanyaan sang adik. Air mukanya tidak menunjukkan adanya kebohongan dari jawabannya. Ah, bukan. Jungkook bahkan tidak pernah tau apa yang kakaknya rasakan karena ekspresinya selalu sama. Benar-benar sulit ditebak.

"Tidak, aku tidak mengenal seseorang bernama Park Jimin," jawab Taehyung dengan tegas.

Jungkook hanya mengangguk. Kembali menikmati sensasi luar biasa dari setiap tetes susu yang terkecap lidahnya dan mengalihkan pandangannya ke luar kaca jendela, membiarkan keheningan mengisi atmosfir di antara mereka hingga mobil berhenti di sebuah toko buku.

***

Bulan mulai merangkak naik saat Taehyung memasuki pekarangan rumahnya. Ia memarkir mobilnya di halaman depan, membiarkan penjaga melakukan pekerjaannya sementara dia berjalan memasuki rumah.

"Aku pulang!"

Suaranya terdengar hingga ke ruang televisi, membuat seseorang yang tengah bersantai di sana beranjak menghampirinya.

"Taehyung-ah, sudah pulang?"

Taehyung tersenyum, mendekat padanya kemudian memberi kecupan pada wanita yang paling dicintainya.

"Ah, kau ini tidak pernah berubah, Taehyung. Sejak kecil selalu mencium Ibu seperti itu"

"Memangnya kenapa? Aku 'kan anak Ibu," jawab Taehyung cemberut.

Entah kenapa, ketika di depan ibunya sikap Taehyung akan benar-benar berbeda. Seolah dia masih anak berumur lima tahun yang bisa bersikap manja pada wanita itu. Padahal tingginya saja sudah melampaui sang ibu.

Yoon Ha tersenyum sendu, mengusap surai cokelat terang milik Taehyung. Setiap kali Taehyung menyebut dia adalah anaknya, Yoon Ha selalu merasa tertohok. Karena bagaimana pun, Taehyung bukanlah anaknya. Bukan darah dagingnya sendiri.

"Tapi kau 'kan sudah besar, Tae". Yoon Ha menurunkan tangannya. "Lagipula kau sudah punya adik. Kookie saja jarang bersikap manja pada Ibu"

"Jadi Ibu tidak suka kalau aku manja pada Ibu?" Taehyung melipat tangannya di depan dada sambil mengerucut. Membuat Yoon Ha tertawa kecil dan mencubit pipinya gemas.

"Ibu, sakit" Taehyung mengelus pipinya yang kemerahan, bibirnya semakin mengerucut.

"Sudah, jangan marah. Lebih baik Tae masuk kamar. Nanti Ibu panggil kalau makan malamnya sudah siap."

"Oke"

Taehyung membentuk lingkaran dengan ibu jari dan telunjuknya, kemudian menaiki tangga memasuki kamar. Sementara Yoon Ha masih memandanginya dengan sendu.

"Maaf Taehyung-ah. Ibu belum bisa mengatakannya padamu."

TBC

✔ MOONCHILD | Park JiminWhere stories live. Discover now