12

4K 568 53
                                    

"Terima kasih untuk malam ini, Park."

Wanita setengah baya itu melambaikan tangannya pada Jimin yang meringkuk di ranjang king size sebuah kamar VVIP. Jimin sama sekali tidak memandang wanita itu, bahkan juga tidak bergerak sedikitpun. Matanya yang sayu hanya memandang kosong pada dinding berlapis cat kelabu di hadapannya. Sampai cukup lama hanya seperti itu, pandangannya mengarah pada segepok uang yang tergeletak di tepi ranjang.

Sebelah tangannya yang bergetar mencoba meraih uang itu, sementara sebelah tangannya lagi menarik selimut yang menutupi tubuhnya agar lebih tinggi.

Lihatlah, dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu hanya dalam waktu semalam. Bahkan lebih dari gaji dua pekerjaannya bila digabungkan. Sekarang Jimin paham kenapa banyak orang yang memilih jalan ini meski tau mereka akan dipandang menjijikan pada akhirnya.

Jimin mengulas senyum kecil, mengabaikan cairan bening yang hampir keluar dari ujung matanya. Setelah ini, dia bisa membayar hutang ayahnya, dan mereka tidak akan mendapat masalah lagi.

Atensinya ia alihkan pada pakaiannya yang tergeletak di lantai setelah semalam ia lucuti setengah hati. Jimin turun dengan kekusahan, masih dengan selimut yang membalut tubuhnya.

Sambil mengenakan pakaiannya Jimin meringis pelan menahan nyeri. Tak apa. Jimin akan katakan pada dirinya sendiri bahwa ini tidak apa-apa. Tidak masalah. Semua orang pernah melakukan kesalahan.

Jimin baru memasukkan uangnya ke dalam dompet, saat matanya terpaku pada sebuah foto yang terselip di sana. Jimin mengeluarkannya perlahan. Sebuah keluarga yang pernah bahagia.

Ayah, ibu, Jimin dan Taehyung.

Semua tersenyum bahagia. Senyum yang seakan mematikannya perlahan, dari dalam. Pertahanannya runtuh. Jimin menangis.

Tidak, dia tidak boleh seperti ini. Ini sudah menjadi keputusannya, tidak boleh menyesal. Ini adalah pilihannya sendiri, tidak ada yang memaksanya. Atau sebenarnya, takdir yang memaksanya secara tidak langsung.

Jimin hanya berharap, tidak akan ada yang keberatan dengan keputusannya. Jimin berharap, di sana ibunya bisa mengerti, bahwa ini permasalahan hidup. Bahwa terkadang seseorang harus mengambil jalan pintas dengan terpaksa.

Lagipula, Jimin tidak akan selamanya melakukan ini. Setelah hutang ayahnya bisa terlunasi. Jimin berjanji akan berhenti dari pekerjaan gila ini.

***

Menjelang siang, Jimin baru sampai di minimarket Paman Kang. Kala itu dia terlihat lebih bahagia di mata Paman Kang dan rekannya yang lain. Tidak ada yang mencurigai apapun, karena tidak ada yang aneh dari gelagat Park Jimin. Mungkin Jimin memang sedang mengalami sesuatu yang membahagiakannya hari ini. Pikir mereka.

Sikapnya pada pelanggan pun sama. Jimin tetap ramah, atau bahkan lebih dari itu, dia selalu mengajak para pelanggan untuk tertawa, membuat lelucon yang mungkin terasa lucu.

Semua berjalan apa adanya. Tanpa seorang pun tau bahwa di dalam sana, hatinya terasa sakit.

Jimin hanya mencoba membuat dirinya terlihat baik-baik saja. Untuk hari ini dan hari-hari berikutnya. Jimin akan selalu terlihat baik. Tidak ada lagi bekerja sambil melamun, atau bekerja tanpa semangat. Jimin akan baik.

"Jimin" Ia menengok saat Seungwoon memanggilnya. "Bisa membantuku mengangkat kardus di belakang?"

Jimin mengangguk, kemudian menyusul Seungwoon menuju gudang. Bekerja seperti biasa tanpa ada sesuatu yang memperlihatkan bahwa ada yang ia sembunyikan.

✔ MOONCHILD | Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang