▪ TUJUH BELAS ▪

801 47 12
                                    

"I will loving you forever."

____

Pagi ini Ran berjalan santai menuju kelasnya. Ketika Ran baru berjalan masuk ke gedung dua, cewek itu berpapasan dengan Rey yang berjalan dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana abu-abunya.

"Hai, Rey!" sapa Ran seramah mungkin, seolah tidak tahu ucapan Rey yang kemarin.

Rey hanya melirik Ran sekilas, lalu melanjutkan langkahnya tanpa mengucap sepatah kata pun.

Ran menghela napasnya, ia tidak menyerah dan mencoba menyejajarkan langkahnya dengan Rey. "Oh, ya. Gue udah selesai ngerjain tugas OS—"

"Kumpulin di ruang OSIS!" Rey menyela dengan nada membentak. Ia berlalu begitu saja meninggalkan Ran tanpa melirik cewek itu sedikit pun.

Hati Ran mencelos. Biasanya, Rey selalu tersenyum tulus, membalas sapaannya, dan selalu merespon pertanyaan dengan baik. Berbanding terbalik dengan sekarang. Sikap Rey menjadi ketus dan cuek, bahkan menganggapnya sebagai angin lalu.

Rasanya sangat menyakitkan. Tapi, mungkin Ran harus terbiasa. Ini risiko yang harus Ran tanggung.

☁☁☁

Rooftop, tempat Ran berada sekarang. Masih ada waktu tiga puluh menit lagi sebelum bel pelajaran pertama dimulai.

Ran memang sudah biasa datang pagi. Bukan tanpa alasan Ran datang lebih awal ke sekolah. Sebab, saat jam-jam pagi seperti ini angkutan umum masih lumayan sepi.

Omong-omong soal angkutan umum, orang tua Ran memang tidak bisa memaksanya untuk menaiki mobil pribadi. Setidaknya, Ran bisa naik taksi pulang pergi ke sekolah. Namun, Ran sama sekali tidak ingin menaiki taksi. Selain tarifnya cukup mahal, Ran tidak suka hanya berdua bersama supir taksi di mobil.

Hembusan napas terdengar bersamaan dengan angin pagi yang berhembus menerpa wajah Ran.

Rasanya masih ada yang mengganjal walau disatu sisi Ran sudah lega karena telah mengungkapkan perasaannya selama ini kepada Rey.

Kemudian, notifikasi ponsel Ran berbunyi. Cewek itu menyalakan ponselnya dan melihat pop-up chat dari Tara.

Tara: Lo sama Rey kenapa?

Tara: Gosipnya udah nyebar walaupun nggak banyak orang yang percaya berita itu.

Tara: Jangan bilang lo buat Rey teringat masa lalunya?

Ran mengetik sesuatu di layar ponsel.

Ran: Iya.

Tara: Lo gila?! Nanti dia bakal benci sama lo.

Tara: Jangan santai, ini masalah serius!

Ran: Udah benci kayaknya.

Ran: Gue cuma mau Rey tau perasaan gue. Lagi pula, di situ nggak tertera nama siapa yang nulis suratnya.

Ran menutup layar ponselnya, mengabaikan pesan yang masuk bertubi-tubi dari Tara.

Ran sebenarnya baru menyadari sesuatu. Mengapa Rey bisa tahu orang yang mengirim surat itu? Apakah Leon yang memberi tahu Rey? Namun, itu sangat tidak mungkin. Alan? Bahkan, Ran tidak memberi tahu Alan tentang surat itu.

Ran menggelengkan kepala, mencoba menepis nama orang-orang yang mungkin saja memberitahukan hal itu kepada Rey.

Dari pada pusing, Ran memutuskan untuk pergi menuju kelas. Bertemu Ruby dan Grace yang mungkin bisa memberi solusi.

☁☁☁

Jam istirahat tersisa empat menit lagi. Sekarang Ran tengah berjalan menuju ruang OSIS untuk mengumpulkan tugas yang Rey berikan kepadanya.

Ran berjalan menunduk dengan langkah yang agak cepat.

Bruk!

Ran menabrak seseorang yang sedang berjalan berlawanan arah darinya. Sangat kencang, membuat Ran meringis dan mengakibatkan tumpukkan kertas yang ia genggam jatuh berserakkan.

"Eh, sori," cicit Ran pelan sambil mendongak menatap orang yang ia tabrak.

Itu Rey. Cowok itu bersama dua sahabatnya yaitu Alan dan Leon.

Rey menatap Ran tidak suka. "Lo kalau jalan liat ke depan, dong. Jangan nunduk!" ucap Rey sarkas, membuat Ran hanya bisa menunduk meratapi kertasnya yang berserakkan. Untuk bergerak sedikit saja, rasanya tubuh Ran kaku.

"Mata lo kemana?" ucap Rey lagi yang langsung dihadiahi pelototan tajam dari Alan.

Alan tidak tinggal diam, cowok itu menyikut Rey. "Rey, lo apa-apaan, sih?"

Rey tidak menggubris perkataan Alan. Cowok itu hanya melirik Alan sekilas, lalu melangkah pergi dan sengaja menginjak kertas milik Ran yang berserakkan.

Alan mengepalkan tangannya kuat. Cowok itu berjongkok, membantu Ran yang kini membereskan kertas-kertas itu.

Ran membendung air matanya yang hampir terjatuh akibat sikap Rey tadi. Itu membuat dadanya terasa sangat sesak.

"Lo nggak usah ambil hati," ucap Alan seraya menyerahkan beberapa kertas kepada Ran. "Anggap aja angin lalu."

Ran tersenyum tipis dan mengangguk kecil. Melihat itu membuat hati Alan agak sedikit menghangat. Sedangkan, Leon menatap Ran dengan perasaan tak enak hati.

Ran sangat mengenal Rey, cowok itu benar-benar ramah, baik hati, dan manis. Baru kali ini Rey bersifat seperti tadi padanya. Rasanya sangat berbeda, seperti bukan Rey yang ia kenal.

☁☁☁

HAI HAI HAI!!!

Tias balik lagiii :)) Aku sudah usaha untuk up, padahal jari aku lagi bener-bener keram :))

Semoga part kali ini gak mengecewakan. Tapi, yang harus kalian tau, aku bener-bener nggak pede publish LFY. Rasanya ingin ku hanyutkan LFY dari dunia oranye ini :')

Udah lah, don't miss me.

See you. Vomment jangan lupa.

With love,
Tias Gomez ♥

Love for You Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ