MELAYAT KE RUMAH WINA

118 0 0
                                    

"Assalamualaikum. Mayang oh Mayang." Seseorang mengetuk pintu dari luar rumah.

"Waalaikum salam." Mayang berlari ke ruang tamu lalu membuka pintunya.

"Ada apa, Tabitha?" Tanya Mayang kepada temannya itu.

"Mayang, kita harus ke rumah Wina sekarang." Tabitha menarik tangan Mayang.

"Memangnya Wina kenapa?" Mayang terheran mendengar desakan Tabitha. Mungkin ada sesuatu yang sangat penting.

"Pacarnya meninggal tadi malam." Kata Tabitha dengan berat hati.

"Ya sudah, aku ganti baju dulu." Mayang tergesa-gesa masuk ke kamarnya.

         Tabitha menunggu Mayang di depan rumahnya. Setelah itu, Mayang menyusul Tabitha di teras. Mereka berlari tanpa permisi kepada salah satu yang ada di rumah itu.

"Kak Mayang mau kemana?" Tanya Resita heran.

"Kakak mau pergi ke rumah teman Kakak. Pacarnya meninggal." Jawab Mayang seperti orang ketakutan.

         Mereka pergi dari rumah Mayang. Mereka pergi dengan motor Tabitha. Di sepanjang jalan, Tabitha menceritakan kesedihan Wina menghadapi jenazah pacarnya itu. Tanpa Tabitha ketahui, Mayang ikut menangis. Bukan karena Mayang pernah menyukai almarhum pacar Wina. Tetapi ia terbayang wajah Ahya dalam pikirannya.

"Dah sampai." Kata Tabitha.

         Mayang turun dari motor Tabitha. Ia langsung meletakkan sandalnya di halaman rumah Wina kemudian masuk ke rumahnya. Tabitha memarkirkan motornya diantara motor yang lain. Ia pun ikut masuk ke rumah Wina.

"Dimas, jangan tinggalkan Wina. Wina nggak mau kehilanganmu, Dimas. Wina sangat menyayangimu. Selama kita bersama, nggak pernah Wina biarin lelaki lain masuk ke hati Wina." Wina menangis sesengukan meratapi jenazah pacarnya itu.

"Wina yang sabar, ya. Ikhlaskan Dimas. Doakan dia agar diterima di sisi Allah SWT. Jangan pernah putus untuk mendoakan dia, Wina. Wina kan masih punya Mayang, Tabitha, sama yang lain." Mayang menghibur Wina yang menangis terisak-isak.

"Iya, Win. Ini cobaan. Setiap apa yang hilang darimu, Allah akan ganti menjadi yang lebih baik. Mungkin saat ini Allah mengambil Dimas. Tapi percayalah, Wina. Allah akan memberikan seseorang yang lebih baik dari Dimas." Kata Tabitha sambil memeluk Wina.

"Wina, maaf ya. Dimas meninggalnya kapan? Dan kenapa?" Tanya Mayang dengan berat hati dan tak ingin menyinggung Wina yang sedang berduka.

"Ta-tadi malam, Mayang. Kecelakaan." Tangisan Wina pecah setelah memberitahu waktu dan penyebab kematian Dimas kepada Mayang. Mungkin baginya itu sangat menyakitkan.

"Oh, yang tabah ya Wina." Ujar Tabitha sedih.

"Wina u-udah ikhlas kalau Dimas pergi. Tapi Wina nggak akan pernah lupa mendoakan Dimas dalam setiap sholat Wina." Ujar Wina di sisa tangisannya tadi.

"Jenazah Dimas udah dimandikan, Win?" Mayang berbisik di telinga Wina.

"Udah, Mayang. Mungkin sebentar lagi mau dishalatkan. Setelah itu, baru dikebumikan." Jawab Wina dengan suara yang serak.

         Seluruh keluarga Dimas dan Wina mengambil wudhu di kamar mandi kecuali yang tidak beragama Islam, anak kecil, dan wanita yang sedang haid. Para pelayat membawa jenazah Dimas ke masjid. Setelah itu, jenazah Dimas disholatkan setelah Zuhur. Sepanjang sholat jenazah, Wina kembali menangis dan lebih sulit untuk dihentikan.

"Apakah jenazah ini baik?" Tanya seorang imam yang mensholatkan jenazah Dimas.

"Baik." Jawab seluruh pelayat.

"Ba-baik." Jawab Wina dalam keadaan menangis.

"Alhamdulillah." Ujar seorang imam.

         Setelah disholatkan, jenazah Dimas diangkat ke pemakaman dengan keranda. Para pelayat sedihnya bukan main. Terutama Wina yang masih dalam genggaman Tabitha dan Mayang. Jenazah Dimas sampai ke pemakaman. Ayah Dimas, ayah Wina, dan paman Dimas memasukkan jenazah Dimas ke liang lahat. Saat melihat jenazah Dimas dimasukkan ke liang lahat, Wina pingsan. Tabitha dan Mayang menggendong Wina ke rumahnya. Untung saja mereka kuat. Akhirnya, Dimas dimakamkan dan ditaburi bunga.

"Ta-Tabitha, Ma-Mayang." Lirih Wina yang sudah sadar dari pingsannya.

"Iya, kami disini sayang." Kata Tabitha sambil mengelus kepala Wina.

         Mayang dan Tabitha memeluk Wina yang baru sadar dari pingsannya. Mungkin mereka merasakan apa yang dirasakan oleh Wina. Dan yang pasti itu sangatlah menyakitkan. Mayang pun semakin terbayang wajah Ahya.

"Wina, kami pulang dulu. Turut berduka cita ya, sayang." Mayang dan Tabitha berpamitan memeluk Wina.

"Terima kasih, Mayang dan Tabitha. Kalian adalah teman terbaik yang kumiliki." Ucap Wina dengan penuh kesedihan.

"Sama-sama."

         Selain mengucapkan belasungkawa kepada Wina, Tabitha dan Mayang juga mengucapkannya kepada seluruh keluarga Dimas sembari berpamitan. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Tabitha pulang sendiri naik motor dan Mayang dijemput oleh adiknya, Adit.

Cinta Dalam DiamWhere stories live. Discover now