Potensi Untuk Berkuasa

19 0 0
                                    

Allah adalah Tuhan, yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan "Lord", istilah yang juga digunakan untuk orang-orang yang dianggap memiliki kekuasaan tertentu. Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menciptakan manusia yang bersifat ketuanan (the Mastership). Oleh karena itu, manusia ditetapkan Allah untuk menjadi "tuan" atas ciptaan yang lain. Alkitab mencatat, "Allah memberkati mereka: ... penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (). Otoritas manusia sebagai tuan atas seluruh bumi diberikan oleh Allah pencipta, supaya manusia menunjuk kepada kemahakuasaan dan kedaulatan Allah. Manusia bukanlah tuan atas segala tuan, sebagai tuan, manusia tetap harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada tuan atas segala tuan, yaitu Allah Sang Pencipta.

Kejatuhan manusia dalam dosa tidak menyebabkan potensi ini hilang, tetapi penggunaannya telah menyimpang dari tujuan semula. Sepanjang sejarah, manusia selalu ingin memiliki kuasa atas sesuatu dan bila ada kesempatan, kuasa atas sesamanya. Banyak orang yang haus akan kekuasaan tanpa mengerti dengan jelas arti kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan adalah jalan untuk membawa yang dikuasai untuk mencapai tujuan tertentu yang telah disepakati bersama. Artinya, kekuasaan yang dipegang seharusnya akan membawa orang-orang di bawahnya mencapai tujuan yang baik yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain, penguasa dapat berbahagia bersama orang-orang yang ada di bawah pengaruh kekuasaannya. Faktanya, manusia ingin berkuasa. Setelah berkuasa, manusia sering menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan golongannya saja. Maksud kekuasaan diselewengkan sebagai jalan untuk mencapai kekayaan. Itu sebabnya kita tidak perlu heran apabila orang yang berkuasa sering menghalalkan segala cara, bahkan tidak mengindahkan hidup orang lain.

Kekuasaan semacam ini jelas menyimpang dari tujuan semula. Tujuan Allah memberi potensi untuk berkuasa adalah agar manusia dapat memimpin seluruh ciptaan yang lain kepada tingkatan hidup yang lebih baik, lebih teratur, dan semuanya dalam rangka memuliakan Allah.

Sikap haus akan kekuasaan dan menyalahgunakan kekuasaan tampak dalam setiap bidang kehidupan. Sifat ini sudah terintegrasi dalam diri setiap manusia yang sudah terkontaminasi dengan dosa. Oleh sebab itu, demi mendapatkan kekuasaan, orang sering tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku secara umum, apalagi firman Tuhan. Dalam kehidupan politik hal ini terlihat lebih halus, namun esensinya selalu bagaimana mengalahkan, bahkan menyingkirkan lawan politiknya. Dalam bidang ekonomi tampak lebih kasar. Tidak peduli apakah pengusaha lain akan bangkrut karena perang dagang, yang penting bagaimana barangnya sendiri laku keras di pasaran. Dalam bidang agama, dalam kehidupan bergereja sekalipun, praktik kolusi dan nepotisme tetap subur. Bagaimana agar tampuk kepemimpinan tidak jatuh kepada orang yang tidak sealmamater dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Istilah "menjilat" yang sering digunakan dalam kehidupan di luar gereja tetap dapat disaksikan dalam kehidupan gereja walau dengan cara yang lebih halus.

Sifat haus akan kekuasaan dan menyalahgunakan kekuasaan akan berakibat kepada lukanya hubungan-hubungan interpersonal dan tertindasnya orang-orang yang lebih lemah. Jika demikian, benarlah bahwa manusia adalah serigala bagi sesamanya. Yesus pernah berkata bahwa barang siapa hendak menjadi pemimpin hendaklah ia melayani. Kenyataan yang ada, pemimpin sering menjadi penindas, predator yang tidak berbelas kasihan, dan tidak peduli terhadap nasib apalagi perasaan orang lain. Karena itu, setiap insan kristiani seharusnya mampu menampilkan kekuasaan yang dimilikinya dalam takut akan Tuhan sehingga dunia di sekitarnya bahkan dirinya sendiri dapat dibangun olehnya.

Manusia Abadi [SELESAI]Where stories live. Discover now