Recognition

329 31 0
                                    

Kim Seokjin lahir di Korea tanggal 4 Desember 1987. Di tahun 2017, ia genap berusia 30 tahun. Usia yang tak cocok dengan wajah mudanya yang seperti vampir, tak menua walau telah menginjak kepala tiga. Seokjin kecil harus ikut dengan kedua orang tuanya ke Jepang saat berusia 2 tahun. Di negeri sakura itu lah orang tua mereka membangun usaha penginapan di sebuah pantai yang masih belum terlalu disentuh oleh wisatawan. Dengan dana dan usaha yang keras, ayahnya membuat tempat itu menjadi surga bagi para wisatawan hingga penginapan sederhana menjelma menjadi resort yang besar. Setelah sukses, Tuan Kim kembali membangun perusahaan property di Korea walau keluarganya tetap berada di Jepang. Kim Namjoon lahir di tahun 1990 di susul Kim Yoorin dua tahun kemudian dan Kim Taehyung si bungsu di Tahun 1993. Semuanya lahir di Seoul, Korea Selatan. Hanya lahir di Korea lalu kembali ke Jepang menemani ayahnya.

Barulah semua keluarga itu kembali ke Korea tahun 2014 ditandai dengan kedatangan Yoorin dan ibunya setelah sebelumnya Seokjin, Namjoon dan Taehyung melanjutkan kuliah di Korea. Tahun itu sudah 5 tahun sejak ayah mereka meninggal. Duka yang teramat membuat resort di Jepang di jual dan terfokus pada perusahaan impian almarhum Tuan Kim yang sedang berkembang.

"luar biasa." kedua mata Seokjin tak berkedip menatap kotak merah besar berisi hadiah untuk ulang tahun adik bungsunya. Hadiahnya dipesan 2 bulan yang lalu spesial untuk merayakan ulang tahun Tae yang ke 24 tanggal 30 Desember esok. Sebuah permadani berbulu dengan motif macan terbungkus rapi dengan plastik tebal agar barang impor dari Prancis itu tak lecet sebelum di raba-raba oleh Taehyung.

Keluarga Kim punya selera fashion yang bagus. Seperti Seokjin dan Yoorin yang menyenangi barang-barang simple yang harganya tak sesimple penampakannya. Lalu Namjoon dan Taehyung yang sering mengenakan pakaian unik, untuk Taehyung adalah barang unik yang mendekati aneh sebenarnya. Contohnya seperti topi baret merah dan coat motif macan dengan totol dimana-mana yang dipakai saat berbelanja di mall dalam rangka hari ulang tahun Seokjin 4 Desember lalu. Ahh, masih terbayang ekspresi Jihyun yang menutup wajah saat berjalan dengan Taehyung. Tae bersahabat dengan adik bungsu Jimin itu. Namun untuk pertama kalinya Jihyun tahu bagaimana ekstrimnya selera fashion adik kesayangan Yoorin itu.

Seokjin kembali menutup kotak itu sebelum turun dari mobil untuk menerjang dinginnya suhu di akhir bulan Desember ketika akan kembali masuk ke restoran Jeon Jina. Sebulan ini dia bisa datang dua sampai tiga kali seminggu di sana. Kali ini dia datang untuk makan, tapi hanya ingin memastikan sesuatu.

"apa besok restoranmu masih buka? Besok kan malam tahun baru." bisa terlihat jelas daun telinga Seokjin yang memerah setelah melepas penutup kepala dari jaket musim dingin berwarna hitam yang dikenakannya.

"masih. Tapi hanya sampai jam makan siang saja. Aku akan pulang ke Busan jam 2 siang besok." Jina menjawab. Keduanya hanya berdiri di dekat pintu masuk. Seokjin menolak untuk duduk dengan alasan setelah bertemu maka dia harus ke toko kue untuk memesan kue tart kesukaan Taehyung. Hyung yang sangat sayang pada adiknya.

"baiklah. Aku akan datang sebelum itu."
"Jina-ssi, aku pulang dulu."

Seokjin pergi tanpa memberi kesempatan pada Jina untuk bertanya kau mau datang untuk apa? Punggung tegap nya berlalu dan hilang bersama dengan laju mobil hitam yang dikendarainya.

Seokjin tak sepenuhnya yakin dengan apa yang akan dilakukannya hari ini

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.


Seokjin tak sepenuhnya yakin dengan apa yang akan dilakukannya hari ini. Mobil sedan hitamnya hanya bergerak dikisaran 30 km/jam di jalan kota Seoul yang tak terlalu ramai. Jam di pergelangan tangan membuatnya sadar jika ia harus menginjak pedal gasnya sedikit lebih dalam agar mobilnya melaju dengan kencang.

Jam menunjukkan pukul 13 lewat 12 siang. Beberapa menit lagi Jina harus berangkang ke stasiun untuk naik kereta cepat menuju Busan. Kuku-kukunya bergerak atas-bawah mengetuk permukaan meja kayu di dalam ruangan pribadinya di restoran. Kenapa Kim Seokjin belum datang juga?

"nona, ada pelanggan yang mencarimu di luar." pasti dia. Pikirnya lalu bergegas keluar dari sana. Lakukan dengan cepat dan segera pergi ke stasiun.

"akhirnya kau datang juga Seokjin-ssi, sebentar lagi aku akan pergi ke stasiun."
"apa ingin makan sesuatu? Aku akan suruh pelayan membuatkannya untuk--"

Hari ini dia datang bukan untuk makan, lebih dari itu dan hal yang ingin dilakukan Seokjin sungguh diluar dugaan. Dengan keyakinan penuh, tangannya meraih kedua tangan Jina. Di genggam dan di rasakan dengan seksama hangat dari tangan itu. Perilaku Seokjin sontak membuat Jina teramat kaget.

"ada apa ini Seokjin-ssi?" kening wanita cantik itu berkerut, alisnya nyaris bertaut dan tatapan mata cemas menatap sosok lancang di depannya. Jujur saja, Jina merasa sangat risih dengan sentuhan tangan besar pria itu.

"entah apa setelah ini kita masih beteman baik atau tidak, tapi aku harus mengakui ini."

Seokjin diam sejenak. Mengatur napasnya yang memburu dan kian bergejolak seperti badai musim salju.
"Jina-ssi, aku suka padamu. Mungkin aku juga cinta padamu."

Dalam dada Jeon Jina seperti telah terjadi ledakan besar, bagai gunung merapi yang memuntahkan lahar panas hingga ke pemukiman penduduk, ia pun ingin memuntahkan rasa terkejutnya. Danau tenang diantaranya dan Seokjin seperti menggila setelah dijatuhi bongkahan meteor dari langit. Kenapa?

Mungkin Seokjin tak pernah menginginkan penolakan atau rusaknya hubungan baik mereka, namun Jina menunjukkan sebaliknya. Jina menarik pelan tangannya dari genggaman Seokjin. Ia bahkan menolak untuk sekedar melihat kesungguhan di dalam mata Seokjin. Entah ia sedang marah atau muak dengan pengakuan tiba-tiba si Kim itu.

"mianhae Seokjin-ssi, ini waktunya aku pergi ke stasiun." tak cukup dengan perlakuan Jina yang melepas genggamannya, kali ini dia pun pergi meninggalkan Seokjin sendirian tanpa pernah menoleh pada sosok yang pertama kali dalam hidupnya merasakan kehancuran karena cinta. Ia tak meneteskan air mata atau berteriak seperti orang sinting, dia hanya diam.

Jeon Jina menolehkan luka sayatan tipis yang mendalam di dalam hati Kim Seokjin. Bisakah ia pulang dan berlari ke pelukan ibunya sama seperti ketika ia menangis kerena anak tetangganya di Jepang yang merebut robot-robotannya. Jika ia tak malu dengan umurnya mungkin Seokjin akan melakukan itu seperti pria lemah dan bertanya apa yang kurang pada anak eomma ini? Aku tampan, baik, mapan. Apa yang kurang sampai Jina bahkan tak ingin melihatku?

31 Desember 2017.

31 Desember 2017

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.
Another Guardians ✔️Kde žijí příběhy. Začni objevovat