West Village

206 22 0
                                    

Adakah yang berpendapa jika hidup itu mudah ditebak? Mungkin itu hanya berlaku bagi orang yang tidak percaya pada Tuhan dan sesuatu yang disebut dengan takdir. Nilai A+ pun tak sepadan dengan bagaimana Tuhan mengatur takdir manusia. Mungkin aku tak serajin Seokjin hyung dalam beribadah tapi tetap saja aku memiliki kepercayaan kuat pada penciptaku.

Seluruh jiwaku dibuat takjub dengan kejutan yang tak pernah kubayangkan. Hatiku dibuat bergetar lalu terdiam kembali tanpa kuperintahkan. Aku tidak bisa membohongi diriku jika memang aku tidak merasakan getaran apapun pada sosok Ana atau pun Hana. Padahal yang kuketahui jika Ana adalah gadis pernak-pernik yang pernah kuketahui. Kenapa?

Kenangan bulan lalu saat acara kantor menjawab semuanya. Saat Ana ada dua di depan mataku.

"Elen." Ana menatap Ana yang satunya, yang berada di sampingku. Mereka berdua terlihat sama, hanya yang satu memakai dress dan yang satu memakai celana panjang.

"Ana, tadi aku membawa ponselmu. Kutitip pada Mario."

"iya. Dia bilang kau ke arah basement jadi aku menyusulmu." aku merasa terjebak di antara percakapan 'dua Ana'.

"pak, kemarikan kotaknya." Ana merampas kotak yang kuangkat.

"ayo." 'dua Ana' itu berjalan melewatiku.

"stop." mereka segera berbalik.

"why?" Ana bercelana panjang tampak kesal padaku. Apa di matanya aku terlihat baik-baik saja?

"letakkan itu dulu."

"ada apa?"

"letakkan saja." sedikit sulit membuatnya mendengar dengan cepat. Selalu saja banyak tanya.

"Ana. Mana Ana?" salah satunya memiringkan kepala mungkin menganggap aku aneh. Yang satunya malah tersenyum tidak jelas.

"Aku." Ana bercelana panjang segera mengklaim dirinya. Tatapanku beralih pada yang memakai dress.

"aku bukan Ana, tapi Elen."

"kami kembar."









Setelah sekian lama meyakini jika gadis pernak-pernik adalah Ana, jawaban sebenarnya pun terungkap. Mereka kembar. Dengan kepribadian yang berbeda jauh. Aku saja yang terus meyakini jika mereka adalah orang yang sama. Betapa Tuhan membuat kejutan untukku.

Nama gadis pernak-pernik itu adalah Elena Hwang. Sementara si beruang kutub memiliki nama yang mirip, yaitu Alana Hwang. Tapi nama panggil mereka berbeda. Elen dan Ana. Elen lahir pertama kemudian di susul oleh Ana 5 menit kemudian. Kurang lebih seperti itu yang kudapat dari penjelasan Elen padaku.


Kami masih duduk berbincang-bincang setelah menghabiskan makan siang kami, Steak Tartare dengan daging tenderloin, caper, dijon, shallots dan egg yolk yang lumer di dalam mulut. Restoran Club A Steakhouse tak pernah gagal dalam memanjakan lidah.

"kau sungguh mengira Ana itu aku? Hahaha." Elen tertawa lepas setelah mendengar ceritaku. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Namjoon, kami memang kembar tapi kami tetap punya perbedaan. Apa kau tak merasakannya?"

"tentu saja aku merasakan ada yang aneh. Saat di Viniero kau sangat ramah dan Ana begitu cuek padaku. Tapi karena wajah kalian, aku jadi mengira kalian itu satu orang. Ternyata aku salah." aku mengakui semuanya. Aku nyaman untuk bercerita banyak dengan Elen. Elen dan Ana berbeda 180 derajat dalam bersikap. Ah, juga dalam berpakaian. Entah bagaimana kabar keponakan kembarku. Apa sifat mereka juga berbeda jauh seperti ini?

"hahaha. Tapi kau tidak akan salah mengenali kami lagi bukan?"

"tidak akan." dia tersenyum puas. Perlu kuberitahu jika gadis kembar itu ternyata punya warna bola mata yang berbeda, Ana berwarna coklat gelap sementara mata Elen lebih cerah.

Another Guardians ✔️Where stories live. Discover now