6. Butuh oksigen

8.5K 532 140
                                    

Fero mengetuk pintu kayu berwarna putih, sesaat kemudian ia memberhentikan aksinya kala mendengar sahutan dari dalam. Pintu terbuka, terlihat wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi.

Fero menyalami, mencium punggung tangannya.
"Rara nya ada, Tante?" Tanya Fero sopan.

Ia menatap canggung saat sosok di depannya mengernyit. Apa ia salah bicara?

Melihat ekspresi Fero, ia tertawa. "Raya maksud kamu? Dia ada di dalam, ayo masuk dulu, biar Tante panggilin dia." Fero mengangguk.

Ia duduk disebuah sofa panjang, tak lama ia menunggu, Rara dan ibunya sudah nampak berjalan mendekat ke arahnya.
"Biasalah anak Tante ini, kalo dandan suka lama, kan kasihan pacarnya jadi nungguin."

"Mamah," Rengek Rara.

Sementara itu, ia tertawa renyah melihat anaknya merengek malu.
"Kamu namanya siapa, nak?" Ia memegang bahu Fero akrab.

Fero tersenyum simpul, "Saya Fero, Tante." Jawabnya sambil mengangguk sopan.

"Saya Dahlia, mamahnya Raya. Kamu boleh manggil saya Tante Dahlia, atau mamah Dahlia juga boleh. Calon menantu mah bebas." Goda Dahlia.

Fero menggaruk tengkuknya, "Ah iya, Tante."

Rara merasa tidak nyaman dengan sikap ibunya itu, "Mah, Fero bukan pacar Raya." Tukasnya.

Dahlia mengedikkan bahunya, "Tapi kalian cocok."

"Terserah mamah, Raya sama Fero pamit dulu." Ia mencium punggung tangan ibunya kemudian beralih ke pipinya, disusul dengan Fero yang menyalami Dahlia.

💦

Valdo menatap horor pemandangan didepannya. Ia kaget, sangat. Nadia membawanya ke sebuah kuburan. Valdo sudah bergelut hebat dengan pikirannya. Ia mengira Nadia akan menguburnya hidup-hidup, mengingat sikapnya yang selalu kasar padanya.

Cinta ditolak, liang kubur menjawab.

Valdo bergidik ngeri, saat membayangkan nya.
"Ngapain lo bawa gue kesini?" Tanya Valdo.

"Gue, mau ngenalin lo sama Bunda. Dia hari ini ulang tahun, gue pengin ngajak lo buat ketemu dia."

Valdo menautkan kedua alisnya, "Maksud lo, nyokap lo udah-" Valdo bahkan tak sanggup melanjutkan perkataannya.

"Iya, Bunda sudah meninggal." Kata Nadia sambil tersenyum manis. Ia tidak mau terlihat menyedihkan di depan Valdo.

Valdo menatapnya datar, ia tidak bisa menebak kondisi Nadia sekarang. Karena, dia pandai sekali menyembunyikan keadaannya lewat poker face.
"Nyokap lo ulang tahun, dan lo nggak bawa hadiah?" Tanya Valdo.

"Lo bener. Gue harus kasih hadiah buat bunda." Ucapnya sambil tersenyum, Valdo mengangguk menyetujui. "Biar gue anter."

Tak lama untuk sampai ke tempat tujuannya, karena jaraknya yang cukup dekat. Nadia memandang kagum puluhan rangkaian bunga yang berjejer rapi di sebuah stand di pinggir jalan. Nadia mengambil buket bunga mawar putih dan menghirupnya dalam. Jelas, Nadia tidak akan lupa jenis bunga kesukaan bundanya. Ia membayar nominal yang diminta, sebelum kemudian ia menghampiri Valdo yang masih duduk manis di motornya.

Nadia menepuk bahunya pelan, "Gue udah selesai, cantik kan?" Ia menunjukkan buket bunga yang tadi dibelinya.

"B aja sih," Ucapnya datar, Nadia mencebikan bibirnya. "Ya B aja, karena yang megang bunganya lebih cantik. Iya kan?" Cakap Nadia.

Cold Prince✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang