27. Kembali?

4K 219 34
                                    

Bukan seperti seorang Valdo. Laki-laki berbadan tegap dengan rambut urakan di kepalanya terlihat tengah menyiram bunga pada halaman rumah yang sudah rapi.

Dalam sejenak, ia seperti menjelma menjadi seorang wanita.

Salahkan ibunya! Jika bukan karena beliau yang menyuruh sudah dipastikan Valdo tidak akan menghendaki.

"Lagi lapar, makan kedondong. Makanya, cari pacar dong!" bisik Arinda--ibunya dari belakang.

"Valdo nyari pacar bukan buat jadi suruhan mamah ya, mamah kalo butuh asisten cari aja pembantu," ketus Valdo.

"Sst, diem dulu. Coba lihat, mamah bawa siapa?" Arinda menggeser badannya, menampilkan gadis cantik yang sedang berdiri di belakangnya.

"Mah?" rengeknya, "apa-apaan sih," Valdo mengeluh, seolah mengerti maksud mamanya.

Arinda menaik-turunkan kedua alisnya. "Namanya Valerie. Cantik, kan? Siapa dulu dong yang nyeleksi, Arindaaaaaaaaa."

Valdo mengenalnya, dia anak dari teman baik  mamanya.

Valdo hanya memutar bola mata malas. Ia duduk di kursi teras seraya menyeruput kopi hangat miliknya di meja. Kemudian, Arinda tidak mau kalah. Sama halnya dengan Valdo, ia juga duduk pada kursi sebelah Valdo yang terhalang meja kecil di tengah.

"Mamah mau kamu tunangan sama Valey. Oke?" pinta Arinda.

Byurrrr. Ia menyemburkan kopi tanpa sengaja.

Mamanya lama-lama menjengkelkan. Membuat Valdo malas.

"Mah! Valdo ud--"

"Mamah masuk dulu ya, kalian ngobrol aja dulu. Dahhh." Arinda melenggang masuk ke dalam. Sengaja. Ia sengaja meninggalkan Valdo berdua saja dengan Valerie.

Valdo kesal. Mamanya benar-benar tidak mau mengerti. Sungguh kekanakan.

Valdo menatap Valerie sekilas, kemudian menghela napas panjang. "Gue udah punya cewek."

Valerie hanya diam. Ia bahkan tidak mengharapkan Valdo mengatakan demikian. Membuat dirinya tersadar, bahwa ia adalah sesuatu yang tak diharapkan.

Ia adalah seseorang yang tidak diinginkan kehadirannya.

"Gue anter lo pulang," kata Valdo. Ia bangkit, lalu memimpin jalan.

"Ayo," katanya lagi. Melihat Valerie yang masih tak berkutik di tempatnya.

Valerie memainkan jarinya. "Gue baru aja nyampe, Val."

"Valey, dengar. Gue menghargai lo, karena lo anaknya Om Seno. Dia udah banyak bantu gue sama nyokap selama disini. Jadi, gue nganggep lo cuma bahan buat balas budi. Lo paham kan maksud gue?"

Mengerti! Valerie jelas mengerti bagaimana posisinya. Entah apa yang salah pada perkataan Valdo, mampu membuat perasaan Valerie sedikit tergores.

Valdo menghela napas panjang. Ia mendekat, kemudian menepuk pelan kepala Valerie. "Sorry kalo gue kasar, gue cuma nggak mau lo terlalu berharap sama sesuatu yang nggak akan terjadi."

Gadis bermata sipit itu terdiam. Valerie menunduk memainkan kuku jarinya. "Gue pengin pulang."

"Kalo gitu, biar gue anterin lo," ucap Valdo.

***

Selama perjalan, di dalam mobil yang sedang Valdo kendarai, tak banyak obrolan yang saling mereka lontarkan. Hanya bisingan suara radio yang terputar memekik di telinga. Senandung kecil yang kian terdengar sesekali ketika Valdo ataupun Valerie ikut bernyanyi melantun bersama lagu.

Cold Prince✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang