22. Maaf, Nadia.

4.6K 284 12
                                    

Cerita ini didedikasikan untuk Valdizaaaa fdillap312

Happy reading ❤️

***

Valdo menarik kursi untuk ia duduki. Terlihat Ama yang berlari kencang dengan wajah cerianya. Ia menarik-narik ujung kaos Valdo, membuatnya tertawa dan mengangkat tubuh Ama. Ia mendudukkan Ama di pangkuannya.

Meja makan malam ini terasa lebih ramai dibandingkan biasanya. Sebab, dia yang biasanya tidak pernah menampakkan diri di dalam rumah, tiba-tiba saja bergabung. Ia adalah sang kepala keluarga, Ayah Valdo.

Entah ia harus senang atau tidak. Namun, ia mencoba merasa tidak peduli dengan lingkungannya. Ia hanya melakukan aktivitas makan seperti biasa, sesekali ia juga menyuapi Ama. Dia tampak begitu bahagia malam ini.

Radityo Jaza Pradiga. Ia meneguk segelas susu hangatnya sebelum berdehem sekilas.
"Kalian pasti tahu kan? Keluarga ini sudah diujung tanduk."

Kunyahan di mulut Valdo mendadak melambat. Sialan! Ayahnya berkata seperti itu menjadi membangunkan hasrat dirinya untuk membunuh orang.

Ia berbisik pada Ama kecil, "Ama tunggu di kamar ya, nanti kak Amo nyamperin Ama kesitu."

Ama mendongak menatap wajah Valdo. Ia mengerjap lucu melalu bulu matanya yang lentik. Valdo mengelus puncak kepalanya, sebelum beralih mengecup singkat pipinya.

Ama mengangguk membuat Valdo tersenyum simpul. Ia memang masih polos dan tidak tahu apa-apa. Ia masih terlalu kecil untuk menghadapi semua ini.
"Anak pintar," pujinya. Turun dari pangkuan kakaknya, ia berlari kecil menuju kamarnya.

"Kalian terlihat akrab," ucapnya diakhiri dengan kekehan. Tidak ada yang salah dengan kalimat itu, namun mampu membuat tangan Valdo terkepal kuat.

"Apa yang sebenarnya mau Anda bicarakan?" Valdo mendesis.

"Kau pasti tahu kan, aku dan ibumu itu sudah tidak ada kecocokan. Aku ingin menceraikan dia."

Valdo tertawa. Tawa yang dibuat-buat, namun begitu natural.
"Yang benar, bukan tidak ada kecocokan. Tapi, Anda yang berselingkuh dengan wanita simpananmu itu, bukan? Cukup untuk berpura-pura kau masih memiliki sisi baik, karena aku muak melihatnya."

"Valdo!" Bentaknya.

Valdo tertawa. Lagi. Ia mendekati ibunya yang entah sejak kapan sudah menangis tersedu. Ia mengelus bahunya sebelum menatap tajam ayahnya dan menjawab, "Aku tidak menyangka, Anda bahkan masih mengingat namaku."

Laki-laki berkepala empat yang kerap disapa Dito itu meraih teko air dan menuangkannya dalam gelas. Ia meneguknya dengan tempo cepat. Ditaruhnya gelas itu dengan kasar sampai berdenting.
"Sudahlah, tidak ada untungnya juga aku mengutarakan tujuanku pada kalian."

"Aku hanya ingin mengingatkan, aku akan menikah disini. Jadi, secepatnya kalian harus angkat kaki dari rumah ini. Lebih cepat lebih baik, aku bosan melihat kalian. Istri yang tidak menarik dan anak-anak yang kurang ajar. Oh, apakah tadi aku mengatakan istri? Atau mungkin lebih tepatnya 'calon mantan istri' " Ia terbahak keras. Kalau saja ibunya tidak menahan lengannya. Sudah Valdo pastikan, ia akan mengirim tua bangka itu ke UGD.

💦

Valdo menjambak rambutnya frustasi. Ia harus pergi dari sini. Dan ia teringat satu orang yang tiba-tiba melintas di pikirannya. Nadia. Ia tidak akan sanggup jika harus menjauh darinya.

Tempo hari ia memang berkata akan pergi darinya. Tapi, dalam artian ia akan 'menjaga jarak'. Tidak pernah terpikirkan olehnya jika ia akan benar-benar jauh dengannya.

Cold Prince✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang