31. Rasa

3.1K 171 9
                                    

"Bila hati yang dipertaruhkan hingga rasa lara ikut serta, aku memilih sudahi segalanya."

_____________°°°_____________

Memang tidak banyak hal tingkah Nadia yang membuat Valdo kecewa. Namun, bagi Valdo tidak harus membutuhkan banyak persoalan untuk merobohkan rasa percaya. Jika, satu hal pun mampu memperjelas semuanya.

Kisah cintanya benar-benar rumit. Hingga kini, Valdo masih menatap tidak percaya bahwa tangannya kini tengah melingkarkan sebuah cincin pada gadis lain. Bukan kepada Nadia.

Valdo mencium punggung tangan Valerie.

Hal yang disambut dengan tepukan riuh para tamu undangan.

Valerie sangat sibuk, mungkin karena sebagian besar tamu disini adalah temannya. Tidak dengan Valdo yang bahkan 'tak ada secuil pun orang yang ia kenali.

Valdo hanya mengangguk dan tersenyum ketika Valerie mengenalkan ia kepada teman-temannya. Sedikit bosan, selebihnya sangat malas.

"Kalian sangat serasi, aku jadi iri." perempuan dengan rambut blonde itu bertepuk kecil. Itu Janetta, teman sekampus Valerie.

Oke, Valdo mulai muak dengan pembicaraan ini.

Maka, dengan masih sedikit rasa sopan ia memilih pamit pergi, dengan dalih hendak ke toilet. Meski sebenarnya hal yang ia lakukan adalah pulang ke rumah, kemudian memilih tidur di kamarnya.

***

"Gue putus sama Valdo."

Empat kata yang mampu membuat Rara menggebrak meja Caffe, hingga menarik banyak pasang mata melihat kearahnya.

Rara menyeruput habis jus alpukat di depannya, mendadak dehidrasi. "Gimana bisa lo putus sama Valdo? Siapa yang mutusin?"

"Valdo yang mutusin gue, lo harus percaya sama gue Ra, ini cuma salah paham," Jelas Nadia.

"Coba lo ceritain pelan-pelan, biar gue ngerti."

Nadia menghela napas, semoga Rara bisa menjadi pe-solusi hubungannya yang ada di ambang ini.

"Valdo salah paham, pas waktu itu gue lagi ketemu sama Kak Rival."

"Kekanak-kanakan banget dong, cuma gara-gara ketemu doang. Kan lo juga sering barengan sama Bang Rival, Valdo juga dari dulu tau."

"Gue cuma berdua, Ra."

Rara memutar bola matanya. "Iya terus apa masalahnya?"

"Rival nyium gue."

"Ya nggak papa dong, kan cuma nyi--APAAAAA! RIVAL NYIUM LO?! LO SERIUS NAD?!"

Nadia mengangguk.

Rara bernapas sangat cepat, emosi. Ia menggulung lengan bajunya keatas.

"Ayo!" ajak Rara cepat.

"Ayo kemana?"

"Ke rumah Bang Rival."

"Ngapain sih, Ra?"

"Nyari Doraemon, biar nganter kita ke mesin waktu, kembali ke masa lalu. Habis itu, gue bunuh dia biar nggak ketemu lo di masa depan. YA BUAT LABRAK DIA LAH, APALAGI!" Sungut Rara kesal.

Ia menarik paksa tangan Nadia, lalu mencari taksi lewat. Rara sudah kehabisan sabar untuk tidak meninju wajah Rival.

Namun, saat baru saja ia hendak mengetuk pintu, Nadia menarik tubuh Rara menjauh. Dan memaksanya pulang.

"Apa-apaan sih, Nad?" Rara menyentak tangannya.

"Pulang aja ya, Ra," pinta Nadia.

"NGGAK!"

Ketika momen yang ditunggu terealisasikan, saat pintu kayu itu terbuka lebar. Rara langsung menatap muak wajah Rival.

Terkejut. Saat Rival melihat Nadia membawa temannya datang ke rumahnya.

Hal kedua yang ia rasakan juga sama terkejut, ketika Rara tiba-tiba berjalan mendekat dengan wajah merahnya.

Hingga saat, PLAKK!
Rara tiba-tiba menamparnya.

Rival tidak bisa menahan hal yang sangat berisik di kepalanya. "Kenapa lo?"

"Berengsek! lo ngapain temen gue?"

Hal yang mampu membuat Rival menatap Nadia dengan alis terangkat satu. Namun, gadis itu tetap diam saja.

"Gue ngapain Nadia? maksud lo?" tanya Rival.

"Gue ngapain lo, Nad?" sekarang Rival beralih bertanya pada Nadia. Masih belum mengerti.

Rara mencengkeram kerah baju Rival, lalu memukul hidungnya. "Lo pura-pura bego atau amnesia? Kissing her."

Untuk hal seperti ini, ilmu taekwondo Rara benar-benar tidak sia-sia.

Ketika kakinya tak tanggung menendang perut Rival hingga ia terjatuh, Nadia meringis pelan. Tak tega.

Dengan sedikit tertatih, Rival masih sanggup berdiri. Berdiri tepat di depan Rara.

Sorot matanya tenang, yang membuat Nadia heran, tidak ada sedikitpun amarah yang Rival tunjukan.

"Pertama, lo nampar gue. Kedua, lo mukul hidung gue. Ketiga, lo nendang perut gue. Kalo memang buat lo belum cukup, lanjutin. Gue nggak bakal ngelawan," ucap Rival.

Yang cukup membuat Rara memandangnya remeh.

"Gue nggak akan pernah nyakitin lo. Karena gue nggak mau bikin Nadia kecewa. Nggak banyak orang yang dia miliki, yang bener-bener peduli sama dia. Yang bisa dia sayang. Lo salah satunya. Cukup lo terus kayak gini, selalu ada buat Nadia. Gue nggak bisa liat dia sendiri lagi."

Hingga saat Nadia mendengar kalimat itu, ia hilang kendali. Air matanya turun perlahan, tangannya bergetar hebat.

Rival pintar membuat Nadia lebih menumbuhkan banyak rasa untuknya.

Nadia tidak pernah merasa dipentingkan atas segalanya.

TBC

Haloooo. Maaf update-Nya kelamaan, sebagai gantinya...

Siap untuk double update?

Ditunggu segera yaaaaa

Oke. Sampai jumpa di part selanjutnya!

Salam kenal,
Tyas❤

Cold Prince✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang