32. Pilihan?

6.1K 218 99
                                    

Nadia meletakkan kotak p3k di atas meja ruang tamu. Ia menyingkap poni Rival keatas, kemudian memeganginya di atas kepala.

"Tahan," kata Nadia.

Rival bersender pada sofa dengan wajah menengadah ke atas, agar Nadia lebih mudah mengobatinya.

Tangannya dengan cekatan mengoleskan alkohol untuk membersihkan luka di pelipis laki-laki itu. Tidak ada ringisan yang Nadia dengar. Rival mampu menahannya dengan baik.

Nadia menggigit bibir bawahnya melihat darah segar kembali keluar dari hidung Rival. Bagaimana dia bisa setenang ini, jika Nadia pun yang melihatnya bisa membayangkan rasa sakit yang luar biasa.

Ia mengelap darahnya lagi. Lalu, mengambil perban untuk menutup luka di pelipisnya, setelah merampungkan mengobati luka di pangkal hidung Rival.

 Lalu, mengambil perban untuk menutup luka di pelipisnya, setelah merampungkan mengobati luka di pangkal hidung Rival

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sial! Wajah penuh luka beginipun dia masih terlihat tampan.

"Kalo mau muji jangan dalam hati, Nad. Omongin aja langsung."

"Pede," elak Nadia. Rival tertawa.

Rival memegangi rahangnya, lalu meringis pelan. "Sekarang baru kerasa sakitnya. Tadi kayaknya nggak ngefek apa-apa."

"Gue tidur dulu bentar ya," lanjutnya.

Ia melipat tangannya di depan dada, kemudian menutup matanya pelan.

Kelopak mata Nadia mengerjap pelan. Ia menatap Rival yang terlelap. Terlihat sangat damai. Hingga Nadia yang dirundung penasaran, sedikit membungkuk. Melihat wajah Rival lebih dekat.

"Dia beneran udah tidur?"

Sadar akan suara Nadia, kelopak itu terbuka sepenuhnya. Hal yang membuat Nadia terlonjak kaget hingga hampir terjungkal ke belakang, sebelum tangan Rival dengan cepat menarik lengan Nadia. Terlalu keras. Hingga saat Nadia sekarang tidak sadar telah mengurung Rival dengan kedua tangan di sisi kepalanya.

Di jarak yang sedekat ini, Rival masih bisa tersenyum kecil padanya. Yang menyadarkan Nadia, hingga ia beranjak berdiri. Namun, alam seolah mengutuknya. Ia mundur dua langkah, yang justru mengakibatkan kakinya membentur meja dan hampir terjatuh kembali. Tepat sebelum lengan Rival merengkuh mesra pinggang Nadia.

"Kak Rival, lepasin." Nadia berkedip menatap Rival yang matanya tidak mau berhenti melihatnya.

Tetapi, Rival enggan untuk melepas. Satu hal yang Nadia rasa ketika Rival tiba-tiba menyentuh wajahnya, menyingkirkan beberapa helai poni yang membuat wajah anggunnya tersamar. Ia berdebar. Jantungnya bertalu-talu seperti ada yang memukulnya disana.

Hingga saat lengan Rival mendorong tubuh Nadia mendekat, Nadia diam. Tidak tahu harus apa.

Lalu, saat Rival sedikit membungkukan badannya. Wajahnya pergi ke sisi kanan wajah Nadia. Nadia dibuat tidak karuan dengan situasi sekarang yang bahkan ia bisa merasakan napas Rival masuk ke dalam rongga telinganya. Hal terakhir yang ia rasa adalah saat dengan lembut telinganya dikecup tanpa permisi oleh Rival, untuknya.

Nadia tahu, Rival menginginkannya. Bukan sebagai adik perempuan yang Nadia ceritakan dulu, ataupun sebagai teman perempuan yang banyak orang yakini bahwa tidak ada pertemanan antara dua lawan jenis.

Ini berbeda. Rival menginginkan Nadia, sebagai wanitanya.

Sebagai isyarat penolakan, Nadia mendorong dada Rival menjauh. Takut ia melakukan hal yang akan membuat Nadia membencinya.

"Gue nggak pernah suka lo kayak gini Kak. Gue suka lo yang dulu, yang selalu punya usaha buat bikin gue ketawa," jelas Nadia.

Rival menggaruk pangkal hidungnya. "Nad, gue...."

Rival bahkan tidak tahu harus berkata apa.

"Apa ini yang lo bilang bakal ngilangin ingatan gue tentang Valdo? Apa ini cara lo?"

Rival menyisir rambutnya ke belakang. Ia melangkah maju, hendak meraih lengan Nadia. Namun--

"Nggak! berhenti disitu, Kak."

--Nadia melarangnya.

Bukan apa-apa. Nadia tidak suka dikecewakan untuk kedua kalinya.

Rival menjilat bibirnya yang terasa kering, sedaritadi ia hanya diam. Berbicara pun ia takut salah kata.

"Nadia dengerin gue baik-baik. Lo suka sama gue, Nad." Itu... bukan semacam pertanyaan. Rival mengatakannya dengan sorot mata tegas dan suara yang lantang.

Seperti sebuah penegasan terhadap Nadia.

Akhir dari kalimat itu, membuat Nadia mendadak membuang muka. Yang Nadia bahkan tidak tahu mengapa.

"Susah buat gue bikin lo sadar soal perasaan lo ke gue. Lo suka sama gue Nadia, gue tahu itu. Lo belum sadar tapi gue bisa ngerasain hal itu," Jelas Rival.

Satu bulir bening menetes berhenti di pipi Nadia. "Iya. Dan gue nyesel udah ngebiarin hal itu terjadi."

Nadia berbalik, ia ingin pulang dan menuntaskan perasaannya. Tidak ingin menangis di depan Rival.

Lagi-lagi Rival tidak berhenti disitu, ia mencekal lengan Nadia. Membuat Nadia benar-benar dibuat lelah dengan sikap Rival sekarang.

"Sekarang apa?" tanya Nadia melemah.

Rival menggeleng pelan. "Jangan tinggalin gue. Lo nggak pernah nyesel suka sama gue, Nad. Lo bahagia."

"Gue bener-bener ngerasa bersalah sama Valdo. Gue pernah ngeraguin dia, pernah hilang percaya. Terakhir kali, hubungan kita hancur gara-gara lo, Kak. Dan gue, nggak ada usaha apa-apa untuk memperbaiki. Gue pikir semua ketulusan lo bakal membawa akhir yang bahagia. Lo punya semua perhatian yang gue butuh. Lo ngasih warna baru saat ditinggal Valdo rasanya semua menjadi abu-abu. Rasanya... dulu biasa saja. Meski lo terus disamping gue, tapi gue masih bisa menjaga hati." Nadia meraup wajahnya kasar.

"Tapi gue salah. Ternyata rasa nyaman itu tumbuh lebih jauh dari yang gue kira. Bodoh ya gue, harusnya dari dulu gue sadar. Cuma Valdo yang bisa bikin gue hidup. Dengan protektifnya, dengan cemburuannya, dengan gombalan recehnya yang selalu bikin gue merona." tanpa sadar pipi Nadia basah saat membayangkannya.

Rival berdecak tidak suka. "Lo, selalu lihat Valdo cuma dari sisi baiknya aja. Siapa yang selalu ada buat lo saat Valdo nggak ada?!"

"Lo nggak tahu apa-apa, Kak. Satu hal yang harus lo tahu dari Valdo, dia adalah laki-laki yang satu-satunya paling menghargai gue sebagai perempuan," ucap Nadia.

"Dia ninggalin lo!"

"Dia nggak sepenuhnya ninggalin gue, lo lupa? dia balik tempo hari."

Rival diam, lalu memandangnya dengan sorot mata sayu.

"Nadia, pikir dengan baik. Siapa yang bisa bikin lo bahagia? yang hadir, bukan hanya singgah dan pergi," kata Rival.

"Siapa yang bakal lo pilih, gue atau Valdo?"

TBC

HUUUUUU DABEL APDET:')

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA!
Jangan lupa bagi-bagi satenya yaaaaaaaa

Next update kapan?

Kalo mood aja ya hehe:'/
Salam sayang,
tyas✨<3

Cold Prince✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang