21. Berpulang

4.6K 303 31
                                    

Valdo berjalan tergesa. Di tangannya sudah ia genggam erat bunga daisy kesukaan Nadia. Semuanya sudah ia siapkan matang-matang.

Ia akan mengatakan semuanya.

Ia tidak bisa menahan diri selama ini, dengan terus-menerus membohongi kekasihnya. Sungguh ia tidak bisa melakukannya terlalu jauh. Semuanya akan ia ungkap.

Sekarang juga!

Ia memasuki pelataran rumah Nadia. Namun... ada yang aneh. Situasi di depannya benar-benar mampu membuat keningnya berkerut.

Ia melirik bunga Daisy di genggamannya. Merasa bukan waktu yang tepat, ia... membuangnya. Pada tempat sampah disampingnya.

Ia berada pada jarak yang cukup dekat dengannya. Ia menatap tubuh Nadia yang memunggunginya dari belakang. Tubuhnya bergetar. Ia sedang menangis... dalam pelukan Rival.

Pelukan Rival. Pelukan Rival.

Bolehkah... Valdo merasa cemburu saat ini?

"Nadia," panggilnya.

Ia hanya memanggil Nadia. Namun, mereka berdua yang menoleh. Dalam artian Rival ikut merasa terpanggil, padahal jelas tidak ada yang memanggilnya.

"Valdo..." lirihnya.

Valdo menatapnya. Matanya sembab, hidung memerah dan wajahnya yang banjir air mata. Rambutnya berantakan. Ia... benar-benar kacau.

Valdo berjalan mendekat. Rival melepaskan pelukannya. Disaat itu juga, Valdo merentangkan tangannya menyambut Nadia ke dalam pelukannya saat ia berlari dan menubruk dada bidangnya.

Ia mengelus puncak kepalanya. "Ada apa, sayang?"

Nadia semakin mengeratkan pelukannya. Ia bahkan sampai mencengkram erat bagian punggung kemeja Valdo.
"Bang Dika, Val. Dia... meninggal."

Valdo tercengang. Ia tahu, ini pasti akan sangat berat bagi kekasihnya. Tidak mudah bagi Nadia mengatakan semua ini, apalagi harus menjalaninya.

Ia merasakan air hangat yang menembus pada kemejanya. Serta getaran hebat pada pelukan mereka.

Ia mengelus rambutnya berkali-kali. "Menangislah, sayang. Luapkan semuanya. Aku siap jadi tempat bersimpuh di setiap luka yang kamu terima."

Tangisnya makin pecah, nafasnya mulai tersengal.

Valdo beralih mengelus punggungnya, guna memberikan sedikit ketenangan. "Teruskan lah. Habiskan semuanya. Lalu setelah ini, aku tidak mau melihat kamu menangis lagi."

Cukup lama Valdo menenangkan Nadia, hingga sekarang tangisnya mulai mereda.

💦

Kelopaknya mengerjap. Ratusan bulir bening meluncur dari matanya. Nadia mengelus pusara di depannya. Menaburkan kelopak mawar pada gundukan yang masih menguar aroma tanah begitu pekat, pertanda baru saja ada yang menempati ruang di dalamnya.

Ia menangis. Lagi.

Semuanya menatap iba. Nadia, sampai sekarang bahkan belum terpikirkan bagaimana ia akan tinggal seorang diri tanpa satupun keluarga.

"Nadia, gue turut berdukacita."

Pelukan dari samping Nadia terima, saat Rara memeluknya.
"Makasih, Ra." Ia menoleh menatap sahabatnya.

Valdo berjongkok, mengambil posisi disampingnya.

Valdo menghela napas berat, ia menepuk-nepuk pelan kepala Nadia. "Kali ini, aku biarin kamu mengingkari janji buat nggak nangis lagi."

Cold Prince✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang