extra part 02

2.9K 145 33
                                    

Cinta?
Sepertinya aku sudah lupa bagaimana rasanya perasaan itu.

Ketulusan?
Aku bahkan tak bisa membedakan, mana yang benar tulus atau malah hanya mau menikmati tubuhku saja.

Wanita bagaikan layangan, jika sudah lepas banyak anak kecil yang berlarian unuk berusaha mengambilnya.

Sama sepertiku ...
Ketika kamu telah melepaskanku, maka akan banyak para lelaki yang mengejarku dan siap mengantikan posisimu.

***

Aku menatap lurus dengan pandangan kosong, tak terarah. Memikirkan sesuatu yang akan menentukan nasip masadepanku.

Hari ini adalah hari wisudaku. Aku telah lulus dengan nilai yang cukup memuaskan di SMA BUDIDAYA BANDUNG. Sma favorit di kotaku.

Besok, aku harus sudah memiliki jawaban. Antara Ya atau malah Tidak. Kembali rujuk atau tidak dan memilih pergi.

Pergi untuk mencari dan menanti seseorang yang tulus mencintaiku. Menerimaku dengan segala kekuranganku. Aku berada di antara banyak lelaki yang sama-sama berlomba menarik perhatianku.

Miftah Ayoda Marwa.
Mantan suamiku yang masih gigih mengembalikan rasa percayaku padanya setelah kejadia beberapa bulan lalu yang kembali dia hancurkan.

Raka Danuarta.
Teman sekelasku yang akan melanjutkan studi di Jerman. Dia adalah malaikat penolongku di sekolah. Selalu menyelamatkanku dari bullyan para kakak kelas atau teman seangkatan kami yang iri dengan kedekatanku dengan Most Wanted di sekolah, kala itu.

Feri Indrawan.
Seorang eksekutif muda dengan perbedaan umur 10 tahun lebih tua dariku. Aku mengenalnya tak sengaja saat aku dan Ak Hendi sedang menghadiri acara pernikahan salah satu krabat di Jakarta. Sementara Feri, semakin memupuk rasa kagumku padanya. Dia tak banyak menuntut, selalu menuruti kemauanku, tak pernah memaksa dan tak pernah memaksakan kehendaknya dengan egois. Malah terlihat takut akan diriku.

Atau malah mantan sahabat Miftah, Rio Ardiyansah. Yang sudah 2 tahun belakangan ini mengejarku seperti seorang fans yang memuja idolanya.

Semuanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Semuanya pun memiliki tempat spesial tersendiri di hatiku.

***

"Bagaimana, Arinda? Apa keputusanmu?" Tanya papi dengan nada yang begitu lembut.

Aku masih terdiam. Kembali meyakinkan diriku akan keputusan yang aku ambil.

"Arinda ..." Panggilan dan sentuhan lembut di tanganku menyadarkanku dari pikiran yang kembali di landa kebimbangan.

"Bagaimana, nak? Papi dan Mami tidak akan memaksamu. Semua keputusan ada ditanganmu karena ini yang akan menjalani adalah kamu sendiri dan Miftah."

Kini aku sedang berada di ruang keluarga. Duduk dikelilingi kedua orang tuaku, kedua kakakku dan juga Miftah untuk memberikan jawaban atas penantiannya.

"Arinda, pasti mau, Pih. Kan kita sudah baikan dan kita pernah janji akan hidup bersama selamanya." Kata Miftah yakin dengan pendapat dan prasangkanya.

"Benar begitu, nak?" Kali ini, suara mami yang mempertanyaiku.

Aku menarik nafas panjang sebelum menjawab, memejamkan mata dengan berbagai doa yang aku panjatkan untuk masa depanku.

"Maaf ... Arinda ngga bisa kembali dengan Miftah, pih."

"Kenapa, Rin? Apa kamu sudah memiliki kekasih?" Papi memandangku dengan sorot mata menyelidik.

"Bukan masalah memiliki kekasih atau belum. Tapi Arinda belum bisa menyembuhkan sakit yang telah Miftah buat selama ini. Selama menjadi suami Arinda dulu dan juga saat kita sudah tak memiliki hubungan apa-apa."

Pandanganku tertuju pada mantan suamiku itu. Sejenak sorot mata kami beradu dengan sorot mata yang berbeda. Banyak luka yang aku rasakan selama ini. Banyak sakit dan perih yang aku derita selama ini. Bukan hanya fisik tapi batinku juga tersiksa.

Aku segera memutus kontak mata antara kami dengan memalingkan wajah. Tapi Miftah malah beranjak dan berlulut di kakiku. Matanya terlihat sayu, penuh dengan permohonan dan juga sesal.

"Aku mohon ... Beri aku kesempatan. Satu kali lagi kesempatan."

Terlihat kedua matanya berkaca-kaca. Entah rasa apa yang dia rasakan. Belum puaskan dia selama ini, samapai dia ingin aku kembali kepelukannya?

Tak lama, air bening dan asin itu menetes membasahi pipinya. Ada rasa sesak dan tak tega saat melihat Miftah menangis seperti itu, apa lagi ini akulah penyebabnya.

Mau bagaimanapun, Miftah masih berarti dalam hidupku. Miftah masih memiliki ruang terbesar dalam hatiku. Walau sesakit dan sesering apa dia menyakitiku.

Pertahananku kembali goyah. Aku kembali dilanda kebimbangan. Sampai akhirnya air mataku pun menetes dengan anggukan kepala lemah.

Aku kembali memberikan kesempatan itu untuknya. Kembali memberikan kepercayaanku untuk dijaganya.

😍😍😍

Rindukah, kalian kepada Arinda dan Miftah?
Aku bakal kasih banyak extra part buat cerita ini, buat memgembalikan minat bacanya karena Insyallah, habis lebaran akan diadakan open PO.

Untuk sekarang-sekarang, aku minta tolong boleh?
Tolong dong kasih komentar yang banyak tentang cerita ini.

Lebih setuju kalau Arinda sama siapa?

Arinda 💖 Miftah ?

Arinda 💖 Raka ?

Arinda 💖 Feri ?

Arinda 💖 Rio ?

Janda MudaWhere stories live. Discover now