DELAPAN

16.2K 1.1K 38
                                    

Hari ulang tahun Mama Samudera akhirnya tiba, acara itu digelar sederhana. Hanya sebuah acara makan-makan dan juga barbequean. Hanya acara yang dihadiri orang seisi rumah keluarga Archandra dan juga Naya saja. Para asisten rumah tangga serta tukang kebun yang bekerja di sana pun ikut berdandan merayakan ulang tahun nyonya rumah. Tidak ada yang namanya perbedaan status, keluarga Archandra memperlakukan pekerja rumah mereka selayaknya keluarga sendiri. Bahkan, saat berbelanja ke pasar pun terkadang Mama Sam yang melakukan, bukan hanya asisten rumah tangganya. Wanita itu memang senang melakukan pekerjaan yang memang seharusnya ibu rumah tangga kerjakan, kehadiran pembantu hanya meringankan pekerjaannya saja.

Ketika melangkahkan kakinya memasuki halaman belakang rumah keluarga Archandra. Naya dapat melihat semua orang sudah berkumpul dan duduk di masing-masing kursi seraya berbincang-bincang. Di antara orang-orang itu ada satu orang yang tak Naya kenali, seorang cewek manis bergaun merah muda yang duduk di sisi Sam. Sam tampak tersenyum ketika berbicara dengan cewek itu.

Naya memegang dadanya yang mendadak sesak. Tidak tahu kenapa, setiap melihat Sam berdekatan dengan cewek lain dan rela memperlihatkan senyumnya membuat hati Naya seperti diiris-iris. Naya memerhatikan cewek itu, mengira-ngira siapa dia. Pacar baru Sam, kah? Sepertinya benar.

Dia sangat cantik, wajahnya manis, rambutnya panjang dan lurus dengan poni ala-ala Korea. Tubuh mungilnya dibalut dengam gaun merah muda, jauh berbeda dengan dirinya. Rambut dikuncir kuda, dengan kemeja merah kotak-kotak berlengan panjang di mana kancing-kancingnya tidak ia kaitkan karena di dalamnya Naya sudah menggunakan kaos berwarna merah bertuliskan New York City dan gambar patung Liberty, serta celana jeans longgar yang membalut kaki jenjangnya. Ia hanya mengenakan sendal jepit, sementara cewek itu menggunakan flat shoes beraksen pita di ujungnya.

Mengusir muram di wajahnya, Naya segera mengulas senyum lebar yang memperlihatkan keceriaan cewek itu. Mendekap erat-erat kadonya takut jika sewaktu-waktu tangannya bergetar dan tak bisa menjaga kado itu.

"Halo semua!" sapanya terdengar sangat ceria. Semua tampak terkejut dengan kedatangan Naya.

"Eh Naya," sahut Mama Sam seraya berdiri.

Naya segera melangkahkan kakinya mendekati wanita paruh baya yang tampak tersenyum hangat itu.

"Selamat ulang tahun, Tan. Semoga hal-hal baik yang Tante harapkan segera terkabul," kata Naya seraya memberi wanita itu pelukan singkat.

"Aamiin, makasih Nay buat doanya. Tante jadi terharu," kata wanita itu Naya hanya tersenyum.

"Ah iya hampir lupa, ini kado dari Naya. Maaf ya, Tan kalau kadonya nggak bagus."

"Kamu ini, tiap tahun mau aja repot-repot bawain Tante hadiah, harusnya nggak usah Nay. Kan Tante jadi nggak enak."

"Maka dari itu Tan, ulang tahun tante kan cuma sekali setahun, nggak apa-apa dong Naya bawain hadiah. Lagian apa sih isinya, nggak penting kok." Naya terkekeh ringan.

"Nggak penting apanya, tahun lalu kamu beliin Tante dompet mahal. Itu nggak penting dari mananya, coba?" Mama Sam mencubit gemas pinggang Naya, membuat Naya tertawa. Semua orang juga tertawa, kecuali Samudera serta cewek cantik yang hanya mengulas seutas senyum manis.

"Eh iya, duduk-duduk, masa kamu mau berdiri aja." Nyonya Archandra segera mempersilakan Naya untuk duduk. Namun Naya bingung, harus duduk di manakah ia sementara tidak ada kursi yang tersisa di sana?

"Naya mau duduk di mana memangnya Ma? Nggak ada kursi kosong," kata Sam datar.

Mamanya tampak berdecak seraya menepuk keningnya, "Eh iya lupa, tempat duduk buat Naya kan udah buat duduk pacar kamu. Lagian kamu sih, mau bawa pacar nggak bilang-bilang, kan kalau gini kasihan Nayanya," kesal Mamanya. Cewek yang ternyata pacar Sam itu tersenyum penuh sesal, senyum yang entah mengapa membuat Naya sedikit emosi.

Tidak mau membuat acaranya kacau, Naya segera berbicara. "Ah, Tante sebenarnya Naya ada acara. Naya nggak bisa lama-lama di sini," kata Naya bernada sesal. Mama Sam itu tampak terkejut.

"Loh, mau ke mana Nay?"

"Itu Tan, mau jemput Mama di bandara. Kan hari ini Mama Naya mau pulang," jawab Naya. Naya tidak sepenuhnya berbohong, Mamanya memang akan pulang dari luar negeri, tapi tidak di jam sekarang atau dekat-dekat ini. Nanti malam pesawat Mamanya akan mendarat di bandara Soekarno-Hatta.

"Kamu nggak lagi bohong kan, Nay?" tanya Papa Sam dengan mata memincing, Naya tertawa.

"Eh Om mah, nggak percaya banget sama Naya, beneran ini Om."

"Ya udah sono, pergi lo." Sam tiba-tiba menyahut, matanya menatap datar ke arah Naya.

"Apaan sih, kebo?! Nggak usah nyahut deh. Mentang-mentang ada pacar, sahabatnya dilupain. Nggak ngenalin juga. Gitu ya sekarang?" sindir Naya, Sam hanya mengedikkan bahunya.

"Iyalah, lo mah apaan? Nggak penting, nggak enak dilihat nggak ada cantik-cantiknya, lagian buat apa ngasih tahu lo? Kan lo nggak penting," kata Sam pedas. Naya tertawa. Namun tidak dengan hatinya yang menangis.

Tidak penting, ya? Setidak penting itukah dirinya di mata Sam? Biasanya Sam akan memberitahu dirinya bahwa ia tengah menjalin hubungan dengan seseorang, dan sekarang, cowok itu sama sekali tidak memberi tahunya. Oh, dirinya memang tidak sepenting itu untuk diberi tahu.

"Kalian ini, bukanya baik-baik malah berantem terus, malu dong sama Renata," tegur Mama Sam. Cewek bernama Renata itu tersenyum seraya menggeleng pelan.

"Renata nggak pa-pa kok, Tan. Malah terhibur, mereka lucu." Renata berkata manis. Matanya lantas menatap Naya.

"Kenalin namaku Renata, pacar Samudera. Kamu Naya, sahabatnya Samudera kan? Samudera nggak pernah cerita soal kamu, jadi maaf aku nggak tahu," kata cewek itu dengan manis. Tapi tidak semanis yang terdengar di telinga Naya.

Naya dapat dengan jelas bahwa pacar sahabatnya tersebut berusaha menekankan status mereka, di mana Samudera adalah pacarnya dan hanya sebatas sahabat jika dengan Kanaya. Bukan hanya itu saja, sepertinya cewek itu mau memberi tahu Naya bahwa selama ia dan Sam berhubungan, tak sekalipun Sam membahas dirinya.

Benar-benar menyedihkan. Naya berusaha mempertahankan senyum lebarnya, berlagak tidak mengerti maksud lain ucapan Renata.

"Bener, nama gue Kanaya. Seneng kenalan sama cewek secantik lo," balas Naya dengan tatapan matanya yang berbinar. Hanya sebuah manipulasi sebenarnya.

"Kenapa lo natap pacar gue kayak gitu? Jangan-jangan lo udah belok, ya? Lo kan nggak pernah pacaran." Sam menyahut datar.

"Ya kali, kalau ngomong yang bener dong, jangan buat hoax Oiya, Om, Tante, dan semuanya Naya pamit dulu ya. Buru-buru ini, takut Mama udah datang duluan. Bye semua!" Naya melambaikan tangannya, dan segera menjalankan kakinya menjauh.

Tepat di langkahnya yang ketujuh, air mata Naya jatuh. Ia jarang menangis, tapi ja benar-benar ingin menangis. Samar-samar ia dapat mendengar tawa keluarga Archandra beserta Renata. Naya tersenyum miris. Hidupnya memang tidak penting. Tekannya dalam hati.

Naya mengangkat tangan kirinya, disingsihkan baju lengannya itu, di sana sudah tampak beberapa goresan. Entah berapa jumlahnya, goresan itu terlihat sangat banyak.

"Nambah satu kayaknya nggak pa-pa," gumamnya.

TBC

Future BoyfriendWhere stories live. Discover now