DELAPANBELAS

15.6K 971 142
                                    

Sam mendengkus kesal karena sama sekali tidak mendapati Naya di kelas. Bahkan ia tidak menemukan tas Naya di bangkunya, sebenarnya cewek itu pergi ke mana sih? Berangkatnya kan lebih duluan Naya daripada dia? Nyangkut di mana sampai-sampai belum sampai di sekolah?

"Lo kenapa? Pagi-pagi udah kusut aja itu muka? Tumben juga lo nggak bareng Naya?"

Yang baru saja bertanya itu namanya Zivon. Dia sahabat Samudera, tapi biar pun mereka bersahabat, hubungan pertemanan mereka tidak begitu dekat. Samudera jarang berkumpul dengan Zivon. Ya karena anak Bapak Archandra itu lebih memilih menghabiskan waktunya untuk tidur atau kalau pas tidak bisa tidur ya mainnya ke rumah Kanaya. Cowok itu juga merasa lebih nyaman kalau berteman dengan Kanaya.

Kata Sam sih, Kanaya selalu mengerti apa yang dia mau tanpa dirinya harus buka suara. Kalau teman-temannya yang lain pasti akan memaksanya berbicara, padahal Sam sendiri lebih suka diam. Belum lagi teman laki-laki Sam juga sering mengajak pergi ke tempat-tempat yang meski hanya mendengar namanya saja sudah membuat Sam malas bukan main. Seperti club misalnya, Sam tidak bisa berpikir, hal menyenangkan seperti apa yang bisa dilakukan di tempat seperti itu. Musiknya tentu saja keras, lampu disko yang gemerlap, suara hentak kaki di lantai, suara seruan dari pengunjungnya, dan entahlah apa pun itu, yang pasti tidak bisa membuatnya tidur dengan lelap.

Lain hal kalau Sam sedang punya pacar, dia pasti diajak jalan sama pacarnya. Sam hanya mengiyakan ajakan jalan pacarnya kalau tujuannya nonton film di bioskop. Menurut Sam, bioskop masih bisa dia jadikan tempat tidur. Hal seperti itu tidak hanya terjadi sekali dua kali, tapi selalu. Jadi kalau pacar Sam tanya bagaimana film yang mereka tonton pasti Sam cuma menjawabnya asal. Seperti,

"Yang, menurut kamu film tadi gimana?" Sam cuma cengo ditanya begitu. Dia mana nonton filmnya.

"Bagus." Jawaban diplomatis nan singkat itulah yang akhirnya keluar dari mulut Sam setelah beberapa saat terdiam. Pacar ke-88 Sam itu tampak kesal. Oh iya, maklumi saja kalau pacar Sam terlalu banyak.

Sam terlalu rajin ganti pacar memang. Setiap minggu bisa gonta-ganti pacar. Tapi Sam bukan plaboy kok. Orang Samnya saja jarang mutusin ceweknya duluan. Yang lebih sering ngajak putus itu ya si ceweknya. Kalau ditanya kenapa jawabnya pasti karena Sam yang terlalu membosankan, Sam yang susah diajak ngobrol, Sam yang kurang perhatian dan lain sebagainya. Tapi tiga alasan itu yang paling sering terdengar. Anehnya, meski begitu masih banyak saja cewek yang mau mendekati Sam. Kalau dia ditembak cewek, ya tidak tahu kenapa selalu Sam terima. Kecuali kalau Sam pas lagi pacaran. Bakal ditolak itu cewek. Sam emang anti dengan yang namanya punya pacar lebih dari satu.

"Masa bagus sih, pemeran utamanya kan mati? Filmnya sad ending itu. Alurnya juga udah mainstream. Di mana letak bagusnya coba?" Pacar ke-88 Sam itu kesal bukan main, dia memang tidak tahu kalau Sam ketiduran pas nonton film.

"Lo juga bakal mati." Begitulah jawaban Sam yang akhirnya membuat pacar ke-88-nya memutuskan ia.

"Kita putus."

"Alhamdulillah."

Sam memang gila. Jadi jangan heran.

Balik ke realita.

"Apa sih?" sahut Sam malas-malasan. Matanya menatap malas pada Zivon yang kini duduk tepat di depannya, lebih tepatnya di bangku Sam.

"Au ah gelap. Ke kantin yok, daripada ngedekem di kelas. Nggak asyik tauk. Bukan anak IPS banget," kata Zivon sambil bersedekap dada.

"Kenapa sih? Gue anak IPS baik-baik ya," kesal Sam. Sam tidak tahu kenapa anak IPS selalu dikait-kaitkan dengan hal yang buruk, beda dengan anak IPA yang selalu dielu-elukan, padahal kalau menurut Sam sih sama saja. Anak IPA juga banyak kok yang suka bolos, tidak hanya anak IPS saja.

Future BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang