LIMABELAS

15.7K 1K 31
                                    

"Syukur deh, keadaan lo udah mendingan sekarang." Naya berkata penuh lega melihat wajah Samudera yang sudah memiliki rona. Pucat yang semalam menghiasi paras tampan cowok itu sudah hilang berganti dengan rona kemerahan tersebut.

Samudera yang tengah bersandar di kepala ranjang hanya bergumam sambil memakan apel yang dibelikan Naya. Cowok itu terlihat tidak acuh dengan Naya, seperti sedang asyik dengan dunianya sendiri.

Naya yang mendapati balasan tak acuh dari sang sahabat pun tidak peduli, ya selain karena sudah terbiasa, Naya sedang malas banyak bicara sekarang.

"Kaki gue pegel, pijitin gih!" Samudera menunjuk kedua kakinya dengan dagu, karena kedua tangan cowok itu sibuk dengan apel di masing-masing tangannya, di mana tangan kanan memegang apel yang tinggal separuh, dan tangan kiri memegang apel yang masih utuh. Samudera bertingkah selayaknya anak kecil, di samping ekspresi wajahnya yang terlihat datar.

Naya mendengkus, tak urung melaksanakan perintah sahabatnya itu. Naya melangkah mendekat, dirinya yang tadi berdiri kemudian menduduki kursi yang terletak tepat di samping ranjang rawat Samudera. Tangannya mulai memijit kaki remaja tanggung tersebut. Samudera mengangguk, terlihat puas meski tidak terpatri senyum di wajahnya.

"Yang kiri dong, masa kanan doang yang dipijitin," katanya. Naya melirik sebentar ke arah cowok itu.

Tadi malam Samudera terlihat lemah, seperti tak lagi akan bernapas di hari esok, nyatanya saat ini Samudera sudah bisa dibilang sehat, tingkahnya saja sudah menyebalkan. Naya heran, kenapa demam Sam bisa turun secepat itu? Naya tidak habis pikir. Apalagi sekarang. Ekspresi Sam benar-benar membuat kekesalan Naya terpancing, wajah datar cowok itu membuat Naya gemas bukan main. Ingin rasanya cewek itu menggigit pipi tembam Sam yang memiliki lesung pipi tersebut, biar lesung pipinya tambah dalam.

"Duh, lo tuh niat nggak sih pijitin gue? Kalau nggak niat ya udah, nggak usah, lo pergi aja, emang nggak ada yang peduliin gue, Emak Bapak gue aja nggak tahu di mana. Lo pulang aja sana, sekolah aja, nggak usah bolos gara-gara gue," kata Sam. Ada kekesalan dalam nada suaranya. Naya menghela napasnya, menatap datar sang sahabat yang juga menatapnya dengan tidak kalah datarnya itu.

"Kenapa lo jadi cerewet gini sih? Greget gue dengernya. Mama lo kan tadi malam udah telepon, kalau setelah Tante lo meninggal, tiba-tiba Nenek lo masuk rumah sakit. Gue bukannya nggak ikhlas, tapi dari tadi lo udah nyuruh-nyuruh gue. Gue capek." Naya menghentikan ucapannya, menatap Samudera yang masih setia dengan keterdiamannya tersebut.

Samudera tidak bereaksi apa-apa, cowok itu masih bertahan dengan eskpresi datarnya. Tidak ada sedikit rasa kasihan yang terpancar di mata cowok tersebut.

"Gue kan sakit Nay, lo nggak kasihan sama gue? Seger-seger gini, sebenarnya gue masih sakit. Nih, badan gue masih bentol-bentol, leehr gue loh sulit buat nelen makanan, gue sebenarnya masih kedinginan. Nggak ada salahnya lo bantuin orang sakit kayak gue yang ditelantarin Emak Bapaknya ini." Naya rasanya ingin tertawa sambil gulang-guling di lantai. Bagaimana bisa sahabatnya itu merubah ekspresinya yang semula datar menjadi sangat memelas seperti sekarang ini dengan cepat?

"Lo pas sakit emang suka ngedrama gini ya Sam. Untung gue sabar." Naya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan takjub. Sam tidak menanggapi, memilih mencebikkan bibirnya.

"Nggak usah cemberut gitu, lo jelek tahu! Ya udah, gue pijitin nih," ucap Naya yang akhirnya mengalah, cewek itu kembali memijat kaki Sam, namun kini kaki kiri Sam yang Naya pijat. Sam tersenyum tipis, membuat cekungan di pipinya samar-samar terlihat. Andai saja Samudera mau tersenyum lebih lebar, lesung pipi cowok itu paski akan terlihat lebih jelas dan ketampanannya pasti akan bertambah. Naya selalu suka dengan senyum serta lesung pipi Sam, tidak tahu kenapa.

Dalam diamnya Naya menghela napas panjang. Biarlah Naya harus berkorban banyak tenaga dan stok kesabaran, untuk seseorang yang spesial rasanya tidak masalah. Selagi dia yang disayang merasa senang tentunya.

"Ehm gitu dong, enak juga pijitan lo. Kalau gini gue kan nggak harus banyak ngomong. Mulut gue capek kalau banyak ngomong, otot-otot pipi gue bisa kendur nih," kata Sam dengan senyum yang lebih lebar.

Naya balas tersenyum, hatinya berbunga-bunga melihat senyum cerah sang sahabat. Kemudian Naya pun melanjutkan kegiatannya. Untuk beberapa saat mereka diam dalam hening, Naya yang sibuk memijat kaki Sam dan Sam yang sibuk memakan apelnya.

Hingga Sam teringat dengan sesuatu, suasana tak lagi setenang sebelum ini.

"Kemarin malam gue ingat ada luka di tangan lo, itu kenapa?" tanya Sam penasaran, gerakan tangan Naya seketika terhenti.

Mendadak cewek itu merasa gugup. Apalagi dipandang dengan sedemikian intensnya oleh sang sahabat.

TBC

Future BoyfriendWhere stories live. Discover now