TUJUHBELAS

16K 1K 81
                                    

Dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana seragam warna hitamnya, Sam berjalan santai di koridor sekolah. Sam sadar betul bahwa dirinya tengah ditatap secara terang-terangan oleh kebanyakan cewek, baik itu adik kelasnya maupun sepantaran dengan dirinya. Biasanya Naya yang akan menjadi tamengnya, hanya dengan tatapan sinis Naya, cewek-cewek yang nyaris menggodanya itu memilih mengurungkan niatnya.

Lagipula, siapa yang berani dengan pemegang sabuk hitam bela diri taekwondo yang beberapa kali kerap memenangkan kejuaraan seperti Kanaya Sarasvati ini? Mereka, para cewek yang berlagak centil pada Sam hanya tahu tentang merawat diri, sama sekali tidak paham akan bela diri. Kalau Naya itu paket lengkap, bela diri bisa, rawat diri kalau memang Naya mau juga cewek itu bisa, sayang saja Naya tidak suka berhubungan dengan yang namanya bedak, liptint, lipstick, dan sebagainya itu. Selama ini Naya hanya berteman dekat dengan yang namanya skin care, itu pun karena ia tidak mau wajahnya ditumbuhi jerawat yang terkadang sakitnya sangat menyiksa itu.

"Kak Sam!" Salah satu dari cewek yang menatapnya itu memberanikan diri memanggil Samudera. Samudera itu orangnya baik dan tidak sombong----menurut dirinya sendiri, kalau sudah dipanggil ya noleh lah dia, Sam juga menghentikan langkahnya. Sam tidak mau dianggap sombong, meski sebenarnya dia sadar kalau dia sering menyombongkan diri.

Tanpa harus repot-repot mengeluarkan suaranya, Sam memilih menaikkan satu alisnya dan menatap cewek yang ternyata adik kelasnya tersebut. "Kak Sam, kenapa Kakak ganteng banget? Sumpah ya Kak, aku tuh ngebiasin Kakak banget." Cewek itu tahu-tahu sudah melesat ke depan Sam saja. Teman-teman cewek itu tampak bersorak, tapi ada juga cewek lain yang menatap si cewek sok berani ini dengan tatapan yang seolah-olah mengatakan,

'Dasar kecentilan.'

Lalu, 'Ih, apaan sih?!'

Ada juga, 'Adek kelas genit. Iuh!'

Kemudian seperti,
'Menjauh lo!'

Dan lain sebagainya yang terkesan menohok.

Sam mendesah tak suka. Pertanyaan yang sama yang kerap terdengar di telinganya. Cowok itu sebenarnya sudah bosan mendengar pertanyaan seperti tadi itu. Memangnya tidak ada pertanyaan lain yang lebih bermutu apa selain menanyakan soal ketampanannya itu?

"Udah takdir," jawab Sam singkat, tanpa senyum, bahkan terkesan judes. Tapi anehnya cewek itu malam senyam-senyum tidak jelas.

"Oh God! Suaranya merdu banget," kata cewek itu membuat alis Sam semakin terangkat tinggi.

Sam heran, kata Naya suaranya seperti petasan habis masanya, alias sudah kadaluarsa. Baru kali ini ada yang bilang suaranya merdu. Sam merasa perlu mengucapkan terima kasih.

"Thanks."

"Oh my God! Sama-sama Kak Sam, haduh aku meleleh denger kakak bilang makasih sama aku!" Mata cewek itu menatap Sam dengan berbinar. Sam merasa bosan, ia mengedarkan matanya sebentar, berharap rasa bosannya terusir. Sama sekali tidak ada yang menarik, selain gerombolan cewek yang mulai berbisik-bisik.

Sam baru sadar bahwa di sepanjang koridor yang dia lalui, ia tidak menemukan sesosok manusia berjenis kelamin laki-laki, yang ia temui hanya manusia berambut panjang dengan bibir merah yang terlalu mencolok. Kalau saja manusia dengan bibir merah mencolok itu tidak memakai seragam sekolahnya, Sam sudah mengira bahwa mereka itu cabe-cabean di lampu merah saking berlebihannya mereka dandan.

"Hmm," gumam Sam membalas tak acuh. Sam pun berniat melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Eh Kak, bentaran napa, buru-buru amat mau jalan." Dengan beraninya cewek yang memanggil Sam tadi mencekal tangan Sam. Sam mendesah kesal, tapi ia malas mengeluarkan protesannya.

Sam pun menatap cewek di depannya ini dengan tatapan jengah.

"Kak, Kakak mau nggak jadi pacar aku?" Sam menaikkan satu alisnya. Sumpah. Dia heran pake banget. Ini loh, dia sedang ditembak gitu?

Samudera saja tidak mengenal siapa cewek di depannya. Ia merasa malas membaca name tag yang menempel di almamater cewek ini. Melihat wajahnya saja Sam sudah malas.

"Kak, please ... sebentar aja. Kakak mau ya jadi pacar aku? Aku cantik loh Kak, badanku tinggi, kulitku putih, hidungku mancung, terus mukaku nggak jerawatan, nggak rugi pokoknya Kak. Kakak juga nggak bakal minder ngegandeng aku di prom night kalau udah kelulusan," katanya mendeskripsikan dirinya sendiri.

Sam akui cewek di depannya ini memang cantik, tapi tipe Sam itu bukan cabe-cabean. Sam suka kok sama cewek yang senang merawat diri, Sam suka sama cewek yang pandai berdandan, yang Sam tidak suka itu cewek yang dandannya terlalu berlebihan. Mantan-mantan Sam kebanyakan ya yang dandannya nggak berlebihan. Mending sama Naya yang buta dandan daripada cabe-cabean lampu merah kalau menurut cowok dari keluarga Archandra itu.

"Nama lo?" Sam bertanya, sedikit menurunkan nada suaranya agar terdengar lebih ramah.

"Natasha, Kak. Lengkapnya Natasha Sheila. Dari kelas sebelas IPS tiga." Cewek bernama Natasha itu menjawab dengan penuh percaya diri. Semua cewek yang menyaksikan respon Sam yang cukup baik tersebut meresponnya dengan saling melirik kesal.

"Ok, kita pacaran." Sam berkata dengan santai, tangan kanannya ia keluarkan dari saku celananya itu. Kemudian terangkat.

Satu. Ia membatin, mulai menghitung, jarinya pun ikut menghitung. Sementara Natasha tampak kebingungan.

Dua. Satu jari lagi menemani jari yang sudah ia regangkan.

Tiga. Sampai hitungan ke tiga, Sam menatap sekilas mata Natasha. Namun, kembali melanjutkan hitungannya. Natasha masih terdiam bingung.

Empat.

Lima.

"Kita putus." Setelah mengucapkan itu, Samudera langsung melangkahkan kakinya menjauhi tempat kejadian perkara. Meninggalkan Natasha dengan mulut yang melongo lebar, serta tawa mengejek dari cewek-cewek yang lain.

Masih pagi tapi sudah ada saja cewek yang hatinya Sam patahkan. Benar-benar lady killer anak laki-laki keluarga Archandra itu.

TBC

Future BoyfriendDonde viven las historias. Descúbrelo ahora