Dialog Masa Kecil

13.2K 537 22
                                    

Masa aku kecil, aku menganggap semua dongeng mama adalah kisah nyata, tapi sekarang semua kisah nyataku dianggap dongeng oleh mama.

-Sellia-

Aku mempunyai teman yang berbeda di rumah ini. Keluargaku tak pernah percaya dengan apa yang aku lihat, mama sering melihatku berbicara sendiri di depan pintu rumah ketika aku sedang bermain sandal.

Masa kecil kulalui dengan normal. Namun hal aneh sering aku alami semenjak aku masuk jenjang pendidikan.

Kakek adalah sosok hantu pertama yang aku lihat di waktu kecil.

"Sell, kamu bicara dengan siapa ?" Pertanyaan yang selalu Mama tanyakan setiap menjelang tidurku.

"Kakek Soleh yang membacakan dongeng untukku Mah.."

Mama hanya diam tertegun mendengar jawabanku. Aku benar benar melihatnya, meski dengan rupa yang sedikit aneh, namun aku tak merasa takut.

Namanya kakek Soleh. Tubuhnya berwarna kuning, aku tak tau apa penyebabnya, dia mengenakan blangkon jawa dengan baju batik, tak lupa juga dengan keris kecil yang selalu menempel pada ikat pinggangnya.

Saat aku bercerita tentang kakek Soleh, papa selalu melarangku untuk dekat dengannya.

"Jangan sekali kali kamu bertemu dengannya lagi Sell, dia sudah lama meninggal sebelum kamu lahir" ucap Papa.

Dengan keluguan, diriku selalu menjawab "Memang kalau kakek Soleh sudah meninggal kenapa Sellia tidak boleh berteman Pah ?"

Dulu aku tak mengerti arti hidup dan mati.

....

Bukan hanya kakek Soleh yang aku lihat, disetiap kedipan mataku 'mereka' ada di mana mana..

Aku mempunyai teman baru di sekolah TK, dia selalu muncul di belakang meja guru dan hadir disampingku saat pelajaran menggambar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku mempunyai teman baru di sekolah TK, dia selalu muncul di belakang meja guru dan hadir disampingku saat pelajaran menggambar. Saat jam pulang, aku selalu pulang paling akhir karena harus menunggu mama untuk menjemputku. Disetiap jam pulang aku selalu melihat seorang kakek yang senantiasa menanyakan ruang kelas padaku.

"Nak, ruang kelas kelompok B dimana yah ?" tanya kakek itu padaku.

"Kakek jalan saja lurus terus ada ruang kelas sebelum kamar mandi, nah itu kelasnya Kek.." aku menunjukkan ruang kelas itu.

Aku tak menyadari, saat aku menunjukkan ruang kelas pada kakek yang berdiri disampingku, ternyata Bu Elma salah seorang guru melihatku.

"Lia, kamu bicara dengan siapa ?" tanya Bu Elma padaku.

"Ini Bu, kakek ini menanyakan ruang kelas B" aku menunjuk kakek yang berdiri disampingku.

"Tidak ada siapapun Li, sebaiknya kamu tunggu ibumu di depan saja yah"

Bu Elma mengantarku ke depan. Setengah jalan, aku menengok ke belakang ternyata kakek itu masih ada, dia sedang berjalan bersama anak kecil yang kulihat di ruang kelasku, mungkin itu cucunya.

'Mereka' ada dimanapun aku berada, bahkan pertama kali aku melihat wujud menyeramkan dari 'mereka' ketika aku masih SD. Waktu itu aku tak mengetahui bahwa 'mereka' adalah hantu.

Saat itu cacar sedang dilaksanakan, kalian tau aku paling takut saat ada cacar disekolah bahkan aku selalu kabur menghindari cacar. Namun hal itu yang membuatku harus bertemu dengan sosok satpam dengan satu kakinya.

Ketika cacar dilaksanakan, aku berlari menuju kamar mandi sekolah dan bersembunyi didalamnya. Aku terus berdiam diri didalam, tak lama kemudian terdengar suara seperti orang yang menyeret langkahnya. Suara itu semakin dekat, aku memberanikan diri membuka pintu kamar mandi, saat aku keluar dari kamar mandi, betapa terkejutnya terlihat sosok satpam yang berdiri dengan satu kakinya dan penuh dengan luka diseluruh tubuhnya. Setelah kejadian itu aku tak berani lagi pergi ke kamar mandi sendirian.

....

Waktu SD, aku terpaksa harus berpindah sekolah. Saat kelas lima SD, aku berpindah sekolah yang letaknya tidak jauh dari sekolahku dulu. Disekolah baruku, aku berteman dengan salah satu dari 'mereka', namun dia berbeda karena dia berasal dari keturunan Belanda.

Namanya Isabel, dia mengenakan gaun panjang berwarna oren, berambut ikal pendek jika dilihat usianya sekitar tiga belas tahun. Sekolah baruku memang dulunya bekas tahanan dimasa penjajah, bangunannya pun menjulang tinggi.
Pernah aku melihat sekilas masa penindasan bangsa Belanda saat pelajaran sejarah di kelas. Ketika guruku menjelaskannya, selintas vision masuk penglihatanku, bahkan seolah aku tengah berada diantara 'mereka'. Aku sering mendengar suara pistol saat pelajaran.

Vision tentang masa penjajah lebih terasa jika aku memasuki ruang perpustakaan. Isabel selalu bercerita ketika aku masuk ruang perpustakaan, dia bercerita tentang keluarganya hingga kematian yang menimpanya.

Aku dan Isabel begitu dekat, sehingga apapun yang Isabel katakan aku selalu menurutinya. Dia memintaku untuk ikut bersamanya, tentu saja aku mengikuti. Saat mama merasakan keanehan pada diriku, dia membawaku pergi ke rumah orang pintar untuk menanyakan apa yang terjadi padaku. Orang pintar itu melepas rantai yang mengikatku dengan Isabel, karena tanpa sepengetahuan siapapun ternyata Isabel mengikatkan rantai padaku agar aku mau mengikuti setiap perkataannya. Setelah rantai itu lepas, aku menderita tifus yang parah bahkan aku mengalami koma selama empat hari.

Aku tak menyadari bahwa selama ini aku telah berdampingan dengan 'mereka' bahkan terjadi dialog antara kami. Dialog dimasa kecilku sangat terbuka lebar untuk 'mereka' namun aku tak menyadari bahwa 'mereka' bukanlah manusia.

Selama ini mama tak mengerti apa yang terjadi denganku. Kalaupun aku menceritakannya, dia tidak akan percaya.

INDIGOWhere stories live. Discover now